Setelah acara kemarin, Devan belum bisa melepasan guling yang dia peluk. Rasa lelahnya yang sudah merayakan ultah baby twinsnya membuat kedua matanya masih setia tertutup. Meski cahaya pagi matahari yang menyilaukan masuk dari celah-celah jendela tetap tak bisa membangunkan Devan.
Tak seperti Ella yang kini keluar dari kamar mandi sudah membasuh wajahnya. Ia berdiri melihat dirinya di cermin rias, terlihat ada sedikit yang berubah. Ia terlihat dewasa tak seperti tahun yang lalu, bahkan rambut poni yang sering dimainkan Devan sudah tak ada lagi sekarang.
"Em, sepertinya aku sudah seperti wanita dewasa, umurku juga sudah tak akan lama lagi masuk 22 tahun dan Devan masih 26 tahun. Hari ultahnya ke 27 juga sudah dekat. Apa yang harus aku berikan untuknya tahun ini?"
Ella duduk di kursi riasnya. Mulai berpikir lagi sambil melirik suaminya yang masih setia tidur di dekat baby Vino dan baby Vina di atas ranjang.
"Hm soal Kak Elisa, apa Devan tidak masalah bila aku jodohkan dengan Kak Hansel?"
Ella kembali merenung.
"Kak Hansel orang yang dikit-dikit pendiam, tapi dia orang yang menyenangkan. Sepertinya memang cocok tapi siapa teman Papa yang mau dijodohkan dengan Kak Elisa?"
Tak mau berpikir keras karena takut ini mempengaruhi kondisinya, Ella pun berdiri mengganti pakaiannya lalu mendekati suami dan dua anaknya. Ella mengusap kepala dua baby-Nya dengan lembut. Mencium kening keduanya yang masih tertidur dengan botol susu di tangan mereka. Ella senyum-senyum sendiri tak sangka dua baby-Nya yang menggemaskan ini lebih mendekati kemiripan Devan dibandingkan dirinya.
"Anak Mama yang manis dan ganteng, jangan berisik ya. Papa kalian masih tidur, biar Mama yang bangunkan." Ella berbicara seakan dua baby-Nya sudah sadar tapi masih terlelap dalam mimpinya. Ella pun berbaring kembali, menghadap ke arah Devan yang memeluk guling. Memperhatikan paras sang suami.
"Sudah hampir dua tahun aku bersamanya dan dia masih tampan dan lucu, tapi sayangnya rambut ini malah dicat warna coklat. Apa dia sengaja?" pikir Ella semakin tertawa kecil melihat perubahan rambut Devan.
Perlahan-lahan gulingnya diambil oleh Ella, takut Devan akan terbangun. Tapi siapa sangka, kedua tangan Devan malah merangkulnya.
"Ya ampun!" celetuk Ella cemberut. Lagi-lagi Ella ingin melepaskan dirinya, tapi sekali lagi malah didekap oleh Devan. Jarak wajah mereka yang dekat membuat pipinya semerah kepiting rebus.
"Aish, apa dia sudah bangun?" pikir Ella menatap dua mata suaminya yang masih tertutup. Tapi lama-lama dekapan Devan melemah dan perlahan melihat Devan mulai bangun.
"Morning, honey."
"Em, sayang? Kau ... sudah bangun?" lirih Devan masih dalam ngantuknya melihat Ella tersenyum pagi ini.
"Ya dong, dari tadi aku sudah bangun. Sekarang ini sudah pukul 08.32 pagi. Kamu tidak kerja hari ini?"
Devan tak menjawab melainkan memeluk tubuh Istrinya.
"Aku sangat capek, hari ini kantor libur saja. Aku ingin di sampingmu dulu." Dengan lembut mencium kening Istrinya.
"Hais, kamu ini. Aku sekarang sibuk, kamu lanjut tidur saja deh." Ella memberinya guling lalu lepas dari pelukan Devan. Devan cemberut diabaikan oleh istri sendiri. Padahal pagi-pagi ini dirinya ingin bermanja-manja, mumpung dua baby-Nya tidak rewel. Tapi apalah daya, tenaganya seakan habis tak bisa bangun dan kembali menutupi dirinya dengan seprai.
"Huft, dia benar-benar pasti lelah. Lebih baik aku segera siapkan air hangat kukuh untuk Vino dan Vina. Ini waktunya mereka mandi," gumam Ella berdiri melihat dua baby-Nya menggeliat bersamaan.
Ella dengan perlahan masuk ke dalam kamar mandi, menyiapkan kebutuhan dua anaknya nanti. Setelah membuka pintu, Ella sontak dikejutkan dengan anak sulungnya yang terbangun. Ella cepat-cepat mendekati Vino.
"Maaa ... Maaa," lirihnya memanggil Ella.
"Mamapuk," lanjutnya menepuk pampers yang sudah tak karuan dipandang.
"Mama," panggil Vino manja. Ella hanya geleng-geleng kepala melihatnya yang amat menggemaskan. Cara bicara Vino yang cuma bisa bicara satu kata saja semakin membuatnya lucu.
"Vino, kenapa? Pupuk ya sayang?" tanya Ella melihat isi pampers Vino. Ternyata benar, Vino sedang BAB.
"Mamapuk," sekali lagi Vino merengek. Ella tertawa kecil lalu menggendongnya.
