Part 2: Tawaran Menikah

“Pa, mama kok kepikiran dengan Zahra terus” ucap Nancy di kamarnya. Nancy selalu teringat dengan wajah sendu Zahra, dan ketegarannya ketika harus hidup sendiri tanpa kedua orang tuanya lagi.

“Iya, Ma. Papa juga kasihan dengannya. Dia jadi hidup sendirian. Zahra gadis yang baik dan sholehah, sungguh beruntung orang tuanya. Ma, gimana kalau Zahra kita ajak tinggal di rumah kita saja?" saran Dirga lagi pula mereka kan tidak mempunyai anak perempuan.

“Hm, Papa ini. Kita kan punya anak laki-laki. Apa Zahra mau? Mama nggak yakin dia mau, Pa” sanggah Nancy mengingat Zahra dengan jilbab panjangnya.

“Bisa saja, Ma, kalau dia jadi menantu kita. Itu kalau dia mau” lirik suaminya.

Nancy tersenyum mendengarkan saran suaminya. Ya, dia akan meminta Zidan untuk menikahi Zahra, sehingga gadis itu tidak kesepian dan dia akan memiliki keluarga lagi.

“Ya, Pa. Mama setuju sekali. Tapi Papa aja yang bilang ke Zi tentang rencana kita” tunjuk Nancy.

“Mama ajalah, kan mama lebih dekat dengan Zi” tolak Dirga.

“Pa, Zi lebih segan dengan papa. Kalau mama nanti banyak ngelesnya tuh anak. Jadi papa aja yang bicara dengan Zi”

“Iya ... Iya.” Dirga akhirnya menyetujui saran dari istrinya, memang dia yang harus turun tangan langsung.

***

Selesai berembuk. Nancy memanggil putra semata wayangnya yang baru pulang dari nge-gym.

“Zi, papa kamu mau bicara” panggil Nancy melihat Zidan melewati mamanya yang sedang duduk santai di ruang tamu.

“Nanti aja, Ma. Zi mau mandi dulu” kata Zidan berjalan meninggalkan mamanya ke kamar.

Badannya sudah lengket oleh keringat. Dia sudah tidak sabar lagi mau mengguyurnya dengan air. Lelaki berumur 27 tahun itu selalu menjaga tubuhnya agar tetap sehat dengan rajin berolah raga. Lima belas menit kemudian Zidan sudah rapi menemui papanya.

“Mau Bicara apa, Pa?” tanya Zidan duduk di depan papanya.

“Zi, papa udah cerita tentang korban yang papa tabrak beberapa minggu yang lalu?”

“Ya, terus apa hubungannya dengan Zi?” tanya Zidan heran.

“Zi, anak gadisnya kini sebatang kara. Papa dan mama ingin menjadikannya menantu” jawab Dirgantara datar menatap mata anaknya.

“Maksud Papa, aku harus menikahinya?” tanya Zidan tidak percaya.

“Zi, kamu juga udah pantas berumah tangga. Kenapa menolak?” desak Nancy.

“Ma! Aku nggak kenal dengannya kenapa harus menikahinya” tolak Zidan tidak terima. Bagaimana bisa dia harus menikahi gadis yang tidak dikenalnya sama sekali itu.

“Zi, kamu tahu? Mama dan papa sampai sekarang dibayangi rasa bersalah karena perantara papa, kedua orang tuanya meninggal di hari yang sama. Bisa kamu bayangkan tidak ada keluarga lain yang bersamanya. Dia sekarang sebatang kara Zi” jelas Dirga sedikit emosi.

Zidan menghela nafasnya mendengar ucapan papanya. “Untung Zahra tidak menuntut papa ke pengadilan Zi. Kalau dia menuntut, papa mu bisa masuk penjara” tambah Nancy.

“Zi, bantulah papa agar tidak dibayangi rasa bersalah dengan Zahra. Papa tunggu keputusanmu” pinta papanya melunak lalu berdiri dan pergi meninggalkan Zidan yang masih termanggu dengan permintaan papanya.

“Zahra gadis yang baik, Zi, makanya mama dan papa ingin menjadikannya menantu. Kalau kamu mau membahagiakan mama dan papa tolong jangan kecewakan mama dan papa, Zi” Nancy pun ikut menyusul suaminya meninggalkan Zidan.

***

Zidan Pov

Kenapa papa dan mama tiba-tiba memintaku menikah dengan gadis yang bernama Zahra itu? Aku tahu kondisinya yang sebatang kara itu, tapi menurutku menikahinya bukanlah solusi. Aku tidak mengenalnya dan dia juga tidak mengenalku. Apa itu tidak aneh.

Sejak papa menawarkan pernikahan dengan gadis bernama Zahra itu, aku selalu melihat papa tidak banyak bicara. Bahkan papa tidak mau melihatku. Ya, papa sepertinya marah denganku. Ah, aku jadi serba salah. Aku tidak banyak tahu tentang gadis itu bahkan bertemu dengannya saja belum pernah. Tapi mama banyak cerita tentangnya. Dia gadis berjilbab lebar, ramah ,baik hati dan sholehah buktinya mau memaafkan papa dan menerima dengan ikhlas kematian kedua orang tuanya yang disebabkan oleh papa.

“Zi, kamu tahu mama dan papa sampai sekarang dibayangi rasa bersalah karena perantara papa kedua orang tuanya meninggal di hari yang sama, bisa kamu bayangkan tidak ada keluarga lain yang bersamanya. Dia sekarang sebatang kara Zi” kata-kata papa masih terngiang di telinga ku.

Aku pun jadi tidak bisa tidur nyenyak melihat suasana rumah mendadak sepi dan dingin dengan perubahan sikap papa. Pekerjaan di kantor juga sedang menumpuk, ditambah permintaan papa yang menurutku tidak masuk akal. Terlalu memaksakan diri dengan aku sebagai korbannya. Bagaimana ceritanya Zidan menikah dengan gadis yang tidak dikenalnya sama sekali. Kenapa tidak biayai saja hidupnya, jadi aku tidak perlu menikahinya segala. Kalau aku menolak sudah pasti aku bakal tidak dianggap anak lagi oleh mereka. Aaargh.

Akhirnya aku menemui papa di ruang kerjanya. Aku akan menyampaikan keputusan ku setelah berpikir dengan tenang tanpa emosi.

“Pa, Zi mau bicara soal tawaran papa itu” kata ku melihatnya membaca laporan di meja kerjanya. Papa menghentikan aktivitasnya dan melihatku dengan raut wajah serius.

“Bagaimana?” tanya papa sambil melepaskan kacamatanya.

“Zi terima tawaran papa, tapi Zi ingin akad nikah saja sampai Zi siap menerima Zahra sebagai istri seutuhnya baru Zi mau mengadakan resepsinya” jawabku.

Ya, aku baru mau pernikahanku diumumkan ke semua orang kalau aku bisa menerima dan mencintainya.

“Baiklah, Zi. Papa dan mama akan menemui Zahra secepatnya untuk membicarakan tentang pernikahan ini” ujar papa bersemangat. Begitu istimewanya Zahra sampai papa bisa tersenyum kembali setelah mendengar keputusan ku.

"Kau tidak akan bisa tersenyum Zahra, sama seperti aku yang tidak bisa tersenyum lagi karena kehadiranmu di rumah ini. Kita lihat saja nanti. Aku terpaksa menerima pernikahan ini karena orang tuaku, bukan karena aku kasihan denganmu" batinku tersenyum miris.

***

Setelah Zidan pergi meninggalkan ruangan kerjanya, Dirga segera menemui Nancy untuk memberitahu kabar bahagia kalau Zidan mau menikahi Zahra.

“Pa, kok senyum-senyum. Kayaknya bahagia banget. Kenapa, sih?” tanya Nancy penasaran melihat suaminya masuk ke dalam kamar.

“Mama juga pasti happy kalau mendengarkan kabar ini” jawab Dirga tersenyum mendekati Nancy.

“Apa sih, Pa? Buat mama penasaran aja” tanya Nancy.

“Ma, Zi mau menikahi Zahra” ujar Dirga.

“Serius, Pa? Zi mau?” tanya Nancy tidak percaya. Dirga hanya mengangguk menyakinkan istrinya. Nancy pun memeluk suaminya karena bahagia.

“Pa, kita harus cepat menemui Zahra” ajak Nancy tidak sabar.

“Iya, Sayang. Besok kita akan menemui Zahra”

Dirga tersenyum membalas pelukan istrinya. Sepertinya istrinyalah yang menyukai Zahra, bukan anaknya. Dirga tahu bahwa Zidan terpaksa mau menikahi Zahra, tapi tidak apalah. Toh cinta akan hadir karena seringnya bertemu dan berinteraksi. Pikir Dirga.

Dalam hati Dirga, dia hanya ingin membantu Zahra agar kedua orang tuanya tenang di alam kubur sana. Setidaknya gadis itu ada yang melindungi dan menjaganya.

***

Setelah seharian beraktivitas aku tertidur karena kelelahan. Walaupun hanya setengah jam tertidur, tapi cukup membuat badanku segar kembali. Setelah ayah dan ibu meninggal hari-hariku terasa sepi. Hanya disibukkan dengan kuliah kesedihanku sedikit berkurang.

Kerja part time di sebuah perusahaan besar juga sedikit menghapus dukaku karena teman kerja di sana tidak tahu tentang berita meninggalnya kedua orang tuaku. Walaupun sebagai office girl di sana, lumayan juga bisa menambah biaya kuliahku. Tau sendiri kan biaya kuliah di kedokteran tidak sedikit. Apalagi sekarang aku sedang menyusun skripsi. Sebentar lagi gelar sarjana kedokteran akan ku raih. Ah...ini semua karena bantuan Monica sahabatku itu. Dia yang membantuku bisa kerja part time. Lewat bantuan Omnya, Adam, aku bisa masuk ke perusahaan besar itu.

Tok.Tok.Tok.

Tiba-tiba pintu rumahku sepertinya ada yang mengetuk.

”Assalamualaikum” seperti suara Tante Nancy.

Ya, wanita itu sering mengunjungiku. Katanya dia tidak punya anak perempuan, makanya sudah menganggapku seperti anaknya.

“Waalaikumsalam” sahutku sambil membukakan pintu. “Eh, Tante dan Om, silahkan masuk” ajakku tersenyum melihat kedatangan mereka.

“Za, apa kabar Sayang?” tanya Tante Nancy ramah meraih tanganku lalu mencium pipi kiri kananku. Tante Nancy dan Om Dirga masuk dan duduk di sofa tua peninggalan orang tua ku.

“Alhamdulillah sehat, Tante” jawabku tersenyum.

“Aku buatkan minum dulu, ya” lanjutku ingin ke belakang sekedar membuatkan mereka air teh. Tante Nancy menarik tanganku sambil menggelengkan kepalanya.

“Nggak usah repot-repot. Ada yang mau Tante bicarakan” katanya membuat alisku sedikit terangkat.

Mau bicara apa, ya. Kok, aku jadi deg-degan.

“Duduklah” ujar Om Dirga.

“Zahra, Om dan Tante mau menawarkan sesuatu...” potong tante Nancy melirik suaminya.

“Kamu mau tidak tinggal bersama kami?” sambung Om Dirga.

“Maksud, Om? Aku nggak ngerti” tanyaku heran.

“Za, kami mau Zahra menganggap kami sebagai pengganti kedua orang tuamu dengan tinggal di rumah Om dan tante” jawab Tante Nancy. Aku cukup kaget dengan tawaran Om Dirga dan Tante Nancy.

“Makasih Tante, tapi aku lebih suka di sini meskipun rumah ini kecil tapi banyak kenangan bersama ayah dan ibuku di sini. Lagipula tante kan punya anak laki-laki. Za tidak mau nanti ada fitnah jika Za tinggal di sana” jelasku.

Tante Nancy pernah memberitahuku kalau dia mempunyai satu anak laki-laki.

Sejujurnya aku memang kesepian tidak ada lagi yang perhatian denganku. Tapi tante Nancy begitu perhatian sejak kedua orang tua ku tiada.

“Hmm, kami mau mengambilmu sebagai menantu. Jadi tidak akan ada fitnah, Za. Bagaimana?” tanya Om Dirga serius.

Aku tersentak kaget. Mereka mau menjadikan ku menantu? Aku tidak kenal dengan anaknya. Bagaimana? Apakah anaknya bisa menjadi imamku? Melihat kedua orang tuanya saja seperti itu. Orangnya tajir. Apalagi setelah dijelaskan tante Nancy bahwa anaknya memimpin perusahaan milik Om Dirga. Bisa dibayangkan dunianya dan dunia ku sangat jauh berbeda. Bagai langit dan bumi. Apa aku juga pantas bersanding dengan anak Om Dirga?

“Za. Bagaimana?” ulang Om Dirga menyadarkanku dari lamunan.

“Apa anak Om mau menikah denganku? Aku hanya gadis biasa bukan dari keluarga terpandang seperti Om” tanyaku khawatir.

“Za, anak Om dan tante setuju, kok. Kamu bukan gadis biasa Za, tapi gadis istimewa. Ya, nggak, Pa” lirik tante Nancy. Om Dirga tersenyum mengangguk.

“Kalian nanti saling kenal setelah menikah saja, ya. Nanti Om yang urus keperluan akad nikahnya. Kamu mau minta mas kawin apa?” tanya Om Dirga membuatku tersipu malu.

Ya, ampun Om, aku sudah diterima sebagai bagian dari keluarga Om saja sudah bahagia. Aku tidak minta apa-apa lagi.

“Terserah anak Om saja mau ngasih apa, Za terima dengan ikhlas” jawabku tersenyum.

“Ya, Allah, Za. Kamu memang benar-benar beda. Tante semakin sayang deh sama kamu” tante nancy memelukku bahagia.

Ya, aku diajarkan oleh ibuku jika ada pria yang akan melamarku nanti jangan memberatkannya dengan meminta mas kawin yang tinggi. Meskipun aku tahu Om Dirga pasti bisa mewujudkan apa yang akan ku minta, tapi aku tidak mau mengambil kesempatan

***

Continue

Terpopuler

Comments

Thie Adeck Rhina

Thie Adeck Rhina

kenapa harus om sih. tua bgts kyk nya. lbh bagus spupu ato Kaka nya gto

2022-10-12

0

Ita Zarah

Ita Zarah

mantul Thor...
gadis yg baik moga-moga nasib nya
juga baik

2022-09-12

0

Siti Junaeni

Siti Junaeni

kenapa ga bisa kasih like'ya

2022-08-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!