Lagi-lagi aku harus sendiri, merenungi segala penderitaan yang harus di hadapi.
Jika dikatakan bingung, aku sangat bingung. Karena, ucapan mama begitu manis padaku. Sangat berbeda jika aku di rumah, ucapan yang begitu kasar dan perilakunya brutal.
***
Di sisi lain
Seorang wanita paruh baya sedang menikmati secangkir teh di depan rumahnya.
"Mampus lo anak, sialan!"
"Awas aja kalo sampe membeberkan masalah ini pada orang lain." seru Desi dengan senyum miring.
***
Di dalam mobil, kini hanya ada Nesha, Fino, dan juga Robi.
Nesha terus melihat keluar jendela dengan mata berkaca-kaca
"Gue gak habis pikir sama Nara." ucapnya tiba-tiba.
"Gue juga!" seru Fino kemudian.
"Kalian jangan berfikir negatif dulu!" tukas Robi kemudian.
"Anjj.. Lo liat Nara udah boongin kita?" ucap Fino kemudian.
"Bukan begitu.."
"Halah, Jangan-jangan lo punya perasaan sama dia? Iya hahh??" ucap Fino
"Bang*at udah lo malah ribut, mau celaka apa?" sahut Nesha dengan suara yang begitu menggema di mobil itu.
"Dia yang mulai nes" seru Robi
"Lo.." ucap Fino
"Lo!" Robi pun tak mau kalah
"STOOOOPPPPPP" Nesha begitu pusing mendengarkan perdebatan mereka.
"O-okee.." ucap Robi dengan mengangkat kedua tangannya ke atas.
skip_
Mereka telah sampai di rumahnya masing-masing.
Nesha, bergegas ke kamarnya. Ia begitu tak menyangka jika pedulinya selama ini sia-sia.
"Nara lo kenapa bohongin gue?"
"Nyokap lo?"
"Manis banget tadi ngomong di telpon, anjj"
"Arrgghhhhhh.. "
"Gue benci lo Nara!"
Seketika teriakan Nesha mengagetkan mamanya, yaitu Maria.
Tokk.. tokk.. tokk..
"Nesha, kamu kenapa nak?" tanya Maria pada anaknya.
"Masuk aja ma, gak di kunci." jawabnya kemudian.
Maria pun segera masuk ke kamar anaknya. dan ceklek betul saja pintu kamarnya tidak di kunci.
Nesha yang melihat mama ada di depannya, langsung memeluk dan menangis meluapkan segala emosi.
"Kamu kenapa, hmm?" tanya Maria kemudian.
"Nara ma.."
"Nara? Kenapa dengan dia sayang?"
"Nara udah bohongin Neshaa, hiksss.."
Maria mengernyit heran,
"Bohongin bagaimana? Coba cerita ke mama."
"............ "
Nesha menceritakannya tanpa ada yang di Kurang-kurangkan dan di lebih-lebih kan.
"Neshaa.. Apa kamu sudah menyelidikinya?"
Nesha menggeleng cepat,
Maria hanya bisa tersenyum.
"Seharusnya kamu jangan menyimpulkan sendiri, coba kamu selidiki bagaimana kebenarannya, sayang.? " Ucap Maria dengan lemah lembut.
Nesha termenung, apa yang di ucapkan mamanya itu sebuah kebenaran.
"Mama benar. Aku harus minta maaf pada sahabat aku mah."
"Nesha.." panggil mama nya dengan menghentikan langkah kakinya.
"Kenapa ma?" Nesha heran di buatnya.
"Selidikilah tanpa Nara tau, nak." ucap Maria
Nesha hanya mengangguk,
"Bagaimana caranya?"
".......... "
Mama Maria memberikan arahan pada putrinya itu. Sangat beruntung, Nesha bukanlah gadis pembangkang. Bahkan, ia sangat di sayangi oleh kedua orang tuanya.
Tapi di sisi lain,
Fino dan Robi masih merasa canggung dengan keadaan ini.
Hingga Robi memutuskan untuk bicara lebih awal.
"Fin, mending kita selidiki kebenarannya."
"Apa lo gak denger tadi pas di resto? mama nya begitu lembut ngomong sama Nara." tukas Fini
"Bisa jadi itu sandiwara, bro!" ucap Robi kemudian.
"Dahlah, terserah! Gue gak mau bahas itu lagi." Ucap Fino
Robi yang mengetahui, jika sahabatnya itu sedang kecewa ia mencoba untuk memahami kondisinya.
Tapi di satu sisi, ia masih penasaran dengan keluarga Nara.
***
Sementara itu, aku masih duduk lesu di kursi ruangan itu.
Menatap tak nafsu pada makanan-makanan mewah di hadapanku.
Bagaimana aku bisa memakannya? Jika tidak ada siapapun di depan ku.
Kini waktu telah menunjukkan pukul 18.30 , dimana waktu maghrib sudah terlewat. Aku begitu kalap waktu merenungi kesedihan ini.
Kaget, ketika melihat ke luar jendela sudah terlihat gelap dengan senja yang mulai menghilang.
Ada rasa was-was, takut, juga khawatir. Bagaimana tidak? Aku takut kejadian itu akan kembali terjadi.
Sejenak, aku mengingat ucapan yang begitu manis dari mama.
"Mama pasti gak bakal siksa gue lagi." ucapku dengan wajah bahagia.
Sesegera mungkin, aku memesan grab car petang itu.
Tak lama ada satu mobil yang berhenti di depan ku.
"Atas nama Nara, ya?" ucap pengemudi itu.
"Iya pak."
"Silahkan masuk, neng."
Aku kemudian memasuki mobil itu.
Suasananya sangat hening, hingga tiba-tiba aku melirik ke arah kaca depan terlihat supir itu sedang mengamati tubuhku.
Aku mencoba bersifat biasa saja, dan acuh dengan itu semua.
-45 menit kemudian-
Supir itu menghentikkan mobilnya di pinggir jalan yang sepi.
"Loh.. kok berhenti pak?"
Supir itu tak menjawab. Ia langsung membalikkan badannya menghadap ku.
Aku mengernyit heran di buatnya.
Hingga tibalah masa pelecehan itu di mulai. Aku di paksa menuntaskan hasratnya.
Beruntungnya ia tak mengambil kesucian ku.
Aku terisak, mengapa takdir baik tak pernah berpihak padaku? Begitu banyak cobaan-cobaan pahit yang aku lalui.
"Sudah sampe neng." ucap sopir itu tanpa merasa bersalah.
Aku segera memberikan 2 lembar uang seratusan dan bergegas keluar tanpa sepatah kata pun.
Terlihat sangat sepi di halaman rumah itu.
Sepertinya benar dugaanku, kalo mama sudah berubah.
Aku langsung membuka pintu utama dari rumahku.
Ceklekk..
Sangat gelap, bahkan aku mencoba menyusuri tembok untuk mencari saklar lampu.
tringgg
Lampu menyala. Dan aku bernafas sangat-sangat lega.
Seketika terlihat mama yang sedang duduk manis di kursi tamu itu.
"Mamaaaa.. Mama dari tadi disini??" ucapku dengan raut wajah yang tak bisa di sembunyikan.
"Masuk!" titah mama kemudian.
'Loh bukannya mama begitu manis tadi di telpon?'
Aku benar-benar bingung dengan sikap mama.
Kenapa sikapnya kembali ganas ketika di rumah?
Aku langsung masuk ke kamar dan mengganti pakaianku.
Masih terasa nyeri di tubuhku akibat cambukan itu, belum lagi saat tadi saat di tindih supir sialan itu.
"Jangan pernah macam-macam dengan saya, Nara!"
Tiba-tiba saja mama masuk ke kamarku. Aku tidak melihat benda pusaka itu, hanya wajah mama yang memerah menahan amarah.
"M-maksud mama?"
"Saya tau, anda telah menceritakan semuanya pada teman-teman anda bukan, sialan?"
DEG!
Kenapa mama bisa tau? Bukan kah ruangan itu sangat rapat?
"Ma-ma t-tau darimana?"
"Anda tidak perlu tau!" tukas mama kemudian
Aku hanya mengangguk pasrah. Sedari awal, aku memang telah berjanji pada diriku untuk tidak menceritakan ini semua. Namun, apa boleh buat? Nesha, Fino dan Robi terus saja mendesaknya.
Sreettttt
Suara sayatan tiba di paha ku.
Aku tersenyum getir melihat darah mengalir itu, bahkan sayatan itu sangat pas di luka bekas cambukan yang membiru.
'ternyata perkiraan ku salah.'
aku kira mama tidak membawa benda pusakanya. tapi ternyata benda itu ia sembunyikan di balik baju belakangnya.
Mama kini telah kembali ke kamarnya. Tinggal aku seorang sekarang.
Yang tadinya aku bahagia saat mendengar ucapan mama tadi siang, aku merasa kecewa karena itu hanyalah sandiwara belaka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Jian Mei
semangkaaa
2022-12-04
2