Malam ini sangat dingin, hujan turun sangat lebat disertai petir yang sesekali terdengar menggelegar. Dahulu saat Ashila kecil, ia akan mengaji bersama sanak saudaranya di kala hujan turun begitu lebat. Abba yang akan memimpin. Tiba-tiba setetes airmata keluar begitu saja membasahi pipi Ashila.
"Saat ini aku sudah terjebak. Aku enggak tau harus bagaimana. Aku udah enggak seperti dulu. Aku sudah sangat malas beribadah."
Begitulah, di kala kita bermaksiat secara diam-diam, kegelisahan akan datang di kala kita sedang diam. Di kala kita bermaksiat secara terang-terangan, kegelisahan akan datang di kala keterangan menyapa.
Ashila memandang sebuah foto yang sengaja ia gantungkan di dinding. Foto itu sudah sangat lama. Di foto itu ada wajahnya di kala ia masih polos. Di foto itu ia tersenyum sambil menangkupkan tangan di dada. Ia terlihat anggun dengan pakaiannya, tidak seperti sekarang.
"Apa aku bisa seanggun dulu?"
"Abba dan umma pasti bakal kecewa lihat aku sekarang, apalagi kalau dia tau kalau aku sudah paham yang namanya pacaran, bahkan aku melakukannya."
Ashila menunduk. Airmata terus mengalir deras di pipinya. Entah mengapa hari ini ia begitu sedih. Rasa sedih yang ia rasakan bercampur aduk. PMS yang ia rasakan saat ini adalah faktor utama hadirnya rasa sedih ini. Menurutnya.
Sudah terdengar kembali panggilan Allah. Suara azan yang samar-samar terdengar berbarengan dengan suara rintikan hujan itu terdengar begitu merdu. Ashila terbangun dari posisinya. Ia menghayati suara azan itu. Airmata masih terus mengalir. Saat ini ia sedang berhalangan salat dikarenakan menstruasi.
Hujan sedikit demi sedikit mulai reda. Ashila mengambil handphone yang sedari tadi ia anggurkan. Seperti biasanya, di kala hujan sinyal handphone Ashila pasti tidak ada. Di saat hujan reda hanya tersisa rintikan saja sinyal mulai ada.
Saat Ashila menyalakan data seluler satu nama yang ia cari, Ray. Ia begitu kecewa saat melihat hanya ada satu pesan dari Ray. Ray mengirim satu vidio. Dengan gerak cepat Ashila langsung membuka vidio berdurasi satu menit tersebut.
Di dalam vidio itu Ray memegang gitar kesayangannya. Ia menyanyikan sebuah lagu yang diciptakan oleh Cassandra yang berjudul cinta terbaik.
Meski kubukan yang pertama.
Di hatimu tapi, cintaku terbaik untukmu.
Meski, kubukan bintang di langit.
Tapi cintaku yang terbaik.
Ray menyanyikan lagu itu dengan penuh penghayatan. Ia hanya menyanyikan reff yang menurutnya itu yang ingin ia ucapkan kepada Ashila. Di akhir vidio itu ia mengucapkan sesuatu sebelum vidio itu benar-benar selasai.
"Maaf aku salah. Aku sudah intropeksi. Maafin aku, aku minta kita putus. Sampai di sini aja kisa cinta kita."
Ray tersenyum lalu vidio itu benar-benar selesai.
Ashila terdiam. Airmata lagi-lagi mengalir deras di pipinya. Ia menangis meraung-raung layaknya anak kecil. Ia membanting semua barang yang ada di kamarnya. Ia begitu frustasi. Ia menarik rambutnya sendiri.
Setelah merasa lelah ia terdiam. Namun airmata masih membasahi pipinya. Ia menangis tanpa suara.
"Enggak adil!"
"Aku enggak mau putus. Aku sayang Ray. Aku enggak mau." Lagi-lagi Ashila menarik rambutnya sendiri.
Bibi Ashila belum pulang dari salon. Arga yang mendengar suara tangisan Ashila segera menghampiri kamar Ashila yang ternyata tidak dikunci. Yang pertama Arga lihat adalah kegelapan. Ia menyalakan lampu kamar Ashila. Ia melihat Ashila sedang duduk. Wajahnya ia tutup dengan tangan. Rambutnya sudah tidak beraturan. Kamarnya saat ini sudah mirip dengan istilah kapal pecah.
"Shil?"
Arga semakin mendekat. Tiba-tiba langkahnya terhenti, ia jadi merinding. Ia takut kalau Ashila kesurupan seperti di film-film yang ditayangkan di bioskop bulan-bulan ini.
"Shila?"
Tiba-tiba Ashila membuka tangan yang sebelumnya menutupi wajahnya. Arga diam di tempat, ia semakin ketakutan.
"Ga ...." Suara parau Ashila menghilangkan rasa takut. Mata Ashila sembab. Ia terlihat sangat terpuruk.
"Shila kenapa? Siapa yang tega buat Shila kayak gini? Siapa?" Arga mendekat. Ia berjongkok menghadapkan wajahnya ke wajah Ashila yang sembab.
Ashila diam tak bergeming. Airmata terus membasahi pipinya. Tiba-tiba Ashila memeluk Arga. Ia tidak tahu di mana tempat ia berlabuh saat ini. Arga adalah orang pertama yang menghampirinya, tanpa harus menceritakan dahulu ia langsung memeluk Arga yang sebelumnya tidak pernah ia peluk.
Arga membalas pelukan Ashila seraya mengelus-ngelus punggung Ashila.
"Kenapa sih, Shil?"
"Ray, Ga, Ray jahat," isak Ashila.
"Kenapa Ray?"
"Dia mutusin aku." Ashila semakin terisak. Arga bisa merasakan airmata Ashila semakin deras membasahi baju kaosnya.
"Karena apa?"
"Tadikan aku, aku minta antar ke toko buku, aku mau beli notebook. Saat aku sedang sibuk memilih-milih buku tiba-tiba ada seorang wanita berpakaian syar'i menabrak aku, ya aku marah karena dia buku-bukuku terjatuh ke lantai, untung aja tidak ada yang rusak. Dia meminta maaf sama aku, tapi aku abaikan. Kamu tau, kan, selama ini Ray itu kayak gimana sama perempuan. Mungkin dia merasa kagum sama wanita itu. Tiba-tiba sikap dinginya itu hangat sama wanita itu. Dia bilang, ‘Maaf ya, Shila emang kayak gitu.’ Terus dia senyum. Wanita itu membalas senyumannya. Gimana enggak nyesek, Ga, dia ngelakuin hal bodoh di depan aku. Dia tau aku lagi PMS hari ini. Dia malah manasin aku. Dia kira aku apa. Aku kasar sama dia tadi. Tapi cuma sebentar. Aku pulang naik angkot aku bilang sama dia jangan ikutin aku atau aku bakal marah. Berarti yang tadi itu aku enggak marah sama dia. Aku cuma mau sendiri beberapa saat, aku yakin besok pagi aku bakal cerah kembali. Aku cuma nyuruh dia intropeksi di mana kesalahannya. Dia malah ngirim vidio ini." Ashila memberikan handphone-nya kepada Arga yang sedari tadi menyimak cerita yang Ashila ceritakan. Saat ini Ashila sudah tidak memeluk Arga.
Arga menyaksikan vidio berdurasi satu menit itu. Ia terdiam beberapa saat. Ia yakin saat ini hati Ashila bak dihantam besi panas. Ia jika menjadi Ashila juga akan bersedih. Namun tentang perlakuan Ashila kepada wanita syar'i itu ia kurang setuju. Jika ia menjadi Ray ia juga akan melakukan hal serupa dengan Ray, namun apa boleh buat, mungkin Ray melakukan ini ada alasannya. Dan mungkin saat ini Ashila sudah saatnya vakum pacaran. Karena memang pada dasarnya Ashila tidak dibolehkan pacaran.
"Kamu tau, kan, dunia itu bersifat sementara?"
Ashila mengangguk.
"Sama kaya hubungan kamu sama Ray. Itu hanya kesenangan duniawi yang bersifat sementara. Lha ... kamu, kan, bukan istri halalnya. Hal ini sudah biasa bagi para remaja. Sudah jangan sedih berkelanjutan."
Ashila diam meresapi ucapan Arga. Ada benarnya. Namun mau bagaimana pun rasa cinta ia kepada Ray sulit dihilangkan. Ia tidak sanggup jika harus menerima kenyataan ini.
"Kamu tau, kan, dulu aku pacaran sama Meli, bertahun-tahun malah. Eh tau-tau dia mutusin aku. Ya, aku emang sedih. Tapi enggak kayak kamu. Tau-taunya si Meli itu mengidap penyakit kanker. Dan yang malah membuat aku sedih berkelanjutan adalah, berita bahwa ia meninggal." Kini malah Arga yang menunduk. "Ray pasti punya alasan."
"Udah mending tidur udah malem, nanti kalau ibuku pulang melihat kamu seperti ini dia malah mendesak kamu supaya menceritakan masalah kamu sama dia. Dan dia bakal cerita sama abba dan umma kamu di Aceh dan kamu bakal kena omelan. Udah gih istirahat!"
"Aku keluar, ya. Inget pesen aku. Jangan berlebihan. Hidup kamu masih panjang."
Setelahnya Arga hilang tertelah pintu.
Ashila terdiam. Suara Arga masih berkelebat di pikirannya.
"Aku bakal buat Ray nyesel." Entah mengapa kini Ashila malah benci kepada Ray. Rasa cintanya kini pupus hanya tersisa benci dan api kemarahan saja.
"Faktor utama yaitu wanita itu, kalau sampai wanita itu jadi tetanggaku, atau siapa pun. Dan aku menemuinya kembali. Aku juga bakal buat dia menyesal. Aku bakal buat dia enggak tenang."
"Lihat saja."
Ashila bangun dari keterpurukannya. Ia merapihkan kamarnya yang sudah acak-acakan. Ia menaruh semua kenangan-kenangan yang diberikan Ray termasuk secarik kertas yang sudah lusuh yang isinya adalah pernyataan cinta Ray kepadanya. Ia taruh semua kenangan itu di plastik hitam. Lalu ia taruh plastik hitam itu di gudang kecil kamarnya yang isinya adalah barang-barang bekas. Ia menganggap Ray adalah barang bekas yang tidak layak pakai.
***
Ray begitu fokus dengan Al-Qur'an berwarna biru di tangannya. Saat ini ia sedang mengkaji surah An-Nur bersama Kakak perempuannya yang paling dewasa.
"Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki yang mulia (surga). (QS. An-Nur 24: Ayat 26)."
"Kamu enggak usah lagi mikirin percintaan. Belum pantas! Sekali lagi Kakak ucapkan belum pantas! Jika kamu ingin mendapatkan seorang istri yang baik maka kamu harus baik. Untuk apa kamu berpacaran? Jika ternyata pacar kamu itu bukan jodohmu bagaimana? Sama saja kamu sudah menjaga jodoh orang! Dan kamu juga termasuk orang yang merugi. Kamu tahu bukan, zina itu dosa besar. Kamu sudah terkena zina mata, zina hati, zina pikiran, dan masih banyak lagi. Itu dosa besar. Bertaubatlah! Jaga pandanganmu! Allah menciptakan manusia itu berpasang-pasang. Jadi enggak usah kamu berpikir takut tidak kebagian jodoh. Karena kamu laki-laki kamu harus baik. Baik dalam artian, baik perbuatan, akhlak. Belajar setinggi mungkin. Berilah namamu gelar. Tapi ingat jadikan selalu Allah prioritas. Jangan sombong. Saat kau sukses. Kau terkenal baik. Perempuan manapun bakal mau jika kau lamar."
Ray menyimak setiap kata yang Kakaknya ucapkan. Kak Anna adalah wanita berusia 25 tahun. Ia berprinsip akan menikah setelah sidang tesisnya, dan setalah ia mendapat gelar strata dua. Ia sudah ditunggu banyak laki-laki. Ia adalah wanita yang sangat cantik. Tidak hanya cantik wajah, akhlaknya pun cantik. Banyak yang mendambakan wanita seperti Kak Anna. Namun sampai saat ini Kak Anna selalu rendah hati. Ia tidak pernah sombong atau membanggakan diri.
"Kamu merasa nyesal enggak udah putusin pacar kamu?"
Ray tidak mengangguk dan tidak pula menggeleng. Ia malah terdiam sambil menunduk menatap Al-Qur'an di tangannya.
"Bilang tidak! Untuk apa berhenti berdosa menyesal."
"Sudah kita tutup sampai ayat 26 besok lanjut lagi. Kakak mau ke kamar. Ingat pesan Kakak, Asslamu'alaikum."
Kak Anna pergi meninggalkan Ray yang masih diam tak bergeming.
Di pikirannya berputar kembali detik-detik di saat ia membuat vidio sampai salah sembilan kali. Lalu ia mengirimkan dan ia tarik sebanyak lima kali. Sampai akhirnya kak Anna yang mengirimkannya.
Saat itu ia sedang belajar Sosiologi dengan kak Anna. Ternyata kak Mai menceritakan tentang masalah Ray dengan Ashila. Kak Anna geram. Sudah berapa kali ia melarang Ray untuk tidak pecaran. Namun Ray masih saja berpacaran dan masih dengan wanita yang sama.
Selesi mengajarkan Ray. Kak Anna langsung memarahi Ray. Ray diam saja. Ia tidak berani membantah kakaknya yang satu ini. Ia adalah orang yang terpelajar jadi ia akan memiliki banyak cara untuk membuat Ray kalah berbicara.
Kak Anna bilang, "Putuskan Ashila! Aku kasih waktu satu jam. Sudah cukup Ray! Ayah dan ibu hampir tidak menganggapmu anaknya. Kamu sulit diatur! Kak Mai, dia sejak sekolah dasar di sekolahkan di sekolah umum dan kamu sejak sekolah dasar di sekolahkan di sekolah islam, hanya sekarang saja. Kak Mai tidak sepertimu! Nurut sama kakak atau aku pastikan besok kamu sudah tidak tidur di kamarmu! Kakak akan bilang kepada ayah agar ia mengirim kamu ke pesantren salaf di desa terpencil. Kamu tidak boleh pulang sebelum kamu menghapal 30 juz dan 1000 hadis, mau?"
Ray menggeleng lemah.
"Lakukan! Ingat satu jam!"
Kak Anna pergi dengan amarah yang masih memuncak. Di dalam hati kak Anna beristigfar biar bagaimanapun ini adalah kewajibannya sebagai seorang kakak. Dia tidak bisa membayangkan lima tahun lamanya adiknya itu mengumpulkan dosa.
Niatnya Ray akan membuat Ashila senang malam ini, namun semua tidak bisa ia lakukan. Ia pasrah, ia tidak mau sampai dikirim ke sebuah pesantren salaf di desa terpencil dan tidak boleh pulang sebelum menghapal 30 juz dan 1000 hadis seperti yang kak Anna ucapkan.
Ray menaruh Al-Qur'an berwarna biru itu di tempatnya. Lalu ia berwudhu kembali. Setelah itu ia beristighfar, tahmid, tasbih, dan takbir masing-masing 33 kali, setelah itu ia membaca tiga Qul yakni, QulhuAllahu, Qul a'udzu birobbil falaq, Qul a'udzu birobbinnas. Lalu membaca doa tidur. Dan ia menutup matanya.
[Next Chapter 5]
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
David Arkhana
Melepas sebagai bentuk cinta
2020-09-07
0
Zen Abqory
Betul tuh, Ray ngelepasin kmu bukan karena benci
2020-09-07
0
Yoka Kiara
Ray mutusin Ashila sebagai bentuk rasa tulus dia kepada Ashila. Masyaallah.
2020-08-23
0