Sesampainya di rumah. Yara segera masuk ke kamarnya karena Dhiya tertidur pulas salam gendongannya. Setelah menemani Dhiya agar tertidur. Yara membantu mengemasi barang yang akan di bawa oleh Afkar ke Kota, sedangkan Afkar menyiapkan beberapa file yang akan di bawa untuk di ajukan ke perusahaan itu.
Semuanya selesai bersamaan. Yara dan Afkar beristirahat sejenak.
Keduanya masih terjaga. Padahal malam sudah semakin larut. Yara masih membuka matanya. Berbaring menghadap Afkar yang sedang memandang langit-langit kamar. Suaminya itu terlihat seperti sedang berpikir.
“Apa aku sanggup hidup berpisah dari Mas? Selama ini Mas yang selalu ada buat aku!" Yara masih tidak rela jika harus berpisah. Meskipun Afkar berjanji akan pulang di saat ada waktu libur kerja.
Afkar memiringkan badannya. Mereka saling berhadapan saat ini.
“Kamu adalah wanita kuat yang Mas kenal. Kamu pasti bisa, Ay!" Afkar menyemangati. kemudian menarik Yara dalam pelukannya. Tidur berbanralkan lengan kekar Afkar. "Maafkan Mas belum bisa membahagiakan kamu dan Dhiya. Kita berjuang dulu ya, Sayang! Suatu saat nanti Mas yakin impian kita pasti akan terwujud. Kita harus bersabar dulu," ucap Afkar. Suaminya itu berusaha memberikan ketenangan pada Yara. Afkar paham jika perasaan Yara saat ini sedang tidak tenang dan takut.
Afkar terus mengajak Yara berbicara santai malam ini. Pelukan hangat begitu terasa untuk perpisahannya karena besok malam tidak akan ada lagi orang yang memberi pelukan hangat seperti Afkar. Berdua dan saling berpelukan sambil tidur seperti ini pasti akan sangat mereka rindukan nantinya.
Perlahan Afkar melepas pelukannya. Ia menyentuh Wajah Yara kemudian menarik tengkuk leher istrinya agar semakin dekat dengan wajahnya. Yara mengerti arti tatapan yang terpancar dari wajah suaminya.
Kewajiban seorang istri harus ia jalani saat ini. Malam-malam berikutnya sentuhan Afkar pasti sangat ia rindukan.
Deru napas yang memburu dan ******* yang lolos dari bibir Yara membuat Afkar semakin memacu cepat tubuhnya. Aktivitas panas kedua orang tuanya itu tidak membuat Dhiya terbangun. Sebab Yara dan Afkar bermain lesehan di lantai beralaskan kasur bulu. Tempat tidur yang mereka punya sudah dikuasai oleh Dhiya. Padahal ada satu kamar lagi yang bisa Dhiya tempati. Tapi gadis kecil itu enggan berpisah dari kedua orang tuanya.
"Mas pasti akan merindukan kamu, Ay!" Ucap Afkar setelah semburan nikmat ia lepaskan pada tubuh Yara. Afkar masih membenamkan diri dalam tubuh istrinya yang selalu menjadi candu untuknya.
Afkar mengusap peluh keringat di dahi Yara. Kemudian mengecupnya dalam dan lama. Seakan tak ingin melepaskan diri dari tubuh sang istri. Hangat, puas dan nikmat. Itu yang mereka rasakan dari pergulatan panas itu.
Keduanya pasti akan sangat merindukan. malam seperti ini. Mengingat jarak yang akan memisahkan mereka nantinya.
Anggukan dengan mata yang sayu, Yara berikan pada Afkar. Rasanya tubuhnya lelah dan tak bertenaga akibat gempuran suaminya.
Tubuh gagah dan kejar itu perlahan melepaskan diri setelah mengukung Yara di bawah kendalinya. Melihat Yara yang begitu lelah. Afkar membiarkan istrinya beristirahat. Mereka tidur sambil berpelukan. Menunggu waktu pagi yang akan segera datang menggantikan malam.
Pagi ini, meski sinar matahari belum menampakkan cahayanya. Yara memasak makanan kesukaan sang suami, memeriksa kembali barang bawaan suaminya, ia tidak ingin ada yang tertinggal. Yara juga ingin sebelum suaminya pergi ke kota, Afkar bisa merasakan masakannya dan membawa sedikit makanan tersebut untuk bekal di perjalanan. Sungguh Yara memperlakukan Afkar sangat baik pagi ini.
Yara senyum - senyum sendiri saat menyiapkan sarapan di meja makan. Ia teringat dengan permintaan Afkar yang kembali bermain nikmat di kamar mandi sebelum subuh tadi. Yara benar-benar memberikan bekal batin full buat Afkar.
"Kenapa senyum-senyum sendiri?" bisik Afkar sambil memeluk tubuh Yara dari belakang. Dan meletakkan kepalanya di bahu Yara.
Yara sedikit tersentak. "Mas bikin kaget, ih!"
"Mas, jadi ragu mau pergi ke kota!"
Yara sedikit menoleh mendengar ucapan Afkar. "Kenapa? Mas mau batalin rencana Mas ke Kota?" tanya Yara sambil terus melanjutkan aktivitasnya.
"Bukan ngebatalin tapi mau menunda?"
"Loh, kenapa?" Yara semakin penasaran.
"Mas ingin mengulangi kegiatan tadi pagi di kamar mandi. Kayaknya seru kalau melakukan itu di kamar, Ay! Mas merasa kamu begitu lincah dan agresif banget. Mas suka bahkan puas sekali!" bisik Afkar lagi, dan berhasil membuat wajah Yara bersemburat merah karena malu.
"Bentar yuk, maen lagi. Biar bekal Mas di kota luber."
Yara membalikkan badan. Dengan cepat tangannya mencubit perut Afkar.
"Mas, mesum!" pekik Yara.
Yara mengedarkan matanya mencari keberadaan Dhiya. Beruntung putrinya itu sedang menonton televisi, asik menonton setiap kartun ipin dan upin.
"Untung gak ada Dhiya Mas!"
"Mas 'kan udah tahu Dhiya lagi nonton TV." Afkar malam melingkarkan tangannya di pinggang Yara. seakan tidak hentinya ingin berduaan dan bermanja dengan istrinya.
Saling melempar senyum dan saling menatap, kemudian saling memeluk erat seakan memberikan pelukan perpisahan yang sebentar lagi akan mereka lalui
Suara mobil yang berhenti di halaman rumah, terdengar oleh keduanya. Kendaraan yang tak asing itu milik orang tua Afkar.
"Mas ada ibu sama bapak, lepaskan!"
"Sebentar lagi, Ay!" pinta Afkar membuat Yara menyerah dan mengikuti keinginan suaminya. Yara kembali membalas pelukan Afkar dengan erat.
---
Yara membuka pintu dan menghampiri Pak Setyo dan Bu Nuri yang turun dari mobil kemudian menyalami keduanya. Yara pun mempersilakan kedua mertuanya itu masuk untuk sarapan bersama.
Di meja makan, mereka makan dalam diam. Hanya sesekali Bapak memberi nasehat kepada Afkar. Sedangkan Bu Nuri diam tak bersuara, tetapi wajahnya menunjukkan sikap kekecewaan dan tak suka pada Yara. Meski sikap Bu Nuri terlihat ketus dan tidak ramah. Tapi Bu Nuri masih bisa berbesar hati dengan keputusan Afkar. Bu Nuri pun menurut jika Pak Setyo sudah memberi pengertian kepadanya. Ia tidak bisa membantah perkataan suaminya.
Kedatangan Firman menandakan akan tibalah perpisahan dengan sang suami. Afkar pergi bersama Firman menggunakan kendaraan matic Vcx miliknya. Semenjak menikah dengan Yara ia menjual motor sport-nya. Memilih kendaraan yang sekiranya nyaman untuk Yara dan Dhiya. Inginnya mengganti dengan kendaraan beroda empat tapi mereka lebih menginginkan rumah impian untuk keluarga kecilnya. Sebab rumah yang saat ini mereka tempati adalah rumah kontrakan.
Perpisahan yang begitu haru. Dhiya yang masih belum mengerti bahwa sang ayah akan pergi jauh ke kota, mengira Afkar akan pergi bekerja seperti biasa. Pergi pagi hari kemudian pulang di sore hari.
Kelucuan Dhiya yang menyalami Afkar dan mencium pipinya gemas membuat hati Yara sedih melihatnya.
“Dadah Yayah, puyang nja biyi es cim ya.” Dhiya berceloteh kepada sang ayah.
Hati Yara begitu miris mendengarnya. Padahal ini hanya perpisahan biasa, walaupun berpisah, mereka akan bertemu kembali dan bisa berkomunikasi lewat telepon. Tapi entah mengapa di hati Yara ada perasaan yang berbeda. Ia pun segera menepis prasangka yang mengganjal itu.
“Kamu jaga diri baik-baik ya, Ay! Mas akan terus kabari kamu," ucap Afkar disela pelukannya dengan Yara. Tak terasa cairan bening dari pelupuk mata Yara mengalir begitu saja. Afkar yang melihat Yara meneteskan air mata pun mengusap air mata itu, kemudian mencium keningnya.
“Sabar ya, Ay! Kita akan berkumpul kembali. Mas janji akan segera memberikan kehidupan yang layak buat kalian."
Pak Setyo dan Bu Nuri ikut merasakan kesedihan itu. Begitu juga dengan Firman.
Mereka ikut sedih melihat perpisahan Afkar dengan istri dan anaknya.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments
Imam Sutoto Suro
mantap thor lanjut
2023-05-25
1
Supira
semoga saja Afkar tidak selingkuh
2023-04-15
0
Meta Lia
semangat ay
2023-04-01
0