"Sini biar Mama yang bantu Vino. Sudah ini, Vino langsung mandi ya sayang." Dengan lembut mengelus kepala Vino lalu masuk ke dalam kamar mandi. Vino begitu riang disemprot air hangat yang menyejukkan dirinya. Tawa mungilnya memenuhi isi kamar mandi.
Sangat beda di luar kamar yang terdengar hening. Tapi keheningan itu langsung sirna setelah baby Vina bangun merengek pada Devan.
"Papa," rengek Vina masuk ke seprai membangunkan Devan.
"Papaaaa," panggil Vina mencolek pipi Devan.
"Aduh, Nana Papa. Kenapa sayang?" tanya Devan akhirnya bangun.
"Papanum," rengek Vina ingin menangis. Devan menghela nafas mencari Ella tapi Istrinya tak terlihat.
"Sayang, kamu di mana?" Devan berteriak sedikit.
"Ini di dalam kamar lagi mandikan Vino. Kenapa, honey?" tanya Ella sedikit teriak juga.
"Ini loh sayang, Vina bangun. Aku tidak tau dia minta apa, kamu keluar gih urus Vina," ucap Devan masih menenangkan Vina yang merengek minta 'Papanum'. Benar-benar dua anaknya lebih susah dipahami daripada Maysha dulu. Keponakannya yang sudah berumur 5 tahun.
"Memang dia minta apa?" tanya Ella masih belum keluar dari kamar mandi. Devan menggendong Vina lalu mendekati pintu kamar mandi.
"Dia bilang, Papanum. Nah itu dia minta apa, sayang?" tanya Devan melihat Vina makin rewel.
"Oh itu, dia minta minum. Papa minum susu, nah itu," kata Ella paham maksud putri kecilnya.
"Ya sudah, kamu cepat-cepat gih mandikan Vino. Aku juga mau mandi nih. Jangan biarkan Vino main air lama-lama." Nasehat Devan pada Istrinya sambil membuatkan susu botol untuk Vina.
"Ya, ini sudah selesai." Ella keluar dari kamar mandi sambil menggendong Vino yang dibalut oleh selimut.
"Nah sekarang aku mau mandi dulu, kamu jagain mereka ya sayang." Devan mencium kening Ella lalu masuk ke kamar mandi dengan handuknya. Ella hanya geleng-geleng kepala melihat putri kecilnya duduk manis di atas kasur sambil menyedot botol susunya.
Sekarang dua baby-Nya sudah siap, begitupun Devan yang sudah siap dengan style-Nya. Namun saat bercermin, Vino mendekati Devan. Kaki kecilnya berhenti di dekat Papanya.
"Papado," panggil Vino menarik baju Devan. Ella sontak diam membisu mendengarnya.
"Hm, Papado? Apa itu, Nak?" tanya Devan berjongkok di depan Vino.
"Papado," peluk Vino ke Devan.
"Sayang, kamu tahu artinya itu apa? Oh atau mungkin ini panggilan sayang dari putraku?" tebak Devan melihat Vino.
"Pfft, ahahaha ...." Tawa Ella yang lagi mengikat rambut baby Vina.
"Loh kok malah ketawa?" Devan menggendong Vino.
"Coba deh kamu tanyakan ke Rafa. Dia yang kemarin selalu bermain dengan Vino. Mungkin Rafa yang mengajarinya."
Devan paham lalu mengelurkan ponsel mengetik sebuah pesan untuk adiknya yang lagi sarapan di bawah bersama anggota keluarga lainnya. Sontak Rafa membola merima pesan itu. Rafa pun tertawa kecil lalu mengirim arti dari kata 'Papado' pada Devan.
Seketika dua mata Devan melebar mengetahui artinya lalu melihat anak sulungnya.
"Papado," ucap Vino sekali lagi. Devan mulai meremas kuat ponselnya, kesal dan marah pada Rafa.
"Nih, ambil Vino dulu. Aku mau turun ke bawah." Devan memberikan Vino ke Ella.
"Loh kamu kenapa?" tanya Ella membuat Devan berhenti jalan. Devan merenung, seperti ada sesuatu yang pernah terjadi. Merasa dirinya dulu waktu kecil sering mengejek Tn. Raka, Ayahnya sendiri.
"Dev, kamu kenapa?" Sekali lagi Ella bertanya.
"Ini loh, Rafa bisa-bisanya ajari Vino yang jelek. Aku kesal!" cetus Devan melihat ponselnya. Ella pun merebut ponsel Devan, ingin tahu apa arti dari panggilan sayang Vino. Ternyata panggilan itu cocok juga untuk Devan.
"Papado? Papa komodo?" ucap Ella menahan tawa. Devan cemberut melihat Istrinya malah ingin tertawa.
"Papado," lagi-lagi Vino memanggil Devan dengan wajah datarnya. Ella tak henti-henti menahan tawa. Tapi seketika diam mematung setelah mendengar Vina memanggilnya sama.
"Mamado," panggil Vina memberikan botol susunya.
"Pfft, ahahaha ... Mamado?" Devan tertawa lepas mendengar panggilan putri kecilnya kepada Ella.
Ella menatap sinis ke Devan, begitupun Devan juga tak kalah. Tapi lama-lama suasana ini membuat keduanya tertawa bersama. Devan menggendong dua baby twins untuk turun sarapan pagi. Ella hanya bisa menunduk malu di belakang Devan. Bisa-bisanya dua anaknya menjahilinya di pagi ini.
______
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments