“Zi, aku salut banget sama karyawan Office Girl kita. Dia sambil kuliah masih nyempetin kerja part time pula. Dan kamu tahu nggak, fakutas apa yang diambilnya?” tanya Adam melirik Zidan yang tampak sibuk di depan laptopnya.
“Emang Fakultas apa? Sampai kamu segitunya. Apa hebatnya coba?” Zidan balik nanya sambil fokus menatap layar laptopnya.
“Kedokteran” jawab Adam singkat namun membuat Zidan menghentikan aktivitasnya. Zidan menaikkan alisnya. Tidak percaya dengan ucapan Adam, ada calon dokter kerja part time di perusahaannya.
“Serius?? Setahuku mahasiswa kedokteran kan anak orang kaya jadi nggak perlu pakai kerja part time segala” kata Zidan kurang yakin dengan ucapan Adam.
“Dua rius aku, mah. Ochi ini gadis yang cerdas sehingga dia mendapatkan beasiswa, tapi karena keluarganya kekurangan biaya dia terpaksa bekerja part time supaya bisa menambah biaya kuliah yang lainnya. Ochi ini sahabat keponakanku, Monica, makanya aku mau banget bantu dia masuk ke sini” jelas Adam panjang lebar.
“Tapi kenapa kamu tempatkan di Office Girl, Dam?” tanya Zidan penasaran.
“Hei...hei sejak kapan kamu peduli dengan yang namanya perempuan, hah” selidik Adam penuh curiga.
Teman sekaligus atasannya itu memang agak sedikit cuek kalau urusan perempuan. Makanya sampai sekarang Zidan betah dengan status jomblonya. Itu yang ada dipikiran Adam, padahal kan Zidan sudah menikah.
“Aku kan cuma tanya, nggak usah curiga begitu. Ya, nggak cocok aja masa calon dokter jadi Office Girl” elak Zidan. Dia juga jadi penasaran seperti apa Office Girl yang calon dokter itu.
“Sebagai Office Girl itulah dia bisa bekerja part time. Kalau bagian lain butuh waktu seharian di kantor, kan?” jelas Adam lagi. Zidan pun hanya manggut-manggut. Benar juga apa yang Adam katakan.
“Okelah, asal kamu senang, Dam” ledek Zidan tersenyum.
“Dia emang gadis yang mandiri, nggak kayak keponakanku yang manja dan selalu bergantung dengan Ochi” ujar Adam memuji Ochi.
“Puji terus!!” sindir Zidan lalu tertawa kecil.
'Melihat tingkah Adam, sepertinya dia sangat mengagumi gadis yang bernama Ochi itu" pikir Zidan.
***
Setelah pulang dari kantor, Zidan segera menuju ke kamarnya. Badannya terasa letih setelah seharian bekerja duduk di kantor. Di kamar, dia melihat Zahra sedang sibuk mengetik sesuatu di laptopnya. “Seperti laptop baru” pikir Zidan.
Ah, dia tidak mau ambil pusing. Sejak menikah dengan Zahra, dia telah menyerahkan beberapa ATM-nya untuk keperluan Zahra. Zidan berpikir pasti Zahra telah menggunakan ATM yang diberikannya untuk membeli laptop baru itu. Yang Zidan ketahui dari mamanya bahwa Zahra masih kuliah namun dia tidak mau tau jurusan apa Zahra kuliah.
Zidan memang tidak peduli dengan urusan Zahra, hampir tidak ada komunikasi di antara mereka walaupun mereka tinggal dalam satu kamar. Zahra tetap menutup rapat penampilannya meskipun Zidan telah menjadi suaminya. Untuk apa dia mengumbar aurat di depan Zidan sementara menatapnya saja Zidan tidak sudi.
Zahra Pov
Aku langsung mengemasi berkas-berkas skripsiku setelah mendengar suara mobil Mas Zidan di garasi. Dia sudah pulang rupanya. Aku tidak mau dia tahu aku sedang mengerjakan skripsiku di rumah. Apa peduli dia? Dia bahkan tidak pernah menanyakan apa yang aku lakukan. Kami hampir tidak ada komunikasi. Aku malah akrab dengan kedua orang tuanya. Aku merasa sudah mendapatkan pengganti orang tuaku. Papa dan mama mertuaku sangat menyayangiku sementara Mas Zidan, dia sama sekali tidak menganggapku ada.
Pernikahan macam apa yang ku jalani ini. Sampai kapan akan seperti ini? Mas Zidan tidak pernah memulai percakapan ketika kami sama-sama berada dalam satu kamar begini. Dia sibuk dengan Ipad-nya. Dengan wajahnya yang dingin seperti itu aku pun menciut untuk mengajaknya ngobrol atau sekedar menyapanya. Ah, sudahlah mungkin memang sudah takdirku memiliki pernikahan seperti ini.
***
“Zi, kamu tahu nggak Ochi itu gadis yang beda banget dengan gadis-gadis lain. Setiap aku mau ngasih bantuan, dia selalu menolak. Kayak kemaren aku ngasih keringanan buat dia agar membeli laptop baru, dan dia bisa bayar cicilannya hanya dengan harga cash. Aku salut dengan dia. Benar-benar mandiri tuh anak” cerita Adam.
Entah kenapa belakangan ini Adam selalu membicarakan Office Girl yang bernama Ochi itu. Dari cerita Adam saja Zidan juga merasa kagum dengan gadis itu. Dia jadi penasaran seperti apa sih sosok gadis bernama Ochi itu.
“Emang laptopnya kenapa?” tanya Zidan akhirnya kepo juga tentang Ochi.
“Dia bilang laptopnya nge-hang, padahal kan dia lagi sibuk nyusun skripsi” jawab Adam.
“Dam, kamu menyukainya, ya?” tanya Zidan polos.
“Dibilang suka gimana, ya. Dia udah ku anggap seperti keponakan sendiri. Tapi aku mengagumi kemandiriannya. Cewek di zaman sekarang kamu tahu sendirikan, matrealistis. Cari kesempatan jika dekat dengan cowok-cowok seperti kita” jawab Adam tersenyum lalu duduk di sofa ruangan Zidan. Zidan manggut-manggut menyetujui pendapat Adam soal cewek zaman sekarang.
“Darinya aku juga banyak belajar tentang Islam, Zi. Perlahan-lahan aku meninggalkan kebiasaan burukku. Tapi keponakanku, Monica kok masih tengil aja berteman dengannya” lanjut Adam tertawa kecil.
Dari ceritanya kayaknya Adam menyukai Ochi, nih. Zidan senyum-senyum sendiri melihat tingkah Adam. Kelihatan banget wajahnya berbinar-binar ketika menceritakan tentang Ochi. Tapi seingat Zidan bukannya Adam udah punya cewek.
“Dam, bukannya kamu udah punya pacar? Gimana hubunganmu dengan dia?” tanya Zidan.
Zidan juga melihat Adam dua bulan belakangan ini sudah tidak merokok lagi. Apa karena Ochi juga?? Hmm besar juga pengaruh gadis itu.
“Udah putus” jawab Adam singkat.
“Apa karena Ochi?” tanya Zidan penasaran.
“Aku takut dosa, Zi. Linda kayaknya agresif banget, aku takut khilaf. Lagian kata Ochi juga pacaran itu indah kalau sudah menikah” jawab Adam tersenyum.
Tuh kan Ochi lagi. Seperti apa sih gadis itu sampai seorang Adam bisa berubah kayak gini.
“Nah, sama dong kita sekarang ... Jomblo!” ledek Zidan terkekeh. Zidan menepis kata hatinya yang berbisik kalau dia sudah menikah.
“Ah, kalau jomblo mah kamu dari dulu, Zi. Aku mah beda” elak Adam terkekeh. “Udah, ah. Aku mau balik ke ruanganku dulu, siapa tau Ochi sudah datang”
Zidan menatap Adam penuh tanda tanya. “Biasa Zi mau dibuatin kopi” kerlingnya melihat Zidan.
Alah, bilang aja suka, Dam. Kok nggak mau mengakui.
***
Zidan POV
Pulang dari kantor, aku langsung kembali ke rumah. Kamarku tampak sepi tidak ada tanda-tanda Zahra sudah pulang ke rumah. Ke mana dia? Sudah sore begini belum juga pulang.
Aku membaringkan tubuhku di atas ranjang. Masih terngiang-ngiang obrolanku dengan Adam tentang Office Girl yang baruku ketahui itu. Aku memang tidak peduli dengan karyawan di bagian pantry. Jadi aku tidak terlalu tahu siapa-siapa yang ada di sana.
Tok.Tok.Tok.
“Zi” suara mama memanggil dari luar kamar. Dengan malas aku bangun membukakan pintu kamar.
“Ada apa, Ma?”
“Zi, Zahra belum pulang. Apa kamu nggak khawatir?” tanya mama dengan wajah cemas.
“Ma, ini masih sore, baru jam lima. Nanti juga pulang” jawabku cuek.
“Zi, kenapa kamu nggak peduli sama sekali dengan Zahra?. Dia kan istri kamu” ujar mama hampir berteriak.
“Ma, Zahra itu bukan anak kecil. Dia tahu jalan pulang. Atau dia bisa telpon jika mau minta jemput. Jadi mama jangan berlebihan mengkhawatirkan dia” balasku kesal.
“Zi, mama tidak menyangka dengan sikap cuek kamu begini” ujar mama kecewa lalu meninggalkan kamarku.
Aaargh. Kalian lebih peduli dengan Zahra dibandingkan dengan aku, anak kandung kalian sendiri. Ku hempaskan badanku ke atas ranjang. Semua gara-gara Zahra!!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
Yusria Mumba
suami tapi istri sendiri d cueking,
2023-01-14
0
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
kl dah th Ochi itu Zahra pasti Zidan kaget
2021-05-10
0
aida
dasar cowok
2020-11-13
0