Kringgg.. Kringgg.. Kringg
'aish kenapa gue kepikiran soal Nara sih'
ucapnya dalam hati.
"Lah fin, ayok masuk" Ucap Robi kemudian.
***
Kini aku tengah memasuki kelas, dimana disini begitu ramai. Berbeda dengan di rumah! Disana terdapat banyak keheningan, sekalinya ramai, ramai oleh cemoohan.
Menjadi diriku, sangat berat! Aku tidak yakin, kalian mampu bertahan jika berada di kondisi yang aku alami.
"Ra bengong mulu" ucap Nesha
Seketika itu lamunan ku buyar dibuatnya.
"Elah bukannya jawab, diem-diem bae." tukasnya kembali
Aku hanya melirik sekilas kepada nya.
"Btw itu tadi lo kenapa bisa ada bercak darah ra?"
'Pertanyaan itu'
Sebuah pertanyaan, yang membuat aku bingung bagaimana untuk menjawabnya.
"Ah itu mungkin bolanya kotor nes."
"Bola? kotor?"
"jawaban lo gak masuk akal, ra!"
Tukasnya kemudian.
Aku, hanya diam. Tanpa sepatah kata yang keluar lagi.
Bingung harus bagaimana menjawab pertanyaan dari Nesha.
Hingga Nesha kembali membuka suaranya.
"Ra, nanti pulang sekolah ada hal yang mau gue omongin sama lo."
Ada perasaan campur aduk, kala itu. Aku takut jika ia akan menagih penjelasan langsung dariku.
Tapi, sesegera mungkin aku menepis pikiran itu!
"Oke"
Hanya mengangguk mantap menjawab ajakan sahabatku.
Pelajaran demi pelajaran telah aku lewati, hingga bel pulang pun berbunyi.
"Ra, ayok!"
Aku berjalan mengikuti langkah sahabatku.
Terlihat di seberang sana, ada Fino dan Robi yang melihat ke arahku dengan tatapan yang tak bisa di artikan.
Hingga sampailah waktu itu aku berhadapan dengan mereka.
"Raa.." sapa Fino padaku.
"Iya fin?"
"Are you oke?"
aku merasa heran dengan ucapannya. Ia seperti tau apa yang aku rasakan.
"I'm fine."
"Ra buru lah ege, time is gold woii!"
Nesha, menarik pergelangan tanganku. Aku pun beranjak pergi meninggalkan Robi.
***
Taman Kota
"Nessss.."
"Duduk ra!"
"Mau bicara apa?"
"Raa, pliss terbuka sama gue!" Ucapnya dengan memegang tangan ku.
Aku kaget sekaligus bingung dengan ucapannya.
'Terbuka'
'Apa yang dia maksud adalah terbuka masalah ku?'
"Terbuka, maksudnya gimana nes?"
"Ra, gue tau lo lagi mengalami luka batin kan?"
Perkataan itu, benar-benar membuatku berkecamuk. Bingung dan takut!
Aku bingung harus menceritakannya atau tidak, dan aku takut jika harus kehilangan sahabatku.
"Pliss ra jawab!"
"Kenapa lo tiba-tiba tanya gitu?"
"Jawab atau kita gausah sahabatan lagi!" tukasnya.
"Tapi.. nesss."
"Ra kita itu sahabatan udah lama, kenapa lo harus sembunyiin semuanya dari gue ra? kenapaaaa? lo gak nganggep gue sahabat? iyaa? hah?" ucapannya membuat hatiku bergetar, belum lagi ia menumpahkan air matanya di depan aku.
"Aku cuma belum siap, nes!" ucapku kemudian.
"Sampe kapan ra? sampe kapan lu tertutup sama gue? hiksss.. hiksss"
Aku hanya bisa meneguk saliva ku ketika mendengar ucapan Nesha. Aku merasa begitu di pedulikan olehnya.
"Raa.. jawab! Lo sering di siksa kan?"
"JAWAB RAAAA!"
"IYA NES, IYAA GUE ANAK BROKEN HOME. PUAS LO.. hikss hikss"
Kala itu aku benar-benar tidak bisa menghindar dari pertanyaan sahabatku.
"Cerita sama gue, apa yang udah nyokap lo lakuin ra?"
Ia kembali memegang tanganku.
"Lo gak perlu tau, nes! its my privasi. Pliss hargain privasi gue."
"Kalo lo gak mau kasih tau, biar gue yang cari sendiri ra."
Nesha beranjak pergi meninggalkanku di sudut taman kota itu.
Aku menangis histeris. Beruntungnya saat itu taman sedang sepi, hingga aku bisa dengan leluasa meluapkan emosiku.
"Aarrrggghhhhh......"
'kenapa semua harus terjadi padaku?'
'sudah cukup aku kehilangan ayah, tolong jangan ambil sahabatku Tuhan'
***
Di sisi lain,
Robi dan juga Fino tengah mengintip di semak-semak dekat lampu taman.
"Gak nyangka gue, fin."
"Tapi dia selalu ceria dan tertawa dengan riang."
ucap Robi kemudian.
"Mungkin dia menutupi luka itu, rob."
Tiba-tiba..
DUKK
Terasa ada tangan yang menepuk bahu mereka berdua.
Mereka kaget!
Takut jika Nara yang menepuk nya.
Namun ketika pandangan mereka mengarah pada kursi taman, Nara masih menangis disana.
Sesegera mungkin, mereka membalikkan badan.
"S-sorry nes, gue gak ada maksud buat ngikutin kalian."
"iya nes, apa yang Fino bilang itu real."
"Tolong gue mohon, jangan marah nes." ucap Robi padanya.
"Gue gak akan marah kalo kalian mau bantuin gue."
"Bantuin apaan?" ucap mereka berdua.
"Ayok ikut gue!"
Tukas Nesha kemudian.
Mereka bertiga pun langsung menuju ke rumah makan yang ada di seberang Taman Kota itu.
"Tunggu, lo tega banget ninggalin Nara disana, nes!" sinis Fino padanya.
"Dia berhak sendiri untuk meluapkan segala emosinya, fin."
"Btw.. lo tadi mau minta bantuan apa nes?" seru Robi tiba-tiba.
"Oke jadi giniii........ "
***
Di rumah mewah tampak seorang wanita paruh baya sedang berkacak pinggang di halaman rumahnya.
"ma, kenapa sih kek setrikaan aja?" seru Roy kemudian
"liat Roy, adek kamu si Nara jam 4 sore belum pulang." seru mama dengan menunjukkan jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya.
"Gak, Roy gak punya adek!"
"Dia udah bunuh papah mah!"
Ucap Roy dengan mengingat kejadian yang lalu.
"Sudahlah kamu masuk sana!"
10 menit kemudian..
"Kemana itu anak sialan! Awas aja kalo dateng gue bejek-bejek tu wajah!"
Sreettt.. Sreettt..
Setelah lama aku menenangkan diri, aku kembali ke rumah. Terlihat disana ada mama yang sedang menunggu dengan wajah merah padamnya.
"Assalamu'alaikum, mah."
Baru saja aku akan mengecup tangan mama, namun mama dengan segera menggores tangaku dengan belati.
"Awwwww.. maaa."
"kenapa? gak usah lebay jadi anak!"
"masuk ke kamar, gue tunggu! Cepaatttt!"
Hufftt..
Baru saja tadi pagi mama menyiksaku. Apakah sekarang mama akan menyiksaku lagi?
Aku begegas masuk ke kamar, dan mengganti pakaianku.
Tiba-tiba ada tangan yang mendorong ku dengan keras, dan bughhh kepalaku terbentur tembok.
Begitu tersasa linu dan sakitt, tapi aku berusaha menahannya. Dan melihat, siapa yang telah mendorong ku.
"Mamaa!" pekiku
"Habis ngelonte kamu yah?"
"Enggak ma.."
"Bohongg!"
"Anak cewek kok pulang menjelang maghrib!"
"abis ngapain kamu anak sialan?"
Mama terus memukuli ku dengan cambuk yang selalu ia pegang tatkala melihatku.
"Ampunn maaa! cukuuppp!"
"tidak ada kata ampun untuk anak pembangkang, dasar bedebah!"
"hiksss.. hiksss.. hikssss..."
Aku tidak bisa melawan, hanya ada suara isakan dariku saat mama menyiksaku.
Mama terus mencambuk ku dengan ganas, hingga kini bukan hanya punggungku yang terluka. Namun juga tangan, kaki, dahi, bahkan sekujur tubuhku begitu banyak memar-memar yang terlihat.
Setelah puas menyiksaku, mama mengguyur ku dengan air dingin yang sengaja ia sediakan dalam botol ukuran besar.
Byuuurrrrr
Aku yang sedang menahan sakit, sangat kaget dengan perlakuan mama.
'aku kira, mama sudah keluar kamar'
Kini lukaku amat perih, tubuhku menggigil dingin.
"Jangan pernah macam-macam sama saya, atau anda akan mendapatkan siksaan lebih dari ini."
seketika ucapan mama menjadi formal saat bicara denganku.
Aku hanya bisa meringis. Sakit, perih, linu, semua badanku seperti remuk. Aku berusaha berdiri dengan tertatih-tatih. Mencoba mengganti pakaian ku yang berlumur noda darah itu.
Aku tidak tahu apa yang akan mama lakukan selanjutnya.
***
Di sisi lain, ada 3 orang yang sedang menguping di samping jendela rumah Nara. Mereka masih mengenakan seragam sekolah nya.
"Anjirr.. Ngerii!" sahut Robi
Mereka hanya bisa menahan linu ketika mendengar suara cambukan di dalam kamar Nara.
"Ssttttt..." ucap Nesha pada kedua lelaki itu.
"Udah ayo kita pulang!"
Fino, sempat tak bisa menahan amarahnya. Namun kedua temannya menahan Fino agar tidak bertindak gegabah. Hingga akhirnya ia mengajak untuk segera pulang.
Prangggg..
Fino menyenggol satu pot kecil di pinggirnya.
"Anjj.. luuu!" ucap Nesha dengan bola matanya seperti hendak keluar.
"Siapa itu?"
"Siapa disana?"
DEGGG..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments