Hasrat Terindah Istri Kecilku
Sebuah pesta megah diadakan di mansion besar untuk merayakan dua acara. Acara tahun baru serta acara ulang tahun dua baby twins Devino dan Devina yang sudah berusia satu tahun. Malam yang sangat istimewa bagi pasangan Devan dan Aradella. Keduanya adalah orang tua Baby Twins yang dipenuhi dengan kebahagiaan. Ditambah malam yang indah ini melengkapi kebahagiaan mereka.
Hubungan antara mereka berdua sudah berhasil membuat publik di kota heboh, terutama Nyonya Chelsi yang menyatakan Ella adalah putri keduanya yang sudah lama terpisah darinya dan mengatakan sudah menikah hingga memberinya dua malaikat mungil yang menggemaskan.
"Wah lihat, bukankah dia istri Presdir yang lagi viral itu?" Seorang wanita bersama temannya menatap pada Ella yang lagi berdiri sendirian memperhatikan para tamu bersalaman dengan Devan dan Ayah mertuanya.
"Maaf, kalian siapa?" tanya Ella melihat mereka. Tanpa ditanya, Ella sudah tahu maksud kedatangan mereka hanya untuk menertawainya.
"Hei, kau tidak tahu siapa kami?" ujarnya menunjuk teman-temannya yang beranggota empat wanita, istri dari pejabat-pejabat di kota ini.
"Maaf, saya tidak mengenal kalian," ucap Ella ingin pergi tapi berhenti setelah dicibir.
"Ya ampun, tidak sangka Istri Presdir di kota ini tidak mengenal kita, apa dia selalu dikurung di rumah oleh suaminya?" katanya melirik Ella dengan sinis.
"Oh say, jangan heran dulu ... dia kan awalnya seorang pelakor, perebut lelaki kakaknya sendiri. Mungkin memang dikurung agar tidak merayu lelaki lain, ahaha ...." Caci temannya sambil tertawa bersama. Ella semakin menunduk setelah dihina oleh mereka. Ingin rasanya membela diri, tapi takut luka lama itu kembali terbuka.
"Ahaha, lihatlah, dia hanya bisa diam seperti-"
PLAK!
Perkataannya langsung putus setelah menerima tamparan menuntut dari seorang wanita anggun yang hadir malam ini. Ella kaget dan langsung berbalik melihatnya.
"Elisa?" Ella melihat kakaknya berdiri dengan amarah pada kumpulan wanita yang sombong ini.
"Kalianlah yang hina! Harusnya kalian ini tau diri sedikit, sudah punya posisi yang baik dari pada kaum wanita lainnya, tapi tak sangka mulut kalian lebih memalukan. Sangat tak pantas hadir di pesta ini! Enyahlah dari hadapanku!" bentak Elisa menatap mereka tajam hingga mereka tertekan.
"Nona Elisa, harusnya kau tak usah marah. Kami di sini membelamu, kami kasihan padamu melihat adikmu sendiri yang membuatmu seperti ini. Harusnya kamu-"
"Pergi! Kalian pergilah! Aku tak butuh rasa kasihan itu dan pembelaan kalian. Kalian lebih baik diam atau aku robek mulut kalian sekarang juga!" ancam Elisa tak main-main.
Mereka segera pergi tak kuat melihat sorotan mata Elisa yang mengerikan. Sungguh sikap mereka membuat Elisa muak. Lagian semua ini bukan salah Ella.
"Elisa, kamu tenanglah," Ella menenangkan Elisa yang sedang mengatur nafasnya habis marah-marah.
"Haish, kau ini! Lain kali harusnya kau lawan mereka, jangan takut pada mereka. Aku sebagai kakakmu tentu tidak terima kau dihina seperti ini, apalagi malam ini sangat spesial bagimu." Tutur Elisa panjang lebar. Tatapannya sangat serius menasehati adiknya yang begitu lemah dan rapuh.
"Maaf, maaf. Mereka memang benar, aku memang seorang-"
"Cukup, Ella. Kamu jangan pikirkan itu. Kamu ini bukan seperti itu, kamu sudah jadi seorang Ibu." Elisa menghapus air mata adiknya. Ella hanya mengangguk sudah mengerti.
"Oh ya selamat ya. Malam ini baby kamu akan berusia satu tahun. Aku sebagai bibinya sangat senang bisa hadir malam ini di acara ultah baby kamu." Elisa mengulurkan tangan dan tersenyum.
Ella meletakkan gelas jusnya di atas meja lalu membalas uluran tangan pada Elisa, kakak kandungnya yang pernah berurusan soal cinta segita di tahun lalu.
"Em, terima kasih, Kak. Aku benar-benar senang kau datang juga, aku pikir kamu tidak akan-"
"Ssst, jangan ungkit masalah itu lagi. Itu sudah berlalu, kebahagiaanmu sekarang sudah cukup bagiku," ucap Elisa tersenyum lalu diam kembali. "Hais, cuma saja," desis Elisa menunduk di dekat Ella.
"Cuma saja apa?" tanya Ella mengambil segelas jus lain. "Nih, minumlah. Kalau ada masalah, cobalah kasih tahu padaku, siapa tau aku juga bisa bantu." Perkataan Ella membuat Elisa gugup.
"Hanya saja tahun ini aku harus segera menikah. Jika tidak aku akan dijodohkan dengan teman Papa. Papa sering mendesakku untuk mencari pengganti Devan. Hatiku jadi resah dan pikiranku akhir-akhir ini kacau,"
"Aku harus bagaimana sekarang? Apa aku harus menerimanya? Sedangkan aku tidak mencintai dan tidak tahu siapa teman Papa. Aku takut, aku akan dinikahi oleh om-om pejabat yang sudah beristri." Jelas Elisa panjang lebar meluapkan kegundahan hatinya selama ini.
Ella perlahan sadar, merasa kalau Elisa belum move on dari suaminya serta mulai kasihan atas desakkan dari Tuan Vian yang membuat Elisa tertekan. Ella tersenyum lalu meraih tangan Elisa.
"Aku akan selalu mendukung keputusanmu. Jika kau menolak usulan Papa Vian, aku akan tetap mendukungmu," ucap Ella serius menatapnya. Elisa menggelengkan kepala merasa Ella mengerti dirinya, ia pun memeluk adiknya.
"Terima kasih, tapi sekarang kau lebih baik fokus merawat dua keponakanku. Biar aku sendiri yang memikirkan ini." Elisa tersenyum lalu perlahan melepaskan genggaman Ella, ia meletakkan jusnya ke meja lalu pergi ke taman belakang. Ella menunduk dan melihat tangannya. Diam sendirian memikirkan keresahan Elisa.
"Dia selama ini pasti lebih menderita gara-gara aku," gumam Ella mengusap segera air matanya yang mulai turun.
"Huft, baiklah. Aku harus cari solusi biar dia tidak kesepian dan Papah tidak memaksanya lagi." Ella menghirup udara dan perlahan merasa lega. Tiba-tiba saja, seseorang memeluknya dari belakang membuatnya sangat terkejut.
"Hei, Sayangku. Kenapa di sini sendirian? Apa kau sedang berpikir ingin kabur dariku?" Seorang pria tampan bertanya pada istrinya yang cantik itu, bernama Devandra, suami Ella yang amat dicintai dan disayangi, sekaligus mantan kekasih Elisa, setahun yang lalu pernah menjalin cinta dengan Elisa. Umur Ella dan Devan hanya terpaut lima tahun dan saling mencintai satu sama lain.
Ella berbalik dan tersenyum pada suaminya. Tapi kesedihannya tak bisa disembunyikan dari Devan. Tentu matanya yang sedikit sembab itu terlihat jelas olehnya.
"Loh, kamu habis nangis?" tanya Devan mengusap lembut pinggir mata Ella. "Em, tidak. Aku senang melihat pesta malam ini, tapi ...." Ella menunduk dan meraih kedua tangan Devan. Menatapnya sedih lalu menggenggamnya.
"Tapi kenapa, sayang? Kenapa kamu sedih begini?"
"Aku sedih tidak tega pada Elisa, jadi bisakah kau menemaninya malam ini. Temani dia di taman, Honey. Dia kesepian, siapa tau-"
"Sudah Sayang, dia bisa menenangkan dirinya sendiri. Sekarang kita ke baby kita." Tunjuk Devan pada dua baby-Nya yang digendong oleh Mira dan Chelsi.
"Tidak Honey, dia malam ini resah sekali,"
"Loh kenapa dia, sayang?" tanya Devan mulai tertarik.
"Elisa didesak oleh Papa untuk mencari penggantimu secepat ini. Jika Elisa tidak menemukannya, dia akan dinikahi oleh teman Papa. Aku lihat dia tidak senang dengan niat Papa. Jadi pergilah ke taman, hibur dia malam ini." Ella memohon, berharap Devan bisa mengurangi keresahan Elisa. Devan menghela nafas berat lalu dengan terpaksa mengatakannya.
"Baiklah, karena ini permintaanmu maka akan aku turuti. Tapi kamu jangan cemburu,"
"Tidak akan, asalkan kamu juga tidak macam-macam padanya," kata Ella serius menatap suaminya.
"Pfft, tidak akan dong. Aku kan cuma macam-macam sama kamu saja." Devan mencolek nakal pinggang Ella dan pipi Istrinya itu.
"Ish, ya sudah. Pergi sana hibur dia." Ella mendorong Devan sambil tersenyum manis. Devan menoleh sebentar melihatnya lalu mulai berjalan kembali ke arah taman. Sementara Ella kini menghela nafas lalu menaiki tangga ingin melihat Elisa dari balkon di lantai dua.
Tapi ternyata, langkah kaki Devan bukan ke taman melainkan ke arah Sekretaris Hans yang lagi berdiri sendirian mengawasi para tamu. Sekretaris yang masih setia pada Devan.
"Ekhm." Devan mendehem.
Hansel menoleh dan dengan ramahnya mulai bicara.
"Selamat malam, Presdir. Apa ada yang bisa saya bantu?"
"Em begini, aku ke sini mau kau pergi ke taman,"
"Ke taman? Untuk apa, Presdir?"
"Itu ... untuk memetik beberapa bunga di sana. Aku ingin berikan pada Ella, ingin memberinya sedikit kejutan." Devan terpaksa berbohong. Karena dia tentu tak mau ke taman untuk menghibur Elisa. Sudah jelas jarak mereka sudah jauh, dan tak mau ada jarak untuk mereka lagi.
"Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu."
Baru juga Hansel melangkah, Devan menahannya segera.
"Tunggu dulu!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Kiran Lah
ooooooooooooooooooo
2022-12-05
1