Bingung Dan Gelisah

Sore itu hari terlihat mendung diarea pemakaman umum, bahkan gerimis sejak tadi mengiringi acara pemakaman pak Seno, ayah Maira.

Suasana duka begitu terasa ditempat itu, dimana mereka harus melepaskan sahabat dan orang tua yang begitu baik bagi mereka.

Lantunan doa terdengar menghiasi setiap langkah terakhir pak Seno menuju tempat peristirahatan nya. Pakaian serba hitam yang mereka kenakan seolah memang menandakan suasana duka yang mendalam, ditambah dengan hari yang memang sengaja mencurahkan airnya agar air mata kesedihan mereka tidak akan terlihat oleh siapapun.

Maira dan Rio berjongkok disisi pusara ayah mereka, tangan mereka terulur menabur bunga untuk menghiasi tempat peristirahatan ayah kebanggaan mereka. Pandangan mata mereka begitu sayu dan penuh kesedihan, bagaimana tidak mereka harus dipaksa untuk kehilangan orang yang mereka sayangi dengan begitu cepat.

Dokter Danar dan tuan Beni juga ikut menabur bunga dimakam pak Seno, bahkan tadi dokter Danar sendiri yang turun kedalam kubur mengantarkan jenazah ayah mertuanya dan mengazankannya. Dia juga merasa kehilangan dengan kepergian mertua nya itu, bukan hanya sebagai mertua, namun dokter Danar lah yang merawat pak Seno selama satu bulan terakhir ini dirumah sakit tempat nya bekerja.

Para pelayat yang datang kepemakaman pak Seno terlihat mulai membubarkan diri. Dan kini yang tersisa hanya tinggal Maira, dokter Danar, Rio, tuan Beni dan istrinya yang tidak banyak berbunyi sejak meninggalnya ayah Maira pagi tadi.

"Kita pulang?" ajak dokter Danar pada Maira dan Rio

Rio menatap kakaknya yang tersenyum da mengusap pundak nya dengan lembut

"Pulanglah lebih dulu, nanti kakak nyusul" ucap Maira. Rio hanya mengangguk patuh dengan wajah sendu nya. Maira tahu Rio benar benar kehilangan kini.

"Jangan lama lama nak, hujan semakin deras" kata tuan Beni. Dan Maira hanya mengangguk saja

Ibu dokter Danar langsung pergi tanpa berkata apapun. Wajahnya datar dan terkesan begitu dingin, entah apa yang ada difikiran wanita itu, Maira tidak ingin perduli.

Rio pulang bersama tuan Beni yang merangkul pundaknya, dan kini tinggalah dokter Danar dan Maira dipemakaman itu. Dokter Danar berdiri dibelakang Maira dengan tangan yang memegang payung. Sedangkan Maira berjongkok dengan pandangan mata yang begitu nanar dan tampak kosong.

"Dokter bisa pulang, saya ingin sendiri saat ini" ucap Maira tanpa menoleh pada dokter Danar dibelakang nya

"Hari sudah mau maghrib dan saya tidak bisa meninggalkan kamu sendiri disini" jawab dokter Danar

"Saya bukan anak kecil yang perlu dikhawatirkan" sahut Maira

"Saya tidak mengkhawatirkan diri kamu, saya hanya mengkhawatirkan diri saya sendiri. Jika ayah tahu saya pulang sendiri, pasti saya yang akan disalahkan" jawab dokter Danar.

Maira begitu kesal mendengar nya. Dia menoleh sadis pada dokter Danar yang berwajah tenang itu, sungguh menjengkelkan

"Saya tidak perduli" dengus Maira yang melengos kesal

Dokter Danar hanya tersenyum tipis, dan Maira kembali menatap pusara ayahnya. Mereka terdiam begitu lama, hanya gemerisik air hujan yang mengisi suara disenja hari dipemakaman itu.

Maira mengusap penuh perasaan pada batu nisan ayahnya, bahkan air hujan yang mulai membasahi tubuhnya tidak lagi dirasakan nya. Dia malah merasa lebih tenang karena terkena tetesan air hujan, seolah semua perasaan nya ikut meluruh bersama air yang membasahi tubuhnya, ya walaupun tidak langsung terkena air karena dokter Danar yang memayungi nya.

'ayah, apa yang harus Maira lakukan sekarang' batin Maira begitu pedih

'bagaimana dengan pernikahan ini, apa Maira harus berpisah? atau bertahan?' batinnya lagi

'lalu bagaimana dengan Rio'

'Maira bingung ayah'

Maira tertunduk pedih, dan kembali terisak, dia benar benar bingung apa yang harus dilakukan nya. Terus meneruskan pernikahan ini? apa itu baik. Tapi jika bercerai, apa ayahnya tidak akan kecewa pada Maira. Melihat Maira menikah dengan dokter Danar adalah keinginan terakhir ayah nya yang memang tidak pernah menuntut apapun dari Maira selama ini. Tapi untuk melanjutkan pernikahan ini apa dia sanggup. Selain usia nya yang masih begitu muda, Maira masih mempunyai impian yang ingin dicapainya.

Dan lagi Rio, bagaimana dengan adiknya itu jika dia tetap melanjutkan pernikahan nya. Dengan siapa adiknya itu akan tinggal, Maira kuliah diibukota sedangkan Rio bersekolah disini. Ya, Maira benar benar bingung, dia sampai menangis dan terisak dengan pilu karena hatinya yang benar benar tidak tentu arah sekarang.

Dokter Danar terlihat menghela nafas nya melihat Maira yang menangis kembali, bahkan dapat dokter Danar lihat punggung Maira yang bergetar hebat. Maira menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya berusaha sekuat mungkin untuk meredam tangis sedihnya, namun terasa percuma.

Maira sedikit terkesiap saat dokter Danar berjongkok disampingnya dan mengusap punggung nya dengan lembut.

"Ayah pasti sedih melihat kamu seperti ini" ucap dokter Danar

"Anda mana tahu rasanya kehilangan" sahut Maira sembari mengusap kasar wajahnya. Suara nya begitu serak dan terdengar penuh.

Maira menatap kesal dokter Danar yang malah tersenyum begitu teduh menatap pusara ayahnya

"Ya, kamu benar" ucap dokter Danar

"Saya memang tidak tahu rasanya kehilangan. Tapi sedikit banyak nya saya tahu arti dari kehilangan itu. Ayah tidak pergi meninggalkan kamu, dia hanya berpindah tempat saat ini, pindah ketempat yang lebih baik lagi. Tempat dimana dia tidak akan merasakan sakit lagi, dan tempat dimana dia menunggu kamu untuk menyusulnya suatu hari nanti"

"Dia ada ditempat itu dan memperhatikan kamu dari sana, dia selalu ada meski tidak lagi terlihat. Dia tahu kegundahan hati kamu, dia tahu apa yang kamu lakukan. Dia mengharapkan doa doa kamu Maira, bukan tangis mu" ungkap dokter Danar dengan suara nya yang begitu tenang yang mampu membuat Maira terdiam sesaat

"Kamu jangan menumpahkan kegelisahanmu disini. Jangan menambah beban nya lagi, kamu tidak tahu seberapa keras dia menghadap Tuhan nya. Kamu hanya cukup duduk diatas sajadah sampai kapanpun kamu mau, adukan semua pada Tuhanmu, maka kamu akan mendapatkan jawaban dari apa yang kamu pertanyakan" tambah dokter Danar lagi

Maira masih terdiam dan menatap pusara ayahnya, benarkah yang dikatakan dokter Danar?

Meski kesal, namun entah kenapa kata kata nya memang mampu masuk kedalam hati Maira.

"Sekarang kita pulang. Ada Rio yang menunggu dirumah" Dokter Danar berdiri dan menatap Maira yang berjongkok ditempatnya

Ya, ada Rio. Maira harus kuat, Maira harus menjadi kakak sekaligus orang tua untuk adiknya itu. Dia tidak boleh lemah, bukankah sedari dulu dia sudah terbiasa hidup mandiri?

....

Tidak terasa seminggu berlalu dengan begitu cepat. Malam ini Maira duduk bersama Rio diteras rumah tuan Beni. Dia sedang mendengarkan keinginan adiknya yang begitu mengejutkan nya

"Jadi kamu ingin tetap tinggal dikota ini?" tanya Maira sekali lagi

Rio mengangguk yakin dan menatap Maira

"Iya kak. Rio ingin sekolah dipondok pesantren saja, selagi baru semester satu" jawab Rio

"Kenapa tidak ikut kakak saja tinggal diJakarta dek, kakak gak bakalan tenang ninggalin kamu sendiri disini" kata Maira begitu keberatan. Bagaimana mungkin dia membiarkan Rio disini

"Kak, Rio udah besar, udah kelas satu SMA, Rio pengen mandiri, sekaligus mewujudkan keinginan ayah dulu yang pengen Rio mondok dipesantren" ungkap Rio dengan wajah sendunya

Maira langsung mengusap pundak adik lelaki semata wayangnya itu dengan lembut. Dia benar benar bingung sekarang.

"Tidak apa apa Maira, kan ada ayah disini. Sesekali ayah pasti jenguk Rio disekolahnya. Ayah juga sudah mencari pondok pesantren yang cocok untuk Rio" ungkap tuan Beni tiba tiba. Maira dan Rio langsung menoleh kearah tuan Beni yang baru keluar dari dalam rumah dengan segelas kopi ditangannya. Rio segera beranjak dan mempersilahkan tuan Beni duduk dikursinya, sedangkan dia beralih kekursi rotan yang ada disebelah Maira.

"Tapi..." ungkapan Maira tertahan karena dia bingung, biaya sekolah dipesantren pasti lebih mahal dari pada sekolah umum lainnya. Apa dia sanggup? Maira sungguh tidak ingin menerima pemberian dari keluarga tuan Beni lebih banyak lagi.

"Jangan khawatir. Rio anak baik, dia pasti bertanggung jawab atas pilihan nya" kata tuan Beni. Maira menoleh pada Rio yang mengangguk dan tersenyum penuh keyakinan.

Maira menarik nafas nya perlahan dan tersenyum dengan terpaksa

"Baiklah, tapi kamu harus janji untuk akan baik baik saja dan tidak akan mengecewakan kakak" pinta Maira

"Iya kak, Rio janji" jawab Rio dengan yakin

"Untuk soal biaya kamu tidak usah khawatir Maira. Ayah kalian sudah mempersiapkan semuanya dengan baik, dia tidak mungkin menelantarkan anak anak nya" ungkap tuan Beni, dan Maira langsung mengernyit bingung mendengarnya

"Maksud ayah? Bukankah semua harta ayah kami sudah habis untuk pengobatan nya dulu?" tanya Maira. Tapi tuan Beni langsung menggeleng dan tersenyum

"Tidak nak, harta yang terlihat memang sudah habis kalian jual, tapi sebenarnya sejak dulu ayah kalian sudah menginvestasikan sebagian harta nya pada bisnis ayah. Dia mempercayakan ayah yang mengelolanya. Dan asal kamu tahu, jika bisnis perhotelan yang ayah miliki adalah hasil dari bantuan ayah kamu. Dia memberikan modal yang cukup besar dulu pada ayah yang belum punya apa apa, dan alhamdulillah bisnis itu berkembang pesat hingga sekarang"

"Ayah kalian tidak ingin ayah mengembalikan modal yang ayah pinjam, dan dia berkata jika uang itu dia serahkan pada ayah sebagai bentuk investasi untuk tabungan masa depan kalian"

"Bukan kalian yang berhutang budi pada ayah, tapi ayah lah yang berhutang budi pada ayah kalian" ungkap tuan Beni panjang lebar.

Maira tertegun dan langsung terdiam. Apa apaan ini? Kenapa seperti ini? Siapa yang bisa menjelaskan padanya sekarang. Maira sungguh bingung

"Hotel tempat kalian menikah adalah hotel atas namamu nak" ungkap tuan Beni lagi. Dan kembali , Maira melebarkan matanya dan terkesiap kaget mengetahui hal itu

"Yang benar saja" gumam nya tak percaya

"Ya, itulah hasil investasi ayah kalian untukmu. Dan untuk Rio, sebuah showroom mobil yang akan menjadi bagian nya nanti. Semua berkas sudah ayah siapkan, semua nya sudah ada dan tinggal tanda tangan dari kalian saja" kata tuan Beni lagi

Maira benar benar dibuat seperti mimpi, kenapa ayah nya tidak pernah bercerita pada nya dulu. Bahkan karena takut menyusahkan ayah nya, Maira sampai harus rela bekerja sampingan demi untuk menutupi kebutuhan hidupnya diibukota. Astaga, dia ingin berteriak frustasi saat ini

"Hei, kenapa kamu melamun?" tanya Tuan Beni pada Maira yang menatapnya dengan wajah bingung

"Jangan terlalu banyak berfikir, jika ayah kalian memberitahu kalian tentang ini sejak lama, kamu tidak akan tahu bagaimana rasanya untuk mensyukuri sesuatu bukan" goda tuan Beni membuat Rio tertawa dan Maira langsung memalingkan wajahnya yang tersipu malu.

Ya, itu benar. Tapi pernikahan nya, Maira sudah berfikir jika dia menerima tawaran pernikahan itu sebagai bentuk balas budi, tapi yang terjadi malah sebaliknya, dan sekarang dia benar benar membenci dokter Danar. Lihat saja apa yang akan dilakukan nya nanti.

....

Sementara didalam kamar tuan Beni, dokter Danar terlihat duduk dikursi rias ibunya. Dokter Danar menatap ibunya yang duduk disisi tempat tidur dengan pandangan tidak suka.

"Lihatlah, seminggu sudah dia menjadi istri kamu, apa yang sudah dilakukannya. Hanya mengurung diri dikamar, itu yang disebut sebagai istri?"  ucap ibu dokter Danar dengan kesal

Dokter Danar hanya tersenyum menanggapinya

"Ibu, Maira sedang berduka saat ini. Mungkin dia juga belum bisa menyesuaikan diri dengan keluarga kita" ungkap dokter Danar begitu lembut. Sungguh dia tidak ingin menyakiti hati ibunya.

"Danar, kamu anak laki laki ibu satu satunya, ibu ingin kamu mendapatkan jodoh yang tulus menyayangi kamu, bukan gadis seperti Maira yang tidak ada sama sekali menghormati kamu sebagai suami" kata ibu dokter Danar lagi

Dokter Danar langsung beranjak dan berpindah duduk disamping ibunya. Dia mengambil tangan ibunya dan menggenggam nya dengan lembut

"Danar minta maaf ya bu, tapi tolong beri Danar waktu untuk mengubah Maira menjadi seperti yang ibu inginkan, hanya butuh waktu bu" pinta dokter Danar

"Tiga bulan Danar, tiga bulan. Jika dalam waktu tiga bulan dia tidak juga berubah, maka ceraikan dia" kata Ibu begitu tajam membuat dokter Danar langsung terdiam memandang ibunya.

Tiga bulan?

Apa bisa???

Terpopuler

Comments

🌹Fina Soe🌹

🌹Fina Soe🌹

Maira kok kayak gitu ya..egois sekali...yg dipikir cm perasaannya sendiri...

2023-10-06

1

Marifatul ilmiyah

Marifatul ilmiyah

sisakan satu Tuhan cowok kayak dokter Danar untukku untuk jadi jodohku... aamiin hehehe

2023-02-24

0

lihat semua
Episodes
1 Pernikahan
2 Kehilangan
3 Bingung Dan Gelisah
4 Drama Makan Malam
5 Permintaan Dokter Danar
6 Kesepakatan Berumah Tangga
7 Masakan Dokter Danar
8 Kembali Ke Kampus
9 Menangis
10 Mempertahankan Perasaan
11 Hari Yang Melelahkan
12 Pagi Yang Menjengkelkan
13 Minggu Pagi Dirumah
14 Berkumpul Dengan Sahabat
15 Takdir Yang Menyakitkan
16 Tidak Bisa Marah
17 Terpana Dengan Senyumnya
18 Pertengkaran Maira Dan Erika
19 Kenapa Bukan Yang Diharapkan
20 Demam
21 Terungkap
22 Harus Memilih
23 Malaikat Tak Bersayap
24 Makan Siang Bersama
25 Siapa Orangnya?
26 Apakah Dokter Danar
27 Tidak Semudah Itu
28 Takdir Maira
29 Kebimbangan Hati
30 Kebun Bunga
31 Apa Saya Tidak Akan Menyesal????
32 Kejutan Ervan
33 Kita Sudah Berakhir
34 Kedatangan Dokter Tampan
35 Kekesalan Maira
36 Penyesalan Maira
37 Kerumah Sakit
38 Jangan Sentuh Istriku
39 Jangan Pergi
40 Sentuhan Pertama
41 Kesedihan Ervan Kebahagiaan Dokter Danar
42 Bimbing Maira Terus Ya
43 Apa Masih Ada Lelaki Seperti Itu?
44 Memasak Membawa Petaka
45 Yang Terbaik
46 Malam Yang Pertama
47 Berbahagialah Maira
48 Move On
49 Berubah Lebih Baik
50 Menjenguk Putri
51 Berhijrah
52 Kedatangan Ibu Mertua
53 Maira Pingsan
54 Hamil
55 Pingsan Lagi
56 Rindu Mama
57 Ngidam
58 Ke Showroom
59 Kelepasan
60 Ujian Memperbaiki Diri
61 Maira Yang Sensitif
62 Bahan Gunjingan
63 Menahan Marah
64 Kerumah Baru Maira
65 Kesedihan Nindi
66 Menjaga Dari Jauh
67 Boleh Menghinaku, Tapi Jangan Sahabat ku
68 Haruskah Memberi Tahu Tentang Pernikahan?
69 Teguran Mr Petro
70 Pertengkaran Berdarah
71 Kedatangan Dokter Danar
72 Rumah Sakit
73 Tidak Membenci
74 Ungkapan Hati Brian
75 Hukuman Erika
76 Amnesia
77 Dia Siapa?
78 Berubah
79 Menyesal
80 Masih Dirumah Sakit
81 Belajar Mengaji
82 Bertemu Ervan Dan Orang Tuanya
83 Pulang Kerumah
84 Mulai Mengingat
85 Kedatangan Brian
86 Dirumah Nindi
87 Kedatangan Mama
88 Melepas Rindu
89 Kebahagiaan Maira
90 Kedatangan Erika
91 Kebersamaan Di Mesjid Tua
92 Kembali Ingat
93 Permintaan Gila Maira
94 Kekesalan Putri
95 Lamaran Dika Dan Putri
96 Perpisahan
97 Doa Dan Takdir
98 Kemalangan Erika
99 Kerumah Sakit (Erika)
100 Teman Baru (Erika)
101 Tujuan Hidup
102 Niat Baik Ervan
103 Malam Mulai Larut
104 Jalan Jalan
105 Bertemu Nindi Dan Putri
106 Diusir Lagi
107 Harapan
108 Fitting Gaun Pengantin Putri
109 Rasa Penasaran Nindi
110 Menebus Obat
111 Hujan....
112 Jangan Bawa Aku Pulang
113 Terimakasih
114 Mengantar Pulang
115 Cerita Disiang Hari
116 Tentang Erika
117 Tentang Jodoh
118 Bertemu Mama Ervan (Erika)
119 Kerumah Erika
120 Apa Kamu sudah Memaafkan Aku?
121 Mencari Iga Ditengah Malam
122 Makan Tengah Malam
123 Permintaan Dokter Danar
124 Menjenguk Ayah Erika
125 Tentang Lukisan
126 Bingung
127 Aku Takut Van!
128 Lukisan Wajah Ervan
129 Rencana Untuk Erika
130 Lukisan Di Danau Hijau
131 Pernikahan Putri dan Dika
132 Kegundahan Erika
133 Bahagia
134 Kamu Harus Sembuh
135 Berduka
136 Kita Teman
137 Berdamai
138 Aku Akan Melamar mu
139 Perasaan Ervan
140 Erika Pulih
141 Kelahiran Putri Kecil
142 Syukuran Aiza
143 Aku Sudah Jatuh Hati Padamu
144 Pernikahan Ervan Dan Erika
145 Pernikahan Dokter Kemala
146 Kekesalan Brian
147 Terimakasih Telah Menunggu
Episodes

Updated 147 Episodes

1
Pernikahan
2
Kehilangan
3
Bingung Dan Gelisah
4
Drama Makan Malam
5
Permintaan Dokter Danar
6
Kesepakatan Berumah Tangga
7
Masakan Dokter Danar
8
Kembali Ke Kampus
9
Menangis
10
Mempertahankan Perasaan
11
Hari Yang Melelahkan
12
Pagi Yang Menjengkelkan
13
Minggu Pagi Dirumah
14
Berkumpul Dengan Sahabat
15
Takdir Yang Menyakitkan
16
Tidak Bisa Marah
17
Terpana Dengan Senyumnya
18
Pertengkaran Maira Dan Erika
19
Kenapa Bukan Yang Diharapkan
20
Demam
21
Terungkap
22
Harus Memilih
23
Malaikat Tak Bersayap
24
Makan Siang Bersama
25
Siapa Orangnya?
26
Apakah Dokter Danar
27
Tidak Semudah Itu
28
Takdir Maira
29
Kebimbangan Hati
30
Kebun Bunga
31
Apa Saya Tidak Akan Menyesal????
32
Kejutan Ervan
33
Kita Sudah Berakhir
34
Kedatangan Dokter Tampan
35
Kekesalan Maira
36
Penyesalan Maira
37
Kerumah Sakit
38
Jangan Sentuh Istriku
39
Jangan Pergi
40
Sentuhan Pertama
41
Kesedihan Ervan Kebahagiaan Dokter Danar
42
Bimbing Maira Terus Ya
43
Apa Masih Ada Lelaki Seperti Itu?
44
Memasak Membawa Petaka
45
Yang Terbaik
46
Malam Yang Pertama
47
Berbahagialah Maira
48
Move On
49
Berubah Lebih Baik
50
Menjenguk Putri
51
Berhijrah
52
Kedatangan Ibu Mertua
53
Maira Pingsan
54
Hamil
55
Pingsan Lagi
56
Rindu Mama
57
Ngidam
58
Ke Showroom
59
Kelepasan
60
Ujian Memperbaiki Diri
61
Maira Yang Sensitif
62
Bahan Gunjingan
63
Menahan Marah
64
Kerumah Baru Maira
65
Kesedihan Nindi
66
Menjaga Dari Jauh
67
Boleh Menghinaku, Tapi Jangan Sahabat ku
68
Haruskah Memberi Tahu Tentang Pernikahan?
69
Teguran Mr Petro
70
Pertengkaran Berdarah
71
Kedatangan Dokter Danar
72
Rumah Sakit
73
Tidak Membenci
74
Ungkapan Hati Brian
75
Hukuman Erika
76
Amnesia
77
Dia Siapa?
78
Berubah
79
Menyesal
80
Masih Dirumah Sakit
81
Belajar Mengaji
82
Bertemu Ervan Dan Orang Tuanya
83
Pulang Kerumah
84
Mulai Mengingat
85
Kedatangan Brian
86
Dirumah Nindi
87
Kedatangan Mama
88
Melepas Rindu
89
Kebahagiaan Maira
90
Kedatangan Erika
91
Kebersamaan Di Mesjid Tua
92
Kembali Ingat
93
Permintaan Gila Maira
94
Kekesalan Putri
95
Lamaran Dika Dan Putri
96
Perpisahan
97
Doa Dan Takdir
98
Kemalangan Erika
99
Kerumah Sakit (Erika)
100
Teman Baru (Erika)
101
Tujuan Hidup
102
Niat Baik Ervan
103
Malam Mulai Larut
104
Jalan Jalan
105
Bertemu Nindi Dan Putri
106
Diusir Lagi
107
Harapan
108
Fitting Gaun Pengantin Putri
109
Rasa Penasaran Nindi
110
Menebus Obat
111
Hujan....
112
Jangan Bawa Aku Pulang
113
Terimakasih
114
Mengantar Pulang
115
Cerita Disiang Hari
116
Tentang Erika
117
Tentang Jodoh
118
Bertemu Mama Ervan (Erika)
119
Kerumah Erika
120
Apa Kamu sudah Memaafkan Aku?
121
Mencari Iga Ditengah Malam
122
Makan Tengah Malam
123
Permintaan Dokter Danar
124
Menjenguk Ayah Erika
125
Tentang Lukisan
126
Bingung
127
Aku Takut Van!
128
Lukisan Wajah Ervan
129
Rencana Untuk Erika
130
Lukisan Di Danau Hijau
131
Pernikahan Putri dan Dika
132
Kegundahan Erika
133
Bahagia
134
Kamu Harus Sembuh
135
Berduka
136
Kita Teman
137
Berdamai
138
Aku Akan Melamar mu
139
Perasaan Ervan
140
Erika Pulih
141
Kelahiran Putri Kecil
142
Syukuran Aiza
143
Aku Sudah Jatuh Hati Padamu
144
Pernikahan Ervan Dan Erika
145
Pernikahan Dokter Kemala
146
Kekesalan Brian
147
Terimakasih Telah Menunggu

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!