Pagi ini Maira dan dokter Danar sudah siap dengan segala keperluan mereka untuk kembali ke Jakarta. Tidak banyak, hanya beberapa koper berisi pakaian dan barang barang Maira saja.
Mereka sudah berkumpul didepan rumah tuan Beni. Dokter Danar terlihat menyalami tangan kedua orang tuanya. Dia memeluk ibu nya yang terlihat berat melepas kepergian putra nya.
"Jangan sedih bu, seperti melepas Danar kemana saja" ucap dokter Danar. Dia mengusap lembut wajah tua ibunya yang sudah tampak garis keriput halus.
Maira hanya berdiri tidak jauh dari mereka, dia membiarkan dokter Danar berpamitan pada orang tuanya. Dan lagi lagi dia merasa iri melihat dokter Danar yang begitu disayangi orang tua nya, masih bisa saling melepas rindu dan berpamitan. Sedangkan dia, dia tidak akan pernah bisa lagi merasakan itu. Ayah nya sudah tidak ada, dan dia tidak tahu dimana keberadaan ibunya sekarang.
"Rumah sepi gak ada kamu nak" ucap ibu dokter Danar
"Nanti Danar pasti sering pulang kemari, atau kalau enggak kan bisa ibu yang main kesana bareng ayah" jawab dokter Danar. Namun ibu malah mendengus kesal dan melirik suaminya
"Ayah kamu sibuk terus, sama kayak kamu" ucap nya dengan kesal. Membuat tuan Beni dan dokter Danar langsung tertawa kecil mendengar perkataan ibu
"Iya iya. nanti kita bakalan sering main ketempat mereka. Siapa tahu jika kita kesana besok sudah ada kabar bahagia" ucap tuan Beni
"Kabar bahagia apa yah?" tanya dokter Danar
"Cucu lah, memang apa lagi" jawab tuan Beni. Dokter Danar tersenyum canggung dan langsung menoleh pada Maira terlihat terkesiap dan menatap nya dengan kesal
Cucu? Jangan harap. Tidur berdekatan saja Maira enggan, apalagi sampai mempunyai cucu, yang benar saja !
"Doakan saja yah" kata dokter Danar tanpa ingin melihat wajah Maira yang semakin kesal.
"Tentu, umur ayah dan ibu sudah tua, dan kamu juga sudah dewasa, jangan menunda nunda, ya Maira" kini tuan Beni menoleh pada Maira yang tersenyum canggung dan begitu getir. Tuan Beni tidak tahu saja jika niat Maira adalah berpisah dengan dokter Danar, bukan untuk memiliki anak.
Maira langsung menyalami tangan tuan Beni setelah sebelum nya tuan Beni yang mendekat kearahnya.
"Jika ada apa apa langsung hubungi ayah ya. Dan kalau Danar membuatmu sakit hati, bilang pada ayah, ayah pasti akan memberinya pelajaran" ucap tuan Beni. Dia mengusap pucuk kepala Maira. membuat Maira langsung tertegun dengan pedih. Dia jadi rindu ayahnya sekarang.
Maira tersenyum tipis, dan mengangguk pelan. Kini dia mengarah pada ibu dokter Danar. Maira begitu enggan menyalami ibu mertua nya itu, tapi jika tidak, nanti dia pasti akan diceramahi habis habisan oleh mertuanya yang cerewet itu.
Maira mengulurkan tangan nya pada ibu dokter Danar, namun ibu hanya melirik sinis uluran tangan itu
"Ibu" tegur tuan Beni.
Dokter Danar hanya bisa memperhatikan dua wanita kesayangan nya itu dengan helaan nafas berat. Entahlah, terkadang dia berfikir apakah dia bisa mempersatukan mereka atau tidak. Dia hanya berharap agar Allah memberinya jalan terbaik dari keputusannya untuk menikahi Maira.
Akhirnya meski enggan, ibu juga menjulurkan tangan nya pada Maira.
"Jangan kamu sia siakan berlian yang kamu dapatkan dengan mudah hanya karena kamu belum mengenalnya dengan baik. Jangan sampai kamu menyesal dikemudian hari" ucap ibu dokter Danar begitu pelan. Maira hanya diam dan tidak ingin menanggapinya.
Menyesal, Maira rasa dia tidak akan menyesal jika suatu saat nanti berpisah dengan dokter Danar, batin Maira. Namun siapa yang tahu kedepannya akan seperti apa.
Kini ibu kembali beralih pada dokter Danar. Putra semata wayang nya
"Jaga dirimu baik baik disana dan ingat tentang perjanjian kita. Ibu tidak ingin hidupmu yang berharga terbuang sia sia" ucap ibu saat dokter Danar kembali memeluknya.
"Insha Allah bu" jawab dokter Danar sembari melepaskan pelukannya. Dia mencium sejenak kening wanita yang paling disayangi nya itu
"Ayah kami pamit" kali ini dokter Danar beralih pada tuan Beni dan memeluknya sekilas.
"Hati hati nak. Ingat tanggung jawab mu semakin besar sekarang" ucap tuan beni. Dokter Danar hanya mengangguk dan tersenyum menanggapi nya
Setelah berpamitan, Maira dan dokter Danar masuk kedalam mobil yang akan mengantarkan mereka ke bandara. Tidak ada percakapan sama sekali antara Maira dan dokter Danar selama diperjalanan, hingga membuat supir tuan Beni begitu heran melihat tuan muda nya itu.
Sesampainya dibandara, Maira hanya duduk menunggu, karena semua diselesaikan oleh dokter Danar. Tidak lama, hanya menunggu setengah jam dan mereka pun masuk kedalam pesawat untuk terbang kembali keibukota.
Pesawat mengudara, meninggalkan kota dengan sejuta kenangan pahit bagi Maira. Dimana cinta, keluarga dan impian nya harus terhempas jauh dan tidak akan pernah dia dapatkan lagi.
Pandangan mata Maira menatap nanar keluar jendela pesawat. Rasanya benar benar sedih jika mengenang jejak kehidupannya. Beberapa waktu lalu dia pulang untuk mengantar ayahnya yang meminta pulang kerumah mereka yang berada satu kota dengan tuan Beni. Namun sekarang, dia kembali ke Jakarta sudah membawa suami.
Maira menarik nafasnya yang begitu berat. Kenapa kehidupannya semiris ini? Dia begitu iri jika melihat kehidupan orang orang yang bisa mengatur kehidupan nya dengan baik dan sesuai dengan keinginan sendiri.
Punya keluarga bahagia, meraih impian yang dicita citakan dan pastinya menikah dengan orang yang dicintai. Bukan seperti dirinya, yang kalah dengan takdir. Maira benar benar merasa jika dirinya adalah gadis yang paling malang didunia ini.
"Kamu mau minum?" pertanyaan dokter Danar membuat Maira sedikit terkesiap. Dia langsung menoleh pada dokter tampan itu yang menawari nya sebuah botol air mineral.
Maira langsung menggeleng dan kembali menatap keluar jendela. Dokter Danar juga hanya diam dan tidak lagi mengajak Maira berbicara, karena dia tahu gadis itu tidak akan pernah mau menanggapi perkataannya.
Akhirnya setelah empat puluh lima menit mengudara, mereka tiba dibandara Soekarno Hatta. Dokter Danar membantu membawa koper Maira menuju taksi yang sudah dipesan nya.
"Saya mau pulang kekos saya saja" kata Maira saat mereka sudah tiba didepan lobi bandara. Dokter Danar langsung membalikkan tubuhnya dan menatap Maira dengan heran
"Maira, kamu lupa hubungan kita?" tanya dokter Danar menatap Maira dengan lekat
"Memangnya kenapa?" tanya Maira dengan acuh
Dokter Danar menghela nafasnya perlahan dan kembali menarik koper Maira menuju taksi mereka tanpa berkata apapun lagi.
Maira langsung berdecak kesal dan berjalan mengikuti langkah dokter Danar
"Dokter tidak dengar saya bilang apa?"kata Maira begitu kesal, apalagi saat melihat dokter Danar yang memasukan kopernya kedalam bagasi mobil dibantu oleh sopir taksi itu
Setelah memasukan koper Maira, dokter Danar langsung beralih kepintu mobil dan membukakan pintu itu untuk Maira
"Masuk" perintah dokter Danar. Namun Maira dengan keras kepala nya malah menggeleng dengan angkuh. Dia benar benar tidak ingin ikut dengan dokter Danar
"Maira masuk! Kamu mau saya menggendongmu masuk kedalam?" ucap dokter Danar lagi, namun dengan nada yang sedikit dia tekan
Maira menatap dokter Danar dengan begitu kesal. Dan mau tidak mau akhirnya dia masuk kedalam mobil dengan kaki yang dia hentakan kuat. Dokter Danar hanya diam dan langsung menutup pintu itu, setelah itu dia juga masuk kedalam mobil dan duduk disebelah Maira.
"Jalan pak. Keperumahan Indah Sari" ucap dokter Danar pada supir taksi
"Siap mas" sahut supir taksi itu
Wajah Maira benar benar ditekuknya, dia benar benar kesal dengan dokter tampan ini. Bagaimana jika teman teman nya tahu jika dia sudah menikah? dan bagaimana jika Ervan tahu? Maira tidak ingin lebih menambah luka dihati pria itu. Sudah cukup dia memutuskan hubungan mereka tanpa alasan yang jelas, jangan lagi sampai Ervan tahu jika dia sudah menikah. Maira belum siap untuk itu.
Setelah satu jam lebih diperjalanan, akhirnya mereka tiba diperumahan komplek Indah Sari. Bukan komplek perumahan elit, melainkan hanya perumahan biasa dan terkesan minimalis dan begitu sederhana. Tempatnya juga tidak jauh dari tempat Maira kuliah.
Dokter Danar turun dari taksi itu dan diikuti oleh Maira. Setelah membayar taksi dan mengeluarkan barang barangnya, dokter Danar menatap Maira yang hanya terdiam dengan tatapan datarnya. Saat ini mereka berdiri didepan pagar rumah dan taksi yang mereka kendarai sudah pergi dari sana.
"Ayo" ajak dokter Danar
"Saya mau dirumah kos saya saja, apa dokter tidak dengar" ucap Maira begitu ketus
"Kita masuk dan bicara didalam" sahut dokter Danar yang kembali menyeret koper Maira
Maira kembali berdecak kesal dan mengikuti langkah kaki dokter Danar masuk kedalam rumah itu. Rumah minimalis bernuansa putih, kecil namun terlihat sangat rapi dan nyaman.
Dokter Danar duduk disofa kecil yang ada didalam rumah itu, yang ternyata semua perlengkapan nya sudah lengkap dan mereka hanya tinggal menempatinya saja.
"Duduk" kata dokter Danar
Mau tidak mau Maira duduk didepan dokter Danar, disebuah sofa singgel bewarna putih tulang. Dia menatap wajah dokter Danar yang masih terlihat tenang dan begitu teduh
"Ayo kita bercerai" kata Maira langsung tanpa memikirkan apapun.
Dokter Danar terlihat menarik nafasnya dalam dalam dan memandang Maira dengan lembut, berbeda dengan pandangan mata Maira yang terlihat tidak suka.
"Kamu benar benar tidak ingin mempertahankan pernikahan ini?" tanya dokter Danar
Maira langsung mengangguk cepat
"Saya tahu dokter orang yang baik, dan jelas saya bukan orang yang cocok untuk menjadi istri dokter" jawab Maira. Dia harus bisa meyakinkan dokter tampan ini
"Kamu ingin mengecewakan ayah kamu?" tanya dokter Danar lagi
"Jangan bawa bawa ayah saya dokter. Saya sudah menuruti permintaan nya untuk menikah dengan anda. Tapi semakin kesini saya benar benar tidak bisa untuk melanjutkan pernikahan ini. Dulu saya berfikir jika kami memiliki hutang budi pada keluarga kalian, maka dari itu saya menerima permintaan ayah untuk menikah dengan anda. Namun kenyataan nya bukan itu, dan saya benar benar tidak bisa terima itu semua" ungkap Maira panjang lebar
Dokter Danar terlihat kembali menghela nafasnya dan masih menatap Maira dengan lekat
"Berarti kamu menyesal menikah dengan saya?" tanya dokter Danar
"Ya" jawab Maira tanpa perasaan
"Saya kehilangan semuanya karena menikah dengan anda. Cinta saya, impian saya dan masa depan saya" ucap Maira dengan mata yang berkaca kaca. Dan dokter Danar langsung tertegun, hatinya seperti tertusuk sesuatu mendengar ungkapan Maira
"Baiklah. Tapi pernikahan bukan sebuah permainan Maira. Tidak mudah untuk mengucapkan talak begitu saja. Saya sudah berjanji didepan ayah kamu dan disaksikan oleh Allah untuk bertanggung jawab atas kehidupan dan kebahagiaan kamu" ungkap dokter Danar begitu serius
"Beri saya waktu tiga bulan. Hanya tiga bulan, jika kamu tidak bisa juga menerima saya sebagai suami kamu, maka saya akan melepaskan kamu" kata Dokter Danar lagi.
Maira terdiam.
Tiga bulan
Sepertinya bertahan dalam tiga bulan bukan hal yang berat
Hanya tiga bulan !
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
🌹Fina Soe🌹
maira sombong sekali....jd ingat para lelaki yg angkuh namun akhirnya bucin akut...🤣🤣
2023-10-07
1
Farida Wahyuni
kok doktee danar bisa menjatuhkan pilihan sama gadis modelan maira sih, sperti ga ada wanita sholehah aja sampai pilih gadis modelan maira
2023-05-19
2
Farida Wahyuni
ini maira terlalu banyak maunya..ga ada syukur2nya.
syukur kamu itu, ditinggal mati ayahmu, ada dokter danar yg jadi suami kamu, kamu ga terlantar, ada yg bakal lindungi kamu.
coba liat orang2 yg ditinggal kedua orangtuanya, hidup sendiri, ga ada perhatiin dan lindungi. sekali2 maira, kita perlu melihat ke bawah, supaya tau cara bersyukur.
2023-05-19
3