"Berdebat? Masalah apa yang membuat Kak Elisa dan Papa berdebat, Aline?" tanya Ella pada adiknya dan masih berdiri di luar ruangan.
Aline yang memang sudah lama tinggal di rumah Vian memang sering mendengar perdebatan kakak tirinya dan juga Ayah tirinya ini. Gara-gara soal masa depan Elisa, apalagi wanita ini mulai memasuki umur 25 tahun.
"Itu loh Kak, Papa Vian ingin Kak Elisa setuju dengan usulannya. Tapi Kak Elisa menolak, sekarang mereka masih berdebat," kata Aline yang sedang berdiri mengintip perdebatan Elisa dan Vian. Suara perdebatan mereka sangat jelas didengar oleh Ella.
"Sampai kapan kau akan begini, Elisa! Kau harusnya menikah di tahun lalu dan sekarang kau masih saja belum menikah. Semua orang-orang terdekat Papa membicarakan kau, mereka mengira kau belum bisa move on dari Devan," ujar Vian sedang duduk di sofa nampak ditenangi oleh Ny. Chelsi.
"Sudah, Pa. Kita jangan memaksa Elisa terus-menerus, biarkan dia bebas memilih keputusannya," ucap Chelsi melihat Elisa menahan amarah.
"Bela terus anakmu! Aku hanya ingin dia segera berumah tangga! Kalau begini, dia akan jadi perawan tua!" geram Vian menujuk Elisa.
"Cukup!" pekik Elisa meninggi, ia sudah tak tahan ditekan terus oleh ayah tirinya. Chelsi ikut berdiri masih menenangkan suaminya.
"Aku tidak akan pernah menikahinya dan aku sendiri yang akan menentukan hidupku!" ujar Elisa mengambil tasnya lalu pergi ke arah pintu dengan amarahnya. Vian bukannya tenang malah semakin marah.
"Berhenti!" teriak Vian berdiri. Elisa sontak berhenti namun tak berbalik melihat Ayah tirinya.
"Dengar baik-baik, bila seminggu ini kau tak punya kekasih. Papa akan membawa calon suamimu ke rumah ini. Kau sudah dewasa, harusnya bisa mengerti keinginan Papa. Papa hanya ingin kau menikah dan memberi Papa cucu," jelas Tn. Vian sungguh-sungguh hanya ingin melihat anak yang dia besarkan memberinya seorang cucu.
Elisa berbalik sambil tersenyum miring.
"Oke, Papa tidak usah lagi mengaturku. Aku akan bawa calon suamiku dalam 7 hari. Setelah itu Papa tak usah lagi menekanku!" Elisa menatap sinis ke arah Vian lalu dengan angkuhnya pergi meninggalkan rumah.
"Haish, apa dia ingin main-main lagi?" desis Tn. Vian duduk.
"Sudah, Pa. Kita biarkan Elisa bebas, jangan terlalu menekannya," kata Chelsi tak tega putrinya terus-menerus dibentak-bentak layaknya anak kecil saja.
"Huft, kau! Bela terus anakmu itu!" kesal Vian pergi ke arah tangga ingin ke kamarnya dan segera diikuti oleh Chelsi.
Aline kembali menutup pintu kamarnya lalu melanjutkan menghubungi Ella. Aline sedikit kasihan dan takut pada Vian yang setiap saat pasti mengamuk, marah-marah di rumah.
"Dengar kan, kak? Papa malah memberikan waktu hanya seminggu untuk Kak Elisa. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya jika Kak Elisa tak mencari kekasih sendiri."
Ella merenung sebentar telah mendengar laporan adiknya. Wanita ini mondar-mandir di depan ruang kerja Devan.
"Ya sudah, kamu tidak usah pikirkan. Lebih baik fokus belajar saja. Biarkan Kakak sendiri yang mencari solusi," ucap Ella ingin mematikan panggilan.
"Baiklah, Kak. Kalau begitu aku tutup, dah!"
"Dah juga," ucap Ella mengakhiri panggilannya. Ia kini semakin kuatir, apa yang harus dia lakukan untuk membantu Elisa. Sibuk mondar-mandir di depan ruang kerja Devan seorang diri, ia tak sadar Ibu mertuanya datang menghampirinya bersama baby twinsnya hingga dirinya terperanjak kaget merasa dipanggil langsung
"Ella, ada apa? Kenapa berdiri di sini saja?" tanya Ny. Mira menatapnya serius.
"Hehe, Mami. Tadi-tadi," cengir Ella terbata-bata, bingung ingin menjawabnya.
"Tadi apa?"
"Ah itu, tadi-" kata Ella berhenti melihat pintu di dekatnya terbuka.
"Loh, kalian kenapa ada di luar? Kenapa tidak masuk?" tanya Devan kaget dan bingung melihat Istri dan Ibunya berdiri di luar.
"Ahaha, itu tadi aku mau masuk tapi pintunya terkunci," ucap Ella mencari alasan. Devan mengangkat alisnya merasa ada yang aneh.
"Terkunci? Tapi pintunya tidak-"
"Ah iya, tadi Mami ke sini buat apa?" potong Ella memutuskan ucapan Devan. Devan menyipitkan mata melihat tingkah Ella.
"Ini, cucu-cucu Mami cari kalian. Sekarang Mami lagi sibuk, jadi kalian urus cucu Mami ya sayang." Mira mengelus kepala Ella lalu melihat dua cucunya yang berdiri di dekatnya.
"Oh begitu, baiklah Mi. Maaf kalau Vino dan Vina sudah merepotkan Mami tadi," ucap Ella tersenyum.
"Tidak apa-apa, sekarang Mami turun dulu. Kalian jaga baik-baik cucu Mami." Kata Mira melihat anak dan menantunya lalu pergi meninggalkan mereka. Baby twins saling tatap lalu mendongak ke Devan. Tersenyum manis dan mengulurkan kedua tangan mungil mereka.
"Papahdo," pinta Vino dan Vina bersamaan. Ella menahan tawa melihat anak mungilnya yang menggemaskan memanggil Devan terus-menerus seperti itu. Sementara Devan hanya memasang senyuman yang dipaksakan.
"Kalian mau apa, Nak?" tanya Devan berjongkok di depan dua anaknya.
"Papahdo," lagi-lagi hanya merengek itu.
"Huft," hela Devan geleng-geleng kepala ingin sekali mencubit dua pipi anaknya.
"Panggil, Papa. Tidak boleh Papado!" tegas Devan.
"E'eng, Papado!" rengek Vino dan Vina.
"Pfft, ahaha. Kamu jangan marah gitu, honey. Mereka minta di gendong, bukan lagi mengejekmu," tawa Ella mengelus kepala dua anaknya.
"Ha? Gendong? Papado? Papa gendong, gitu artinya?" tebak Devan berdiri masih belum menggendong Vino dan Vina.
"Iya, coba deh kamu tadi ingat sama Vina tadi minta gendong sama kamu. Vina bilang Papado, kan? Terus kamu gendong Vina dan Vina tidak rewel lagi. Coba kamu gendong mereka," jelas Ella sudah tahu permintaan dua anaknya. Devan mangut-mangut lalu melihat dua anaknya sudah mau mewek lagi.
"Ahahaha, kalian ini. Papa pikir kalian ini lagi ngejek Papa, ternyata minta digendong. Dari awal bilang dong sama Papa," tawa Devan menggendong dua anaknya. Wajah cemberut mereka langsung berubah derastis menjadi menggemaskan.
Ella kembali tertawa mendengarnya. "Kan dari tadi mereka minta Papado, honey." Tawa Ella tak bisa berhenti melihat dua anaknya yang ikut tertawa.
"Ya kalau gitu, aku memang bodoh dong ya tidak paham bahasa anak kecil, ahahaha." Devan merasa geli baru kali ini tak paham mengurus anaknya sendiri. Ketiganya pun masuk ke dalam meninggalkan Ella di luar yang kini melihat ponselnya.
"Apa lebih baik aku kasih tau Devan?" pikir Ella mulai resah apa yang harus dia lakukan.
"Sayang, kamu kenapa tidak masuk dan malah berdiri di sini?" tanya Devan meraih tangan Istrinya yang diam dari tadi lalu mencium punggung tangan Ella.
Ella segera sadar dan melihat Devan.
"Loh, Vino dan Vina mana?" Ella kaget tak melihat Devan menggendong dua anaknya.
"Tuh di dalam main, sekarang kau masuk juga temani aku dan anak kita," tarik Devan. Tapi Ella menghentikan suaminya dan menatapnya serius.
"Honey, kita harus bicara sekarang."
_______
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments