Diratukan (Mantan) Mafia
Seorang wanita berlari masuk ke rumah sakit dengan anak kecil di gendongannya. Peluh bercucuran, begitupun dengan air mata. Penampilannya benar-benar sangat menyedihkan. Meskipun rasanya dia sudah ingin mati, tapi dia tidak bisa menyerah sebelum mereka sampai di UGD, rumah sakit.
"Dok, tolong anak saya, Dok. Dia tiba-tiba pingsan!" ujar wanita itu kepada dokter jaga di UGD. Dia menyerahkan Ezra, bocah berumur 5 tahun pada perawat. Seolah menolak untuk paham, wanita itu hendak masuk ke UGD, tapi di tahan oleh dokter yang akan memeriksa anaknya.
Nabila, 27 tahun, menjadi pengangguran setelah 5 tahun lalu bersinggungan dengan seorang Mafia kejam. Hari-harinya suram seketika, semua akses tertutup. Baik pekerjaan, atau usaha yang dia geluti selalu gagal tak bertepi. Asuransi kesehatan miliknya dan sang anak tidak bisa dia klaim, uang tabungan semakin menipis dan dia tidak bisa melakukan apapun. Bahkan Nabila tidak malu untuk menjadi buruh cuci gosok, meskipun dulu dia adalah seseorang yang sangat berbakat dalam dunia kerjanya.
"Tenang ya, Bu! Kita periksa dulu, keadaan pasien!" jawab dokter itu, kemudian masuk ke UGD.
Jantung Nabila berdegup sangat kencang. Entah apa yang terjadi pada anaknya hingga dia bisa berakhir pingsan seperti itu. Nabila hanya takut penyakit anaknya semakin memburuk karena dia sudah tidak bisa memberikan pengobatan terbaik. Keringat dingin membanjiri wajah Nabila, tangan dan lututnya bergetar hebat. Sungguh, jika dia bisa, dia ingin menggantikan anaknya untuk berada di dalam.
"Ya Allah, semoga kamu baik-baik aja, Nak!"
Beberapa saat kemudian, pintu UGD terbuka. Dokter tadi kembali menghampiri Nabila dan tentu saja Nabila mendekati dokter tersebut dengan perasaan tak menentu. Bulir-bulir kristal meluncur keluar, tanpa permisi. Tangannya mengusap air mata kasar, bibirnya menyunggingkan senyum tipis.
"Bagaimana, Dok? Anak saya baik-baik saja, bukan?"
Dokter itu menunduk cukup dalam, matanya kembali menatap wajah Nabila setelah dia merasa siap. "Maaf, Bu. Kami curiga jika kondisi ginjal anak ibu sudah semakin memburuk, kami akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Tapi, Ibu harus bersiap, anak Ibu harus segera mendapatkan donor ginjal agar kita bisa segera mengoperasi pasien."
Inalilahi wainailaihi rojiun. Nabila ambruk di lantai rumah sakit. Apa yang dia takutkan benar-benar terjadi. Kondisi anaknya semakin memburuk, apa yang harus Nabila lakukan? Jika dia bisa mendonorkan ginjalnya untuk Ezra, dia pasti akan dengan senang hati memberikan ginjal miliknya padanya. Di mana dia harus mencari pendonor dan juga uang untuk biaya operasi. Untuk makan saja sudah sangat sulit. Meminta pinjaman juga tidak mungkin karena orang-orang sudah tidak ada yang mempercayainya.
"Astaghfirullah," gumam Nabila menekan dada sebelah kirinya yang terasa sangat sesak. Kepalanya tertunduk, air mata semakin lama semakin deras. Hatinya hancur, dia bingung harus melakukan apa. Dia tidak mau kehilangan Ezra yang sudah menemaninya selama 5 tahun ini. Tapi apa yang harus dia lakukan?
Nabila bangkit, dia langsung mengejar dokter yang sedang berjalan di koridor rumah sakit itu. "Dok!" panggil Nabila. "Sambil menunggu kabar dari rumah sakit, saya akan mengusahakan untuk mencari donor untuk anak saya, bisakah jika anak saya pindah ke ruangan dulu. Saya mohon, Dok!"
Sura Nabila terdengar sangat memilukan, dia masih memiliki sisa-sisa tangis. Namun, sangat berusaha untuk berbicara dengan nada suara yang normal.
"Coba ke bagian, administrasi saja, Bu," jawab dokter itu. Nabila mengangguk, buru-buru dia berlari ke meja administrasi. Tangannya terulur, merogoh kantong kecil yang ada di dalam tasnya.
"Sus, saya bayar segini dulu. Nanti kalau ada tambahan biaya saya akan membayarnya lagi!"
Tangan Nabila bergetar saat menyerahkan lembaran merah kepada suster itu. Ini adalah uang terakhir yang dia miliki. Setelah ini, Nabila tidak tahu apa dia masih bisa bertahan hidup atau tidak. Yang terpenting sekarang adalah Ezra. Malam ini dia akan mencari pinjaman ke seluruh sudut kota, dengan harapan, akan ada orang baik yang mau membantunya.
....
Langkah kaki Nabila semakin gontai. Sudah puluhan orang dia hubungi untuk minta pinjaman, tapi tetap saja. Hasilnya nihil, Nabila tidak mendapatkan apapun. Hanya cemoohan yang dia dapat. Hanya tatapan meremehkan yang mereka berikan. Nabila masih bisa mendengar dengan jelas apa yang kerabatnya katakan padanya.
"Kalau sudah tahu tidak punya uang, biarkan saja Ezra meninggal, berhutang juga percuma. Tidak mungkin Ezra mendapatkan donor ginjal. Hutang kamu yang kemarin juga belum di bayar, sekarang malah mau berhutang lagi. Seharusnya kamu malu."
Inalilahi, bagaimana mungkin seseorang yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengannya begitu tega mengatakan hal menyakitkan seperti itu. Nabila bukan meminta, dia hanya ingin meminjam. Jika dia mendapat uang, dia pasti akan membayar semua hutangnya. Tapi mulut orang-orang itu benar-benar sangat kejam.
"Ya Allah, kemana lagi aku harus mencari pinjaman, sekarang sudah sangat malam. Tapi aku belum menemukan titik terang. Tolong permudah semuanya untukku ya, Allah."
Nabila kembali menyusuri trotoar di jalanan itu dengan kepala tertunduk. Kakinya terus melangkah tak tentu arah. Harus ke mana dia sekarang, semua temannya hilang setelah tahu jika dia jatuh miskin. Kedua orangtuanya sudah tiada, tidak ada yang bisa dia mintai tolong selain dirinya sendiri. Tapi, sekarang dirinya pun sudah tidak berguna.
Tin! Tin! Tin!
Suara klakson mobil begitu bising. Para pengendara itu mengumpat Nabila dan meneriakinya gila. Namun, orang yang diteriaki mendadak tuli. Dia benar-benar tidak mendengar dan tidak sadar jika saat ini dia sedang berjalan di zebra cross yang lampunya masih merah. Tanda hijau untuk pejalan kaki belum menyala. Tatapan Nabila kosong ... tidak ada yang berani menghentikan kegilaan Nabila karena malam itu jalanan cukup ramai.
Tinnnnnnn!
Suara klakson panjang tiba-tiba mengusik pendengaran Nabila. Wanita itu menoleh, matanya langsung membola begitu cahaya mobil di depan menusuk mata hingga pandangan dia ... mejadi buram dan ....
Brukkkkk!
Langit seolah ikut menangis melihat kesedihan dan kesulitan Nabila. Buliran air mulai jatuh membasahi bumi. Termasuk membasahi tubuh Nabila yang tergelatak di jalanan. Semua orang mulai berkerumun.
"Telpon ambulan! Seseorang, tolong telpon ambulan!"
Suasana di sana benar-benar tidak terlihat baik-baik saja. Para pejalan kaki dan juga pengendara mengerumuni mobil yang menyebabkan kecelakaan. Mereka menggedor pintu mobil itu berkali-kali. Namun, orang yang ada di dalam bergeming.
Pintu depan mobil terbuka. Seseorang langsung menarik kerah baju laki-laki itu ingin menghajarnya. Namun, tidak jadi karena polantas tiba-tiba ada di lokasi.
"Saya akan bertanggungjawab," ucap sang sopir pada polisi yang menghampirinya. Sementara di dalam mobil, seseorang dengan setelan jas rapi tengah mengusap dagu sembari mendengus kesal, karena perjalanannya terganggu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Tika Rotika
Aq mampir Thor kaya nya cerita mu bagus 👍👍
2023-04-01
1
Hendri Raharjo
lgsung kesini ka, baru kelar sm eil
2023-01-26
1
Mbah Edhok
menengok memperhatikan dan membaca ... ini lagi menyimak Thor...
2023-01-20
0