Kesempatan Kedua Untuk Angga

Kesempatan Kedua Untuk Angga

1. Ola : Happy Birthday to Me!

"Jangan!"

Ponselku tiba-tiba lepas dari tangan. "Hey!" Aku bangkit dari posisi rebahku.

"Mo, gue tahu lo kesal ama gue, ya, tapi, please, jangan yang dibanting hape gue, dong!"

"Terus? Maksud lo, elo aja yang gue banting, gitu?" timpalnya sambil melotot.

Buset, deh.

"Terserahlah!" sambungnya lagi, melanjutkan aksi mencak-mencaknya.

"Tapi, La, lo harus janji sama gue kalau lo gak bakal pergi ke sana. Mana kelingking lo? Bawa sini!" gertak wanita berambut pirang sebahu yang sudah menjadi sahabatku sejak kecil itu sembari mengulurkan jari kelingking kanannya.

Raisa dan janji jari kelingkingnya. Aku menggelengkan kepala di dalam kepalaku.

Kini kami sedang berada di kamarku. Aku duduk bersila di atas kasur, masih mengenakan baju tidur berupa kaos abu-abu tua yang bolong-bolong di sekitar bagian leher dan celana flanel yang dipenuhi oleh gambar emotikon senyum. Sementara "Nyonya" Raisa yang terhormat berdiri di seberangku dalam balutan gaun musim panas berwarna fuchsia motif bunga-bunga.

Sangat jelas sekali Raisa tidak menyukai rencanaku ini. 'Tidak suka' mungkin ungkapan yang terlalu lemah karena sesungguhnya dia membenci semua itu. Tangannya yang lentik terkepal kuat di kedua sisi tubuh. Bibirnya komat-kamit. Lihat saja dari bagaimana stiletto-nya merusak karpetku dengan setiap langkah mondar-mandirnya. Begitulah cara Raisa mencoba mengendalikan diri agar tidak meledak saat ini juga.

“Tapi, Sa, gue harus melakukan ini. Gue perlu melakukannya. Habis itu gue akan berhenti. Gue janji,” bujukku. Setidaknya, aku bisa menjanjikan itu.

Mendengar nada menyerah dalam suaraku, langkahnya terhenti. Raisa Putri Suryadiningrat, anak dari sahabat sekaligus rekan papa di Handoko, Suryadiningrat, dan Rekan, firma hukum yang mereka dirikan tiga dekade lalu, menatapku dalam.

Kubalas tatapan dalamnya dengan diam.

Aku tahu niatnya baik, dia tidak ingin aku terluka lagi, tetapi dia juga harus mengerti bahwa aku harus melakukan ini, untukku. Untuk diriku sehingga aku bisa menutup lembaran lama dan melanjutkan hidup. Untukku, karena aku tidak ingin menyesal di kemudian hari. Untukku, agar aku bisa mengucapkan selamat tinggal.

Apa yang tidak — setidaknya belum — diketahui Raisa adalah bahwa mulai sekarang, semuanya berubah.

Tak akan lagi sama.

****

Enam bulan yang lalu

Aku memejamkan mata, lalu memijat dahi, berharap sakit kepala — yang ditimbulkan spread sheet yang berserakan di atas meja ini — akan berkurang. Baru pukul sepuluh pagi dan kepalaku rasanya sudah ingin meletus.

Memang, sudah beberapa bulan terakhir aku berkutat dengan proyek untuk sebuah hotel baru di pusat kota. Lembur berjam-jam, bolak-balik kantor dan lokasi, dan berkeliling mengincar interior yang sesuai dengan konsep yang diinginkan klien. Kelelahan tidak terelakkan. Namun, lelah ini akan terbayar oleh penambahan digit di rekening bank-ku setelah semuanya selesai.

Cuan. Cuan. Cuan.

"Apa lagi?" Aku menjawab panggilan dengan enggan setelah melihat foto di layar.

"Selamat ulang tahun!" teriaknya, benar-benar tepat di telinga. Segera kutarik ponsel menjauh. Aku ingin menjaga gendang telingaku tetap aman agar bisa dipakai setidaknya lima puluh tahun lagi.

“Raisa, ini udah ketiga kalinya lo teriak kencang banget dalam tiga jam. Dan untuk ketiga kalinya, gue ucapin terima kasih banget dan please, please, please, udahan. Oke?” pintaku padanya setengah geli, setengah serius.

Bisa kubayangkan Raisa sedang memutar bola matanya sekarang. “Beuh, cemen lo! Baru tiga kali aja udah kendor begitu. Gue, nih, dengan sungguh-sungguh sudah berkomitmen untuk memberikan selamat ultah kepada sahabat tercinta gue sebanyak dua puluh tujuh kali. Ini, kan, ulang tahun lo yang kedua puluh tujuh, Neng!”

Dia berlagak seperti aku tidak tahu kenyataan itu. Kini giliranku yang memutar bola mata. Dasar ratu drama. "Sialan lo! Iya, iya, Raisa Sahabat Terbaik Sepanjang Masa. Terima kasih banyak, ya. Tapi, please banget, lo mau berhenti kalau gue minta baik-baik, kan? Gue lagi pusing ngurusin proyek The Royal, nih."

"Iyee, iyee," jawab Raisa cepat, malas mendengarkan rengekanku. "Asalkan minta baik-baik itu artinya lo mau traktir gue. Barusan pas belanja buat si Nyonya," Si Nyonya adalah julukan yang diberikan Mo untuk salah seorang klien yang merupakan simpanan salah satu bos besar sebuah perusahaan multinasional, "gue lihat Saint Laurent cantiiik sekali."

Tetiba saja denyutan di kepalaku berubah menjadi pukulan setelah mendengar merek itu. Kupiejit dahi lebih keras. "Kayak yang gak bisa beli sendiri aja lo, minta ditraktir," protesku, kali ini lebih banyak seriusnya. "Sekate-kate mau minta traktiran sepatu mehong!"

"Dih, kayak yang gak bisa traktir gue sepatu mahal aja lo!" balasnya tak kalah ngotot.

Terkadang aku pikir "lebay" adalah nama tengah yang lebih cocok buat Raisa dari pada Putri. Gak ada keputri-putriannya ini anak. Aku lagi-lagi memutar bola mata. ****! Bumi rasanya ikut berputar. “Udahan, ih! Gue mau kerja lagi. Nanti juga makan di Beniqno juga gue yang bayarin. Tambah pusing gue ditodong YSL sama lo."

“Yeee, serah lo, deh! Makan di sana cuma berapa doang, tapi repetan lo udah kayak orang susah,” timpalnya lagi. Namun, aku bisa mendengar nada gurauan dalam suaranya. "Sampai jumpa di Beniqno kalau begitu, Neng Ola Olay. Jangan telat, ya. Bye!"

Sambungan telepon seketika terputus.

Dasar sinting.

Aku rasa aku butuh lebih dari satu butir Aspirin untuk mengusir rasa sakit kepala yang tak diundang ini.

****

Beniqno adalah bar sekaligus restoran populer di pusat kota yang sering kami kunjungi untuk makan atau sekadar hangout. Selain suasana yang hangat dan nyaman, Om Ben, sang pemilik, secara konsisten mengadakan pertunjukan musik live tiga hari seminggu untuk pengunjung malam mereka.

Sebagai mantan legenda musik rock dan pemilik bar, Om Ben ingin memberikan makanan yang enak dan musik yang bagus — dua hal penting dalam hidup menurutnya — pada saat yang sama. Dia ingin memberikan kesempatan berjuang para musisi baru di luar sana untuk mencapai impian mereka; sebuah titik untuk memulai, untuk mengembangkan bakat, untuk memperkenalkan diri kepada dunia.

Baru-baru ini Om Ben berencana untuk pensiun dan memberi istrinya liburan yang sudah dia janjikan sejak zaman dahulu kala. Oleh karena itu, dia mulai menyerahkan urusan bisnis pada putra semata wayang mereka, Angga, yang kebetulan adalah sahabat Oliver, kakak laki-lakiku.

Raisa dan beberapa teman kuliah kami sudah menunggu ketika aku menghampiri. Maya, Hesti, Glenn, dan Joshua berdiri lalu bergantian memberiku pelukan dan ciuman ucapan selamat. Glenn bahkan membungkuk sebelum dia meraih kursi untukku. "Silakan duduk, Milady," godanya sambil mengedipkan sebelah mata.

Aku terkekeh dan menggeleng. Sudah tabiatnya seperti itu, jadi kami pun telah kebal terhadap kelakuan genitnya.

Seolah diberi isyarat, Om Ben dan pasukan berjalan dari belakang counter menuju meja kami sambil menyanyikan lagu Selamat Ulang Tahun yang segera diikuti oleh teman-temanku. Hal ini tentu saja menarik perhatian pelanggan lain, yang kemudian tanpa disangka bergabung bersama mereka. Jadilah, seluruh pengunjung Beniqno Bar and Grill sedang menyelamatiku melalui nyanyian.

Salah satu pelayan, Weni, mengikuti di belakang tubuh Om Ben yang besar dengan piring berisi setumpuk makanan yang aku yakin adalah pancake pisang dengan saus coklat. Di tengahnya terdapat sebuah lilin tinggi yang menyala. Aku meraih tangan Raisa di bawah meja dan meremasnya sebagai ucapan terima kasih.

Adalah ritual kami untuk merayakan ulang tahun di sini semenjak Raisa dan aku bisa melarikan diri dari pesta mewah yang dirancang para ibu. Namun, tidak dipungkiri, sebuah kebiasaan pun selalu bisa membuatmu emosional. Dengan mata berkaca-kaca dan hati yang tersentuh, kutiup lilin hingga padam. “Terima kasih banyak, Semua.”

Mereka tersenyum.

“Suguhan spesial untuk gadis spesialku,” jawab Om Ben sambil melingkupiku dengan pelukannya. "Selamat ulang tahun, Olavia."

Sebelum aku sempat berterima kasih kepada Om Ben, terdengar suara yang membuatku bergidik. "Selamat ulang tahun, Olavia."

Suara itu ....

Cara dia menyebut namaku ....

Jangan bilang kalau ....

Bersambung...

Terpopuler

Comments

🦋 Pika 🦋

🦋 Pika 🦋

wehhh ucapan selamat sampe 27x 🤣🤣 niat banget

2022-12-12

1

Az-Zahra

Az-Zahra

wah...pake aspirin...kenapa enggak Paramex aja kak...

hahahaha

2022-12-05

1

Az-Zahra

Az-Zahra

wah...jangan banting gue dong...

takut ah...

2022-12-05

1

lihat semua
Episodes
1 1. Ola : Happy Birthday to Me!
2 2. Ola : Tuan Bermata Cokelat Panas
3 3. Ola : Sampai Jumpa, Owen
4 4. Ola : Takdir yang Mengacau
5 5. Ola : Tuan Beruang Kutub Raksasa Bertubuh Keras, Pemarah, Kurang Ajar, dan Su
6 6. Ola : Secangkir Kopi Bersama Owen
7 7. Ola : A Talk To Remember
8 8. Ola : Aaaaaaaa!
9 9. Ola : Ready to Kill
10 10. Ola : A Kiss On The First Date?
11 11. Ola : Ada Apa Dengan Bang Oli?
12 12. Ola : Bola Mata Angga
13 13. Ola : Paradiso
14 14. Angga : F*ck This!
15 15. Ola : Bang Oli Pengacau
16 16. Ola : Selow But Sure
17 17. Ola : Tersesat
18 18. Angga : Obat Nyamuk Sialan
19 19. Angga : Johnny Hunny Bunny Sweetie
20 20. Angga : Sahabat Sialan
21 21. Ola : Berubah!
22 22. Ola : oh, my God, Raisa!
23 23. Ola : Happy Shopping
24 24. Ola : Lo Senang, Gue pun Senang
25 25. Ola : Heaven
26 26. Owen : Akhirnya
27 27. Owen : Sungguh Sayang
28 28. Ola : Langit Ketujuh
29 29. Ola : Rindu
30 30. Ola : Bencana
31 31. Ola : Blame On Me
32 32. Angga : In the Light of the Day
33 33. Ola : Toilet Umum Bersejarah
34 34. Angga : Bau Ta*
35 35. Angga : Mata Menyala Olavia
36 36. Ola : Remaja Bermata Sendu
37 37. Ola : Owen Pemenangnya
38 38. Ola : I Love You
39 39. Ola : Salah Besar
40 40. Ola : Tolol
41 41. Ola : Not Enough
42 42. Ola : KENAPA?
43 43. Ola : Aku Harap Mereka Benar
44 44. Ola : Mas Johan
45 45. Ola : Congratulations
46 46. Ola : Cleaning Up the Mess
47 47. Ola : Terlambat
48 48. Ola : Rekapitulasi Dua Minggu Ini
49 49. Ola : Dear Owen
50 50. Ola : NO!
51 51. Ola : Sadar
52 52. Angga : Kesempatan Kedua Untuk Gue
Episodes

Updated 52 Episodes

1
1. Ola : Happy Birthday to Me!
2
2. Ola : Tuan Bermata Cokelat Panas
3
3. Ola : Sampai Jumpa, Owen
4
4. Ola : Takdir yang Mengacau
5
5. Ola : Tuan Beruang Kutub Raksasa Bertubuh Keras, Pemarah, Kurang Ajar, dan Su
6
6. Ola : Secangkir Kopi Bersama Owen
7
7. Ola : A Talk To Remember
8
8. Ola : Aaaaaaaa!
9
9. Ola : Ready to Kill
10
10. Ola : A Kiss On The First Date?
11
11. Ola : Ada Apa Dengan Bang Oli?
12
12. Ola : Bola Mata Angga
13
13. Ola : Paradiso
14
14. Angga : F*ck This!
15
15. Ola : Bang Oli Pengacau
16
16. Ola : Selow But Sure
17
17. Ola : Tersesat
18
18. Angga : Obat Nyamuk Sialan
19
19. Angga : Johnny Hunny Bunny Sweetie
20
20. Angga : Sahabat Sialan
21
21. Ola : Berubah!
22
22. Ola : oh, my God, Raisa!
23
23. Ola : Happy Shopping
24
24. Ola : Lo Senang, Gue pun Senang
25
25. Ola : Heaven
26
26. Owen : Akhirnya
27
27. Owen : Sungguh Sayang
28
28. Ola : Langit Ketujuh
29
29. Ola : Rindu
30
30. Ola : Bencana
31
31. Ola : Blame On Me
32
32. Angga : In the Light of the Day
33
33. Ola : Toilet Umum Bersejarah
34
34. Angga : Bau Ta*
35
35. Angga : Mata Menyala Olavia
36
36. Ola : Remaja Bermata Sendu
37
37. Ola : Owen Pemenangnya
38
38. Ola : I Love You
39
39. Ola : Salah Besar
40
40. Ola : Tolol
41
41. Ola : Not Enough
42
42. Ola : KENAPA?
43
43. Ola : Aku Harap Mereka Benar
44
44. Ola : Mas Johan
45
45. Ola : Congratulations
46
46. Ola : Cleaning Up the Mess
47
47. Ola : Terlambat
48
48. Ola : Rekapitulasi Dua Minggu Ini
49
49. Ola : Dear Owen
50
50. Ola : NO!
51
51. Ola : Sadar
52
52. Angga : Kesempatan Kedua Untuk Gue

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!