Sudah berharap, pada akhirnya hanya meratap.
*****
"Ini gimana? Nggak mau mingkem, ih!" Resha menggerutu kesal bercampur bingung saat melihat sepatunya yang menganga.
Awalnya, ia berjalan biasa menuju halte. Tetapi langkahnya harus terhenti ketika merasakan ada yang aneh di sepatunya. Hingga Resha memutuskan menepi, duduk di pos satpam dan mengamati sepatunya. Sepatu itu memang sudah lama bersama Resha. Gadis itu tidak mau menggantinya dengan yang baru meski sudah ditawarkan oleh orang tuanya berkali-kali.
Namun kali ini, Resha menyerah. Resha tidak bisa mempertahankan sepatunya untuk baik-baik saja. Sudah berulang kali Resha memberi asupan berupa lem sepatu, tapi kali ini ia lelah. Mungkin sudah saatnya ia beralih ke sepatu lain. Sebenarnya Resha bisa membeli sepatu kapanpun ia mau, hanya saja kadang ia terlalu malas. Resha malas pergi ke toko sepatu, dan selalu lupa untuk cek online shop.
"Terus gue pulangnya gimana? Ya Kali sampai halte nyeret-nyeret sepatu nggak bisa mingkem gini," gerutunya lagi sambil menjatuhkan sepatunya ke tanah dengan kesal.
Andai saja ada Lidia, gadis itu selalu membawa sandal di dalam tasnya. Tapi, sekarang ketua kelas itu sudah pulang. "Masa nggak pakai sepatu, sih? Nyeker gitu? Panas banget, bisa pecah-pecah kaki gue," monolognya lagi saat melihat matahari yang kini bersinar dengan begitu terik, bahkan hanya melihat jalanan beraspal di depannya Resha dapat merasakan panasnya aspal tersebut.
"Hayo ngomel mulu." Resha mengerjap saat mendengar suara yang seharian ini tidak pernah bosan menyapanya.
"Kenapa?" tanya cowok itu sambil duduk di sebelah Resha.
Resha menunjuk bagian alas sepatunya yang menganga. Alih-alih membantu, cowok itu justru tertawa membuat Resha mendengus sebal. "Kak Ta pulang sana," usir Resha begitu saja.
"Dih, suka-suka gue dong. Mau bareng nggak? Ketimbang nunggu bus," tawar Gentala laki-laki yang kini duduk di samping Resha tersebut.
Resha menggeleng. "Nggak papa, aku nunggu bus aja."
Resha hanya tak ingin merepotkan kakak kelasnya tersebut jadi lebih baik ia menolaknya saja. Gentala yang mengantarnya menuju kelas saja sudah membuat fans laki-laki tersebut heboh, apalagi saat tahu jika sang idola mengantarnya pulang? Bisa jadi perkedel Resha nanti.
"Terus ke haltenya gimana coba?" tanya Gentala saat mendengar penolakan dari gadis yang kini duduk di sampingnya tersebut.
Resha menghela napas. Sedari tadi itulah yang menjadi permasalahannya. Sepatu yang menganga ini sangat menyusahkan Resha. "Terus kalau bareng kakak, emang gimana? Nyeker gitu, nggak pakai sepatu?" tanya Resha balik.
Gentala menggaruk pelipisnya. "Ah, iya juga. Emm ..." Gentala menaruh jari telunjuk kanannya di dagu, seolah berpikir keras.
Detik selanjutnya, cowok itu menjentikkan jari dan memekik membuat Resha terperanjat kecil. Gentala nyengir dan mengacungkan jari telunjuk dan jari tengah tangan kanannya membentuk huruf V. "Tunggu bentar. Jangan kemana-mana," perintah Gentala lalu berlari meninggalkan Resha yang menatapnya bingung.
Memangnya Resha mau kemana dengan alas sepatu yang menganga? Gadis itu mengusap wajahnya frustasi. Ia hanya ingin pulang dan merebahkan dirinya di kasur. Kenapa keinginan sederhananya hari ini begitu sulit untuk terlaksana?
Mata Resha melebar ketika mendapati tangan seseorang dengan sepasang sandal berwarna hitam ada di depannya. Gadis itu mendongak. Ada Gentala yang tengah tersenyum lebar membuat matanya hampir terlihat seperti segaris.
"Pakai dulu. Gue selalu bawa sandal itu di jok. Buat jaga-jaga kalau hujan, jadi sepatu gue aman. Soalnya basah-basahannya pakai sandal," terang Gentala panjang kali lebar.
Resha mengangguk semangat. Ia melepaskan kaos kaki, melipatnya, lalu menyelipkannya di sepatu. Baru saja ia akan memasukkan sepatu itu ke tas, tapi sebuah tangan menahan pergerakannya.
"Masukin plastik sini, jangan ke tas. Kotor, nanti kena buku," tegur Gentala sambil menyodorkan plastik pada Resha yang membuat gadis tersebut tersenyum sambil mengangguk.
Resha segera mengambil plastik berwarna biru dan memasukkan sepatunya disana. Kini gadis itu bergegas untuk memakai sandal milik Gentala.
"Sekarang, pulang bareng gue, ya," ajak Gentala yang masih saja kekeh ingin mengantar Resha untuk pulang.
"Eh, ng…." belum selesai Resha dengan ucapannya, Gentala sudah lebih dulu memotong ucapan gadis tersebut.
"Kalau nolak nggak gue kasih pinjem sandal," potongnya mengancam dengan wajahnya yang dibuat seangkuh mungkin.
Resha mendesis. "Ancaman apaan kayak gitu?" sewotnya.
Gentala terkekeh. "Udah, pokoknya pulang bareng gue. Yuk!" ajaknya menarik pelan tangan Resha.
Baiklah, Resha pasrah saja. Lagian, lumayan untuk mengirit uang sakunya. Seribu bisa dipakai untuk beli es kiko. Masalah ia yang bisa saja dijadikan perkedel oleh fans Gentala, ia bisa mencari solusinya nanti.
"Ayo naik," lontar Gentala.
"Untung motornya nggak susah dinaiki, Kak," komentar Resha langsung naik motor matic milik Gentala.
Gentala berdehem. "Motor sport-nya lagi ngambek. Pegangan, ya."
Selanjutnya, motor Gentala menyisir jalanan kota. Resha tersenyum lebar, merasa nyaman ketika hembusan angin menerpanya. Selama perjalanan, mereka tidak pernah kehabisan topik pembicaraan.
Hingga tak terasa mereka sudah sampai di depan rumah Resha yang berpagar hitam.
"Makasih kak, buat sandal sama tebengannya," tutur Resha dengan senyumannya yang sudah mengembang sempurna.
Gentala mengangkat jari jempol tangan kanannya. "Oh iya, soal sepatu lo, coba buka instagram bentala.id. Sepatunya bagus-bagus, ori, harganya terjangkau. Metode pembayaran juga gampang, apalagi kalau mau COD. Bisa banget, tuh," papar Gentala.
Resha mengangguk kaku.
"Ah sorry, karena udah cerewet. Olshop itu punya Gege, temen gue. Tau, kan?" tanya Gentala antusias.
Bagaimana bisa Resha tidak tahu tentang itu? Apalagi, di setiap pintu kelas yang ada di sekolahnya, ditempeli stiker Bentala.id oleh cowok itu. Selanjutnya, Gentala pamit pulang. Sedangkan Resha memasuki rumah dengan pikiran untuk membeli sepatu di bentala. Siapa tahu, ini bisa menjadi awal yang baru lagi untuk Resha?
Barangkali, Genathan bisa mengingatnya?
Resha merogoh saku rok abu-abunya. Mengeluarkan ponsel, lalu duduk di sofa yang ada di ruang tamu. "Oke, kita beli sepatu di Kak Gege," gumamnya dengan tangan yang sudah mulai bergerilya di layar ponsel.
Online shop bernama bentala memang sudah terkenal di sekolahnya. Dengan Genathan sebagai owner di usianya yang masih sangat muda, membuat kadar kekagumannya semakin meningkat.
Di story instagram Genathan, sering memuat aktivitas terbaru dari tokonya. Kadang juga berisi give away dari online shop miliknya. Bentala benar-benar berkembang dalam genggaman Genathan.
"Gila sih, emang bagus-bagus, terus nggak mahal banget juga," komentar Resha saat melihat-lihat feed instagram itu.
Akhirnya, ia menemukan satu sepatu yang akan ia beli. Barangnya ready stok, jadi bisa dikirim paling lambat besok. Untungnya, besok adalah hari libur. Resha bisa menunggu dengan santai, lalu memakai sepatu itu di minggu depan. Resha tersenyum. Gadis itu mengikuti langkah-langkah untuk membeli. Mengirim pesan lewat line dan mengirim format ordernya.
Tidak butuh waktu yang lama, sudah ada pesan balasan untuk Resha.
Resha tersenyum. Pikirannya justru berkelana, siapa admin yang sedang bertugas untuk membalas pesan Resha kali ini? Apakah Genathan? Atau justru orang lain? Membayangkan jika Genathan adalah admin yang membalas pesannya, membuat pipi Resha memanas begitu saja. Memang jika sudah menyangkut Genathan, ia bisa gila.
Beberapa menit kemudian, pengajuan order sepatu dari Resha sudah selesai. Ia memilih metode pembayaran cash on delivery. Barang diantar sampai ke depan rumahnya, lalu membayar di tempat. "Semoga Kak Gege sendiri yang nganter," pintanya. Meski selaku owner, Genathan seringkali terjun langsung dalam masalah pengiriman. Di sorotan akun instagram bentala pada bagian pengiriman, sering terlihat potret Genathan di atas motornya. Bersiap untuk mengantar barang.
Debaran jantung Resha berpacu cepat tanpa sebab. Gadis itu menarik napas dalam-dalam, lalu membuangnya perlahan. Dilakukannya hal seperti itu berulang kali. Sebagai upaya untuk memberi ketenangan pada dirinya sendiri. "Oke, Resha ... kalem ... kalem," lirih Resha pada dirinya sendiri.
Setelah agak tenang, Resha mengulaskan senyum tipis. Ia mengambil ponselnya di sofa, lalu berjalan menuju kamarnya di lantai atas. Sesampainya di kamar, gadis itu segera menjatuhkan tubuhnya untuk berbaring di ranjangnya yang empuk tanpa mengganti pakaiannya terlebih dahulu.
Gadis cantik itu kembali memainkan ponselnya. Menggunakan akun keduanya untuk menonton story instagram Genathan. Resha mengerjap. Gerakan jarinya pada layar ponsel berhenti begitu saja. Gadis itu bangkit dari tidurannya dengan tergesa. Duduk bersila dengan tatapan yang masih menuju pada ponselnya dengan kecewa. Snapgram itu berisi potret keramaian stasiun. Lengkap dengan mencantumkan lokasinya.
Genathan sedang melakukan perjalanan. Entah kemana Resha juga tidak tahu.
Berarti besok tidak mungkin jika Genathan yang mengirim paket sepatunya. Karena cowok itu sedang tidak berada di kota ini. Resha menghela napas. Seharusnya sejak awal ia tidak berharap macam-macam. Karena pada akhirnya, harapannya hanya berbuat masam.
"Susah banget buat dapat waktu sama Kak Gege," cicitnya.
Sebuah pemikiran kembali bersarang. Mungkin, ia dan Genathan memang ditakdirkan sebatas andai kata.
***
Emang paling salah tuh berharap sama manusia, karena sering kali kita hanya di berikan sebuah harapan tanpa perwujudan nyata.
Jadi buat kalian jangan terlalu berharap lebih pada apapun ya.
Aku balik lagi dengan cerita teenfiction nih, semoga kalian suka ya sama cerita ini. Karena cerita ini juga gak kalah seru dari cerita aku yang lain loh.
So, jangan lupa buat like, koment, vote, dan love untuk menambahkan cerita ini ke perpustakaan ya! Biar kalian gak ketinggalan update tersebaru dari cerita ini.
Cek profil aku juga ya buat baca cerita aku yang lain, dan jangan lupa buat follo akun ini ya.
See you next chapter all.
Thanks for reading all.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments