Siang hari, suara kunci di pintu, terdengar. Gayatri yang kesal dan merasa lelah mengamuk, mendongakkan kepala ke arah pintu. Dia turun dari tempat tidur yang seprainya sudah kusut masai. Berjalan cepat ke balik pintu dan menunggu di sana.
Perlahan pintu kamarnya dibuka dari luar dengan sedikit suara menderit, tanda engselnya perlu diminyaki.
"Hlo, kok mbak Aya enggak ada?" Itu suara adik laki-lakinya.
Gayatri menunggu adiknya itu melewati ambang pintu untuk mencarinya. Lalu dia akan lari keluar secepat kijang liar melompat. Itulah rencana di kepalanya.
"Mungkin sedang di kamar mandi," sahut maminya.
Gadis itu langsung lemas di balik pintu. Jika mami masuk, maka seperti saat mengantar sarapan tadi pagi, mami akan membawa dua security rumah bersamanya menjaga pintu.
Brukk!
Adiknya Radit dan mami, seketika mencari suara jatuh di balik daun pintu. Kemudian keduanya memandang heran pada gadis yang terduduk di lantai.
"Mau apa kamu di situ? Ayo bangun! Dingin ... nanti kamu masuk angin," omel mami.
"Radit, dibantuin tho .... Mbakyumu jatuh begitu kok cuma dilihat doang," tegur mami.
Radit meletakkan kotak-kotak yang dibawanya, ke atas meja. Barulah dia membantu Aya berdiri dan membimbingnya ke tempat tidur lagi.
Aya memandang nanar dan putus asa ke daun pintu yang sudah tertutup rapat lagi. Dia bisa mendengar suara kunci dari luar sana.
"Mbak Aya bukan jatuh, Mi," bantah Radit.
"Hla ... kan kamu lihat sendiri dan dengar juga suara jatuhnya keras begitu." Mami memberikan bukti.
"Mbak Aya pasti mau mencoba kabur lagi tadi."
Radit sedikit tidak bersimpati pada Gayatri yang menurutnya terlalu manja dan bersikap seenaknya, tanpa memikirkan keluarga. Radit merasa dirugikan saat Gayatri melarikan diri dari rencana pernikahan keduanya. Keluarga harus merelakan uang ratusan juta akibat membayar tuntutan dari calon suaminya yang merasa ditipu. Belum lagi karena itu adalah peristiwa kedua kali. Jadi, pria itu memiliki alasan kuat untuk tuduhannya.
"Jangan seperti ini, Mbak. Ora ilok!" tegur Radit tajam.
"Ayo, mami suapi makan," bujuk mami yang sedih melihat anak gadisnya kusut dan bermata bengkak akibat lama menangis.
"Mami, Mbak Aya itu udah tua! Jangan diperlakukan seperti bayi!" Radit jadi emosi.
"Mami bukan memperlakukannya seperti bayi, Dit. Mami cuma mau menghiburnya. Dia sedang sedih sekarang. Mami juga jadi ikut sedih ...." Mami menyusut sudut matanya yang menggenang butiran air.
Radit menghela napas. Lalu kembali melihat pada Gayatri. "Apa lagi yang mau mbak Aya buat? Tahun lalu gara-gara Mbak, uang untuk rencana pernikahanku diambil papi untuk bayar ganti rugi mantan pacarmu itu. Lalu aku dan Cinta yang harus mengalah dan menikah dengan sederhana. Bayangkan itu!"
Radit mengeluarkan unek-unek yang sudah ratusan kali dia kemukakan, jika merasa jengkel melihat sikap kakaknya ini. Tapi wanita itu seperti batu. Dia tak merasa bersalah sama sekali.
"Sudah, jangan ungkit-unkit hal itu lagi. Nanti malah percuma, rasa ikhlas kita jadi hilang kalau diungkit terus." Mami membujuk Radit.
"Enggak, Mi. Mami lihat sendiri dia sedang berusaha lari dan mempermalukan keluarga ini lagi! Dia enggak pernah peduli sama kita, jadi untuk apa kita terlalu pikirin perasaannya?"
"Bahkan saat papi akhirnya sakit dan dirawat akibat strees berat yang ditimbulkannya, mbak Aya juga tidak terlalu peduli. Dia asik menikmati liburan gratis di New Zealand, dengan membawa lari uang hantaran yang dikirimkan calon suaminya tiga hari sebelum acara pernikahan!"
Radit membuka lagi kisah lama yang melukai hati banyak orang. Dia merasa tidak boleh lagi memberi gadis itu kesempatan bermain-main seperti sebelumnya. Semua keluarga besarnya sudah menyerah menghadapi sikapnya yang betul-betul tak bisa dimengerti.
"Mbak Aya baru pulang setelah tiga bulan dan uang yang dilarikannya itu habis. Itupun, setelah mami tidak punya pilihan lain selain menolak membayari biaya hidupnya."
Mami menangis mendengar Radit menceritakan perjalanan pahitnya sebagai ibu. Diharuskan keluarga untuk memilih merawat suaminya yang sedang sakit, atau membiayai putri semata wayangnya.
Gadis pemberontak itu dipaksa pulang oleh keadaan. Atau dia boleh memilih jadi gelandangan di negeri orang. Keluarga sedang kalut dengan sakitnya papi. Jadi tak ada yang mau meladeni kemanjaannya yang tak masuk akal.
Mami menoleh pada Radit sambil menyeka air matanya. "Mari kita keluar. Makan siang papi belum mami siapkan," ujar mami dengan wajah mendung.
Radit memeluk mami. Sampai di pintu, dia berbalik dan berkata pada Gayatri. "Renungkanlah semua yang sudah Mbak Aya buat selama ini. Apa kurangnya perhatian mami dan Papi? Kenapa Mbak tega menyakiti hati orang tua sendiri? Dewasalah sedikit!" celanya.
Pintu kamar kembali ditutup. Gayatri terdiam di tempat tidur. Ekspresinya datar. Dia tak bereaksi sama sekali mendengar omelan adiknya itu. Dia juga tak tersentuh sama sekali melihat air mata mengalir di pipi mami.
Setelah suara kunci pintu dan langkah kaki orang-orang menghilang, wajah kaku itu berubah murung. Dilihatnya kotak yang diantarkan Radit ke kamar. Kotak warna emas dilapisi plastik dan pita-pita emas.
Aya bisa melihat baju dan keperluannya dilipat rapi di dalamnya. Itu bukanlah baju untuk nikah. Jadi mungkin harus dikenakan dalam kegiatan lain. Dia melengos. Hatinya menolak keras perjodohan ini.
Foto pria yang ditunjukkan mami memang tampan. Tapi menikah bukan cuma butuh ketampanan. Mereka juga harus saling mencintai dan menghargai, baru bisa bahagia.
Air mata menetes lagi di pipinya. Dia ingat pada rencana pernikahannya yang kedua. Pria itu adalah pilihannya sendiri. Dia sangat bahagia saat itu, akan segera menikah dengan orang yang dicintainya.
Sampai pada dua hari sebelum pernikahan, dia mendapatkan pesan di ponsel dari seorang wanita yang mengaku sebagai istri dari pria itu.
Dia sudah mengkonfirmasi pada calon suaminya. Dan pria itu tak bisa lagi mengelak. Dia mengakuinya. Tapi tak mau rencana pernikahan mereka dibatalkan. Karena dia sudah keluar uang banyak untuk semua biaya pernikahan seperti yang diimpikan Gayatri. Dan juga tak mau menanggung malu jika Gayatri membeberkan rahasia yang disimpannya dari keluarga.
"Bodohnya aku sampai tidak bisa berpikir jernih dan dipermainkannya sampai papi habis-habisan membayarkan uang ganti rugi," umpatnya sendiri.
Padahal pria itu kemudian bersenang-senang dan pergi liburan bersama keluarga besarnya setelah menguras habis simpanan keluarga Sangaji. Dia bisa melihat semua kebahagiaan mereka di laman sosmed pria itu.
"Mereka menuduh keluargaku sebagai sindikat penipuan. Pada hal mereka sendirilah yang sindikat penipuan berkedok pernikahan!" Sekeluarga itu bekerja sama menipu aku dan keluarga besarku!" geramnya dengan mata memerah.
"Aku sudah bersumpah dalam hati, tidak akan menikah hingga aku menyaksikan kalian menelan karma. Karma karena telah menyakiti orang-orang baik seperti mami, papi, Adit dan Eyang!"
Layar ponselnya menyala. Sebuah pesan masuk. "Kau sedang apa? Apa kau suka dengan pakaian yang kukirimkan? Kenakan itu untuk acara nanti malam ya."
Itu jelas pesan dari pria yang telah melamarnya lewat bude Menik dan suaminya. Pria bernama Dewananda, sepupu jauh yang bukan cuma jauh dalam silsilah, tapi juga jauh di Belanda.
******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
tehNci
Oh...ternyata penyebabnya seperti itu? Lha..kalo pernikahan pertamanya gara² apa ,kok dia juga kabur...
2024-01-10
1
Kustri
penasaraaan
qu tunggu karma'a calon mantan suami aya
2023-10-20
1
fifid dwi ariani
trus ceria
2023-07-28
1