"Maaf, Pak Nata. Nona Purnama gagal kami tangkap!" lapor salah satu anak buahnya ke Ayah Vay.
Tidak menjawab, Nata hanya mengibaskan tangannya, pertanda pergi. Sejurus mata tajamnya menatap satu persatu sahabat Petir. Para Papa - Papa mereka pun di dalam ruangan yang sama. Hendak menyidang anak anak mereka yang kelakuannya sangat tidak terpuji.
Sedang Para Mama-Mama, tidak ada yang diperbolehkan bergabung, karena ujung ujungnya akan membela anak anak mereka yang salah. Begitu lah naluri ibu, setegas tegasnya bertindak, ujung ujungnya memaafkan dengan mudah anak anak mereka. Beda dengan kaum para Ayah yang harus memberi arti sebuah ketegasan agar suatu saat nanti menimbulkan kata jera.
Braak...
Semua mata tertuju ke pintu, ada Abian yang masuk secara kasar membuka daun pintu dengan nafas ngos-ngosan, habis di kejar wanita Sinting yang berujung meloloskan Purnama.
"Mana Purnama?" tanya Gema cepat. Semua orang juga lihat kalau Abian mengejar Purnama.
"Anak Om berhasil kabur. Dan ini semua gara gara wanita gila yang mengira aku adalah calon suaminya!" kesal Abian bercerita. Membuat para sahabat Petir tersenyum-senyum geli. Apalagi Angkasa yang tawanya malah lolos.
"Aang, diam!" Bentak Biru-Ayahnya. Angkasa mengangguk seraya membuat pergerakan me-lem bibirnya.
"Kalian itu akan Om marahin, tetapi kalian malah santai santai saja! Mau kalian apa, hah?" Nata berkacak pinggang galak.
Semuanya diam.
Tapi diam mereka menatap Pak Aditia yang tak lain adalah Ayah Abian, sedang beringsut ke arah Abian.
"Pak Adit, Anda mau kemana?" kata Nata memberanikan diri. Padahal, Nata sudah kehilangan muka di depan calon besannya.
"Pak Nata, tanpa berucap panjang lagi, pasti Anda sudah tau kalau saya sangat kecewa. Harga diri keluarga kami diinjak injak. Anda tau kan, kami pun bukan berasal dari keluarga biasa. Banyak wanita hebat di luar sana yang sangat menginginkan Abian menjadi suaminya. Dengan terpaksa, saya undur diri. Tidak akan ada lagi kekerabatan untuk kita jalin bersama. Permisi! "
Nata kehilangan kata kata. Dadanya bergerumuh hebat menahan amarah ke Petir yang merupakan biang keroknya. Anaknya gagal menikah gara gara anak sahabatnya. Damn it!
"Ayah, Abi hanya akan menikah dengan Vay. Tetapi itu keinginan kemarin. Mulai hari ini, kalau bukan bersama Purnama, maka Abi tidak akan menikah. Titik. Dan Anda, Om Gema. Persiapkan keluarga Anda. Saya akan hadir melamar putri Anda." Tentu saja keinginan Abian bukan karena dasar cinta pada pandangan pertama, melainkan pembalasan ke gadis badung itu yang keberadaannya entah di mana sekarang.
"Nggak akan gue restuin!" celetuk Guruh tiba tiba. Sebagai Kakak, ia pun bertanggung jawab menjaga adiknya dari bencana. Jelas, Ia tahu arti lamaran itu hanya karena ajang balas dendam. Guruh tidak menyangka kalau kasus Petir sialan itu akan menaruh adiknya dalam masalah besar.
" Emang gue peduli!" ketus Abian tidak takut. Ia justru merasa tertantang. Sedang Gema hanya diam membisu. Rasa malunya itu membuat lidah nya beku.
"Ayo kita pergi!" Aditia menarik paksa Abian pergi. Ia sudah angkat tangan. Pusing sendiri jikalau harus ikut ikutan mendengar kekacauan di depannya. Abian memang beranjak, tetapi sorot matanya tertuju ke Guruh dengan tatapan sengit. Sedang yang di tatap hanya cuek cuek songong.
"Langit!" Seru Nata ketus saat pintu tertutup rapat akan kepergian Abian dan Aditia.
Papa Petir dan Lautan itu, mengangkat wajahnya yang tercoreng oleh kelakuan anak sulungnya.
"Aku tau, Nat, kalau kata maaf tidak akan menghapus namamu yang sudah tercoreng. Tetapi, sebagai orang tua anak kurang ajar ku, dengan sangat tulus, aku meminta maaf."
"Simpan kata maafmu!" tolak Nata marah.
Lautan sampai meringis dalam diam nya karena bentakan itu pasti sangat menjatuhkan harga diri sang Papa. Andai waktu bisa diputar, Lautan lebih tega melihat Petir - kakaknya nangis kejer karena ditinggal nikah sama Vay. Tapi... Yaaaa sudahlah. Terlanjur basah.
"Kalian semua harus menyuruh anak anak kalian mencari Petir!" kata Nata ke Langit, Gema dan Biru dengan nada kasar. Ia mengesampingkan persahabatannya. Bahkan terancam hancur akibat kesalahan Petir.
"Topan! Kamu dengar itu?" Biru bertanya dingin.
"Dengar!" sahut Topan datar. Memang, pembawaan anaknya itu sangatlah dingin. Mau ada lelucon atau ketegangan di depannya, wajah nya selalu datar bak tembok.
"Hanya satu minggu waktu kalian. Atau lihat saja kemarahan Om yang masih tertahan tahan ini. Penjara akan menyambut kalian semua!"
Gleekkk...
Tujuh orang sahabat Petir itu kompak saling bertatapan nahas.
"Om, tapi kami nggak tau loh Petir kabur ke mana." kata Angkasa apa adanya.
Pertanyaannya itu di hadiahi plototan seram dari Nata sekaligus Biru-sang Ayah. Membuat Angkasa garuk tengkuk yang tak gatal seraya cengengesan bak orang bodoh.
"Beri kami waktu setidaknya 1 bulan, Om." pinta Topan angkat suara.
"Kelamaan!" ketus Nata.
"Ya sudah, penjarakan kami saja!" tantang Topan. Membuat gigi Nata berbunyi. Oke... Mereka semua menantang. Baiklah...!
"Kalian pikir Om akan kasihan pada kalian, hah? Tidak sama sekali!" Nata merogoh sakunya hendak mengeluarkan hape.
"Ihh, si Bego!" bisik Guruh seraya menyikut perut Topan.
"Biarkan saja. Anggap aja kita lagi healing jamaah. Lo lo pada kan biasanya healingnya di tempat tempat yang makan biaya banyak. Nah, kapan lagi kita dapat kamar gratis." kata Topan santai. Semuanya memutar mata malas. Serah deh lo! Seraaaah!
"Ayolah, Nata. Kita bisa bicarakan dengan baik-baik. Kalau mereka tidak sanggup, kami bertiga yang akan mencarinya."
Nah... Inilah sebenarnya target Topan. Ayahnya yang turun tangan berikut Om Gema serta Langit.
"Satu minggu!" Nata masih punya hati yang mempedulikan para orang tua anak anak badung di depannya. Apalagi para Mama mama mereka, pasti akan ribet memohon ini dan itu padanya, kalau benar ia memanjarakan anak pembuat onar itu.
Dan hari itu, hukaman para sahabat Petir adalah ditariknya semua fasilitas mewah. Tanpa ada uang lima ratus perak pun. Mereka kompak menjadi gembel dadakan. Dan pasti mau tak mau ikut mencari keberadaan Petir. Mereka dipaksa oleh para orang tuanya. Padahal Topan sangat malas.
Ting...
Termasuk Purnama. Notifikasi seluruh kartu Atm-nya di bekukan.
"Eeehh.. Apa ini?" Ama yang lagi makan cilok di pinggir jalan, melotot lamat lamat memandang ponselnya. "Astaga, kok gue kaya eh miskin mendadak? Matilah hidup gue di jalan!" katanya prustasi. Cilok ia kunyah lama lama biar kenyangnya awet, pikirnya.
Ting...
Ada pesan dari Papi Handsome.
"Kalau sendal jepit mu sudah tinggal sebelah dan tidak sanggup beli lagi. Maka pulanglah!"
Purnama sontak melirik kakinya. "Kok Papi tau kalau gue make sendal swallo*? Iiihh...hebat deh. Tapi Papi Sayang, Ama uda tarik banyak. Uda beli motor juga. Hehehe, ngojek pun nggak masalah buat anak mu yang strong ini..." katanya mengajak ngobrol gawainya.
***
Di tempat lain dalam waktu yang sama, Petir masih asyik mengemudikan helinya di udara dengan perasaan santai dan gembira.
Saat ini, Vay masih dalam keadaan pingsan. Mungkin, sebentar lagi juga sadar.
Dan benar saja, Vay sudah terdengar melenguh pelan dengan tangan kanan memegang keningnya. Wanita itu masih linglung dan belum sadar sedang berada di atas helikopter.
"Selamat datang di dunia indah kita, Vay!" seru Petir tersenyum manis saat mata indah itu mengerjap beberapa kali, mencari kesadaran.
"Kenapa lo harus datang di mimpi gue sih?" sahut Vay mengira ia sedang bermimpi.
"Ini bukan mimpi!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
ᵉˡ̳𝐀𝐘𝐃𝐀⸙ᵍᵏ
astaga Ama lu bakalan di kawinin si Abian noh 😂😂😂
2022-12-06
0
Firly Muhammad
neng bule,, neng bule...
sadar neng.. kamu udah dibawa kemana itu ma bang kilat😅😅😅
kenapa.kalian gk buka bobroknya abian aja sih.. biar tau semua keluarga besar kalian..😔😔😔
ayah nata.sampe gak sempat minta maaf ma.mantan calon besannya🙈🙈🙈
2022-12-05
1
Firly Muhammad
moga utan segera.menemukan ama...😉😉😉
2022-12-05
0