Sambil menyetir, Dewa melakukan panggilan telepon.
"Ya, Bos." sahut suara di seberang.
"Bagaimana dengan perintahku tadi?" tanya Dewa.
"Sedang dalam penyelidikan, Bos!" sahutnya.
"Selidiki dengan benar. Aku mau tahu sampai hal terkecilnya!" perintahnya.
"Siap, Bos!" Panggilan telepon itu diakhiri.
Mobil itu melaju membelah jalanan siang sebuah kota besar. Keramaian dan suasana panas tak mengganggunya sama sekali. Dalam setengah jam, mobil itu memasuki sebuah gedung bertingkat sepuluh. Mobilnya memasuki tempat parkir bawah tanah dan berhenti di sebuah pintu masuk.
"Selamat datang, Bos," sapa petugas parkir. Dewa melemparkan kuncinya pada petugas itu dan segera masuk ke pintu yang sudah dibuka lebar oleh seorang pria berseragam security.
"Selamat datang, Bos," sapa security itu sambil menunduk takzim.
"Hemm ...." Hanya deheman itu yang keluar dari mulutnya setiap kali ada yang memberinya hormat di jalan yang dilalui.
Kakinya melangkah lebar menuju ruangan besar di ujung pintu lift yang baru saja mengantarnya naik ke lantai sepuluh.
"Selamat siang, Boss," sapa seorang wanita. Tangannya lincah membukakan pintu ruangan untuk Dewa.
"Bagaimana dengan rencana ekspansi pertama kita?" tanya Dewa.
"Sudah tujuh puluh persen, Bos," jawab gadis itu. Diletakkannya tablet berisi laporan pekerjaan di atas meja kerja Dewa.
"Jika tak ada kendala, maka lanjutkan!" ujar Dewa setelah memeriksa semua laporan yang diberikan oleh sekretarisnya.
"Baik, Bos." Sekretaris itu keluar ruangan dan kembali menutup pintu.
Dewa membuka ponsel dan menelepon seseorang. "Hai, Bayu. Aku sudah di Indonesia. Di mana kau sekarang?" tanyanya.
"Dewa? Ini benar-benar kau?" terdengar suara gembira dari ujung telepon.
"Ya, ini aku. Sudah sepuluh hari aku di sini. Bagaimana jika kita bertemu?" tanyanya. "Tapi tentu saja jika kau juga ada di Jakarta," tambahnya kemudian.
"Oh kebetulan sekali. Aku juga sedang ada di Jakarta," jawab temannya.
"Baik, kita bertemu petang nanti di kafe Red House."
Telepon kembali terputus setelah membuat janji temu. Tangannya menekan intercom. "Luna, ingatkan aku untuk janji pukul tujuh malam ini," perintahnya.
"Baik, Bos!" sahut Luna si sekretaris.
Tak terasa pekerjaan menyita waktu dan membuatnya lupa. Hingga Luna mengingatkan lagi tentang janji temu pukul tujuh. Pria itu segera mengakhiri kerjanya hari itu dan keluar. Dia harus segera pergi agar tidak terjebak macet di jam pulang kerja.
Meskipun Dewa tiba datang lima menit sebelum janji, tenyata dia masih harus menunggu setengah jam lagi, baru teman masa kecilnya sampai di tempat itu.
"Apa kabarmu sekarang?" tanya Bayu.
"Biasa saja," jawa Dewa tersenyum melihat temannya yang tubuhnya makin subur.
"Sudah berapa putramu?" tanya Dewa. Sudah tiga!" jawab Bayu sambil tertawa renyah.
"Hebat sekali! Selamat untuk ayah tiga anak!" ujar Dewa dengan senyuman lebar.
"Dan kau bagaimana? Masih betah melajang seperti terkhir kita bertemu di Amsterdam?" tanya Bayu.
"Kalau tinggal di luar, kita bisa menghindar dari kecerewetan keluarga soal pasangan hidup. Tapi tidak di sini!" geleng Dewa.
"Apa kau dijodohkan keluarga?" tanya Bayu, yang kemudian tertawa terbahak-bahak melihat teman sekolahnya itu menganggukkan kepala dengan lesu.
"Dengan siapa? Orang mana?" tanya Bayu kepo.
"Masih orang kita. Bu de Menik yang jadi mak comblang.
"Katanya gadis ini dari keluarga baik-baik. Dan usianya sudah sangat pantas untuk menikah. Tiga puluh, Bro. Kau tahu?" Dewa menggeleng.
"Perawan tua dong, Hahahaaa ...." Bayu terbahak. Sementara Dewa hanya bisa tersenyum sumbang.
"Begitulah. Tapi, saat melihat fotonya, dia memang benar-benar ayu. Nurun dari maminya yang keturunan ningrat. Masih terhitung keluarga jauh juga. Itu sebabnya aku tak keberatan," sahut Dewa.
"Ckckckckk ... dan setelah bertemu, kau jadi tak mau melepaskannya. Begitu kan?" ledek Bayu kemudian tertawa lagi saat melihat Dewa kembali mengangguk.
"Nah, jadi kapan kalian akan mengadakan pesta pernikahannya? aku akan siap-siap kado untukmu!" goda Bayu jahil. Dewa tertawa mendengarnya. Dia bisa mengerti arti kado yang dimaksud oleh Bayu.
"Itulah yang mengganggu pikiranku saat ini. Kau tau, setelah perjodohan itu, meskipun aku menerima, tapi tetap melakukan penyelidikan sendiri. Dia bukannya tak laku. Tapi ternyata sudah dua kali lari dari acara pernikahannya!" Dewa geleng-geleng kepala tak percaya.
Bayu seketika terdiam. "Sebentar. Aku kok seperti pernah mendengar gossip yang dikatakan istriku tentang seorang gadis yang lari dari pernikahannya dua kali."
"Entah apakah itu gadis yang sama dengan yang bertunangan denganmu atau tidak. Tapi menurutku, kau harus hari-hati. terakhir kali ternyata dia melarikan uang seserahan dari calon suaminya dan kabur ke luar negeri. Keluarganya dituntut secara hukum oleh pria itu."
"Itulah dia. Gayatri namanya." Dewa sekali lagi mengangguk mengiyakan.
Bayu hanya bisa tercengang. "Kau serius? Kau tak takut ditinggalnya kabur lagi di hari pernikahanmu? Nama baikmu akan tercoreng dan jadi tertawaan seisi kota!" Bayu mengingatkan.
Dewa mengangguk sekali lagi. "Aku tahu resikonya. Dan tadi aku baru dari sana, untuk mengantarkan keperluan acara lamaran resmi besok malam."
"Dan kau tahu apa yang dikatakannya padaku?" pancing Dewa.
"Apa?" Bayu balik bertanya.
"Dia tanya padaku bagaimana caranya naik ke plafon, agar bisa melarikan diri dari rumah!"
Kali ini Dewa yang terpingkal-pingkal. Seakan, melihat calon istri ingin kabur adalah hal yang sangat lucu baginya.
Tapi Bayu justru terkesiap. "Berarti dia tak setuju dengan perjodohan kalian! Yang kutahu, calonnya yang kedua itu justru adalah pacarnya sendiri. Itupun dia masih nekad kabur. Apa lagi denganmu yang tak dikenal. Mungkin keluarganya memaksa juga, mengingat dia sudah hampir kadaluarsa!" cela Bayu sadis.
Dewa mendelik padanya. "Hei, jaga bicaramu. Dia calon istriku!" tegur Dewa tegas.
"Kau yakin mau meneruskan rencana pernikahan ini?" tanya Bayu tak percaya. "Bagaimana kalau dia kabur lagi?" tambahnya dengan nada kuatir.
"Dia punya syarat khusus yang harus kupenuhi. Kalau berhasil, baru dia mau menikah denganku!" kata Dewa.
"Dewa, dia tidak menyukaimu. Tidak mencintaimu. Dan jelas-jelas mau kabur dari rumah. Kemudian memberimu syarat untuk menikah. Apa kau tak berpikir itu hanya akal-akalannya saja, agar bisa kabur sebelum hari pernikahan?" Bayu memberikan pendapat pribadinya.
"Aku tak akan menyerah kalah sebelum berusaha!" tekad Dewa.
"Hah? Apa dia sebegitu berharganya?" tanya Bayu tak percaya.
"Ya. Sebegitu berharganya! Amat sangat berharga dan berarti buatku. Jika memang usahaku gagal, maka berarti bukan jodohku," jawab Dewa dengan keyakinan tinggi.
"Kau sangat yakin bisa menaklukkannya!" Bayu akhirnya menyadari sikap Dewa.
"Kalau ingin memilikinya, maka aku harus berusaha semaksimal mungkin." Dewa tersenyum tipis.
"Oh, baiklah ... jika itu keputusanmu. Sebagai sahabat, aku hanya bisa mendukungmu. Kejarlah gadis impianmu sekuat tenaga. Kau tak akan menemukan yang sama lagi, jika melewatkannya." ujar Bayu bersemangat.
"Terima kasih. Aku sangat menghargainya," angguk Dewa.
"Jangan lupa mengirimkan undangannya padaku, jika berhasil." Bayu terkekeh.
Dua pria itu menghabiskan malam mengingat kenangan masa sekolah dan kuliah di negeri Belanda.
*******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments