Takdir Cinta Maira
Siang itu disebuah hotel yang berada disebuah kota kecil terlihat ramai oleh para tamu undangan yang hilir mudik keluar masuk untuk menghadiri acara pernikahan seorang gadis cantik dengan seorang dokter tampan.
Papan papan bunga dan berbagai macam karangan bunga terlihat menghiasi sepanjang jalan masuk menuju hotel.
Dekorasi pernikahan itu terlihat sederhana namun tetap indah dan sejuk dipandang mata karena mengusung tema white garden. Dimana hiasan bunga mawar putih dipadukan dengan bunga tulip, menambah suasana sakral itu tampak lebih kekeluargaan.
Namun fokus tamu bukanlah pada tempat dan dekorasi pesta itu, melainkan kearah kedua mempelai yang kini bersanding bagai raja dan ratu diatas pelaminan. Jika dilihat, kedua mempelai itu terlihat begitu serasi, karena sama sama tampan dan cantik meski sang mempelai wanita masih terlihat begitu muda. Mempelai pria tampak begitu gagah dengan pakaian pengantin nya yang bewarna putih, sedangkan mempelai wanita tampak begitu cantik dengan gaun putih yang menghiasi tubuh nya.
Namun satu yang tidak disadari oleh tamu undangan, yaitu raut wajah mempelai wanita yang sangat begitu tertekan, dia hanya memberikan senyum terpaksa dan seadanya pada para tamu yang mengucapkan selamat untuknya.
"Kamu lelah?" tanya sang mempelai laki laki. Namun mempelai wanita hanya menggeleng dengan wajah datar nya, dia masih menatap datar kumpulan orang orang yang tengah berbincang dimeja tamu.
Mempelai wanita itu adalah Maira Anindita Suseno. Seorang gadis cantik yang masih berusia sembilan belas tahun dan masih berkuliah disebuah universitas ternama dia ibukota dengan jurusan bisnis manajemen. Gadis yang memiliki paras ayu dan menarik, bertubuh tinggi, langsing dan berkulit putih.
Pernikahan yang seharusnya menjadi moment paling membahagiakan bagi seorang gadis ternyata tidak dirasakan oleh Maira. Dia terpaksa memenuhi keinginan ayah nya untuk menikah dengan anak dari sahabat ayah nya hanya karena alasan balas Budi.
Tidak ada alasan bagi Maira untuk menolaknya, banyak hal yang harus dia fikirkan jika menolak pernikahan ini. Maira adalah anak broken home, dia memilih untuk tinggal bersama ayah dan adik ya, sedangkan ibu Maira sudah menikah lagi dua tahun yang lalu.
Ayah Maira menderita paru paru basah stadium akhir dan memerlukan banyak biaya untuk pengobatan nya. Maira juga memiliki seorang adik laki laki yang masih bersekolah dijenjang SMA dan juga memerlukan biaya.
Semua harta ayahnya sudah habis untuk biaya pengobatan rumah sakit diibu kota.
Selain kuliah, Maira juga bekerja sebagai penulis novel online dan itu juga hanya cukup untuk membiayai kuliah nya sendiri.
Dan karena itulah Maira terpaksa menerima permintaan ayahnya, dia tidak ingin membuat ayahnya kecewa disisa akhir hidupnya. Karena sekarang kondisi kesehatan ayah Maira sudah benar benar parah. Bahkan untuk duduk saja ayah Maira sudah tidak bisa terlalu lama.
Maira harus bisa rela membunuh hatinya dan melepaskan cinta yang telah lama dia jalin selama tiga tahun ini. Merelakan meninggalkan orang yang menjadi cinta pertama nya demi untuk menikah dengan seorang dokter yang baru dikenal nya satu bulan terakhir.
Lelaki itu adalah dokter Danar. Danar Pramudya Pangestu. Seorang dokter spesialis yang berusia tiga puluh satu tahun. Memiliki perawakan tinggi, gagah dan tampan. Dokter Danar adalah dokter yang banyak disukai oleh kaum hawa karena sifat nya yang ramah dan juga murah senyum. Namun itu tidak berlaku untuk Maira, karena dia sama sekali tidak tertarik dengan dokter tampan yang kini telah sah menjadi suami nya itu. Maira hanya menganggap dokter Danar adalah sebuah ujian hidup untuk nya, dan dia benci itu.
"Bertahanlah sebentar lagi. Setidak nya meskipun terpaksa tapi senyum mu sangat diperlukan saat ini" kata dokter Danar. Dia sedikit mendekat kearah Maira
Maira melirik tidak suka pada dokter Danar yang tetap selalu tersenyum menatap nya, dia tahu jika Maira tidak menginginkan pernikahan ini, tapi inilah takdir mereka, suka tidak suka, mereka harus melaluinya.
"Saya tahu, saya bukan anak kecil yang tidak mengerti keadaan" balas Maira dengan begitu ketus
Dokter Danar hanya tersenyum mendengar nya, pandangan mata nya masih fokus pada tamu undangan
Maira menarik nafas nya perlahan, mencoba menetralkan perasaan nya yang entah kenapa masih begitu sulit untuk menerima kenyataan ini.
Maira menoleh kearah orang tua dokter Danar yang sedang menyambut tamu tamu mereka, dan kembali menoleh kesegala arah mencari keberadaan adiknya. Karena tadi Maira masih melihat adiknya duduk didekat meja makanan sembari memainkan ponselnya, tapi sekarang sudah tidak kelihatan lagi.
"Rio pergi melihat ayah didalam" ucap dokter Danar yang mengerti apa yang dicari Maira.
Maira hanya terdiam dan menundukkan sedikit kepalanya. Hari pernikahan yang benar benar membuat hatinya remuk dan tidak berbentuk lagi.
Menikah bukan dengan orang yang dicintainya, Ibu yang tidak ada disampingnya, dan ayahnya yang kini tengah berada diantara hidup dan mati.
Sungguh miris jalan hidup Maira, dia hanya berharap, semoga dia mampu melewati ini. Jika tidak, maka dia pasrahkan pada yang mempunyai takdir.
...
Acara berlanjut tidak sampai malam hari karena mengingat keadaan ayah Maira yang benar benar lemah. Dan saat ini pesta telah berakhir, mereka semua telah berada dikamar ayah Maira. Bahkan Maira masih mengenakan gaun pengantin nya.
Maira duduk disamping ayahnya sembari mengusap lembut lengan lemah itu. Dokter Danar baru saja memeriksa keadaan ayah Maira.
"Apa tidak sebaiknya kita kerumah sakit ayah?" tanya dokter Danar pada ayah mertua nya
Ayah Maira, pak Seno, hanya tersenyum dan menggeleng lemah menatap menantu dan putri nya bergantian.
"Enggak, rasa nya ayah sudah enggak kuat lagi. Ayah sudah cukup bahagia melihat kalian menikah" jawab pak Seno
"Tolong jaga putri ayah dengan baik ya nak. Bimbing dia agar menjadi istri yang Solehah" pinta pak Seno dengan wajah penuh harap pada dokter Danar
"Insha Allah ayah" jawab dokter Danar dengan senyum tulusnya.
Kini pak Seno menoleh pada Maira yang mata nya sudah mengembun ingin menangis
"Maira ingat pesan ayah ya nak. Jadi istri yang baik untuk suami kamu, dan jaga Rio kalau ayah sudah enggak ada" pinta pak Seno pada Maira yang hanya mampu mengangguk menahan Isak tangisnya.
Pak Seno kembali menoleh pada tuan Beni, besan nya.
"Terimakasih untuk semuanya ya Ben, aku berhutang budi padamu. Aku titip anak anakku" kata pak Seno
"Jangan berkata begitu, jasamu pada keluarga kami lebih dari apa yang sudah aku lakukan. Aku pasti akan menjaga Maira dan Rio dengan baik. Kamu hanya perlu fokus pada kesehatanmu saja" jawab tuan Beni. Namun pak Seno hanya tersenyum menanggapi nya. Mata nya melirik pada Rio yang berdiri disudut pojokan dan hanya memperhatikan mereka semua.
"Ayah istirahat dulu ya, jangan banyak gerak, nanti ayah lelah" kata Maira sembari mengusap air matanya.
"Iya nak, ayah memang mau istirahat. Kalian juga istirahat. Ayah ingin tidur." jawab pak Seno
"Baiklah, ayo kita keluar, biarkan besan istirahat dulu" ajak tuan Beni
"Maira mau menemani ayah disini" kata Maira, namun pak Seno langsung menggeleng
"Pergilah nak, ini malam pernikahan kalian, ayah ingin tidur sendiri malam ini" sahut pak Seno
"Tapi ayah" rengek Maira tidak setuju. Dia benar benar begitu berat untuk meninggalkan ayahnya. Begitu pula dengan Rio, tapi apa mau dikata, ayah mereka tidak ingin ditemani oleh siapapun.
"Ayo Mai" ajak tuan Beni. Dan mau tidak mau dengan berat hati Maira melepaskan genggaman tangannya
"Maira keluar dulu ayah, jika ayah butuh sesuatu ayah bisa menelepon Maira seperti biasa." ucap Maira. Pak Seno hanya mengangguk dan tersenyum menatap anak anak nya bergantian.
Dokter Danar membawa keluar Maira dan Rio, diikuti oleh tuan Beni dan istrinya yang sedari tadi hanya diam dengan wajah yang terlihat tidak suka dan terkesan dingin.
...
Didalam kamar, Maira duduk disofa dengan wajah datar terkesan dingin. Hatinya benar benar gelisah tidak menentu. Kekhawatiran nya akan keadaan ayahnya membuat dia benar benar tidak tenang saat ini. Rasa nya semua perasaan berkecamuk dihati kecilnya. Dia sebenar nya tidak ingin ada pesta mengingat keadaan ayahnya, tapi pak Seno dan tuan Beni ingin mereka mengadakan acara sebagai kenang kenangan. Mereka mengadakan pernikahan dikota tempat tinggal tuan Beni, karena Maira tidak ingin ada yang mengetahui tentang pernikahan nya dengan dokter Danar, terutama Ervan, mantan kekasih nya.
Maira sedikit terkesiap saat sebuah suara mengejutkan lamunannya. Dokter Danar yang baru saja keluar dari kamar mandi sudah tampak begitu segar dengan pakaian santai nya. Dia terlihat begitu tampan saat ini, namun tidak dipandangan Maira.
"Mandilah, air hangatnya sudah saya siapkan" ucap dokter Danar sembari berjalan mendekati Maira. Maira hanya diam dan langsung beranjak dan berjalan meninggalkan dokter Danar yang memandangnya dengan helaan nafas pelan. Sama sekali Maira tidak ada menoleh kearahnya, dan tentu saja itu membuat dokter Danar terusik hatinya.
"semoga suatu saat kamu bisa menerimaku Maira "gumamnya penuh harap
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
Marifatul ilmiyah
dokter Danar sepertinya baik deh...
2023-02-24
0