Di Ujung Waktu

Di Ujung Waktu

BAB 1

Lea menyusuri gang sempit dan gelap menuju ke rumahnya. Dengan ditemani cahaya rembulan dan suara hewan malam, ia terpaksa melewati tempat itu. Meskipun ia sudah melewati gang itu selama bertahun-tahun, namu tetap saja masih ada perasaan takut untuk melewatinya di malam hari.

Saat melihat cahaya di ujung gang semakin dekat, Lea mempercepat langkahnya. Ia bernafas lega saat sudah melewati tempat itu kemudian melihat sekeliling lalu kembali melanjutkan langkahnya menuju rumah. Sesampainya di rumah, ia disambut oleh suara lemparan barang dari dalam rumah. Teriakan dan caci maki memaksa masuk ke dalam telinga Lea. Gadis itu menghela nafas lalu membuka pintu rumah.

“aku pulang.” Ucapnya pelan.

Lea melepas sepatunya dan meletakkannya di atas rak sepatu. Setelah itu dia melenggang masuk ke dalam kamarnya melewati kedua orang tuanya yang langsung diam melihat satu-satunya putri mereka sudah di rumah.

“jangan membuat keributan lagi.” Ucap Rian pada istrinya.

“membuat keributan katamu? Jadi menurutmu aku yang buat kita berantem gini?”

Rian mengabaikan pertanyaan Putri dan langsung pergi dari rumah.

“kalau kamu tidak berjudi dan menghabiskan uang kita, kita tidak akan ribut begini mas.” Teriak Putri saat melihat sang suami pergi meninggalkannya.

Putri menghela nafasnya lalu terisak pelan. Ia merasa hidupnya benar-benar sengsara setelah menikah dengan Rian. Sementara itu, Lea sedang berbaring di dalam kamarnya sambil mendengarkan lagu melalui earphone. Ia sudah terbiasa dengan keributan ini sejak kecil.

Keesokan harinya, Lea bangun pagi seperti biasanya dan bersiap menuju sekolah. Ia keluar dari kamar dan melihat rumah dalam keadaan sepi. Ia berjalan ke kamar orang tuanya dan melihat pintu kamarnya sedikit terbuka. Lea melihat ibunya masih tertidur dan ayahnya tidak ada di dalam kamar. Ia berbalik lalu bergegas menuju ke sekolahnya. Rumahnya tidak terlalu jauh dari sekolah, hanya lima belas menit berjalan kaki. Lea tidak bisa naik angkutan umum karena tidak memiliki uang saku.

Sesampainya di dalam kelas, ia mengeluarkan bukunya untuk mengulang materi yang kemarin diajarkan. Saat sedang membaca, tiba-tiba seseorang merebut bukunya.

“wah rajin ya.” Ucap Lusi lalu melempar buku itu keluar melalui jendela.

Lea terkejut dan langsung berlari ke arah jendela dan melihat bukunya yang sudah jatuh.

“kenapa kamu menggangguku?”

“kenapa ya?” ucap Lusi.

“hmm karena kamu miskin?” sambungnya.

Lea terdiam sesaat lalu menatap wajah Lusi.

“kenapa menatapku seperti itu hah?” ucapnya sambil mendorong kepala Lea ke samping menggunakan telunjuknya.

“kenapa melihatku? Kamu tidak terima? Kamu tidak suka?” ucap Lusi sambil terus mendorong kepala Lea menggunakan telunjuknya.

Lea hanya bisa diam saja menerima semua perlakuan itu. Ia tahu gadis yang sedang menindasnya ini bukanlah orang sembarangan. Tidak ada yang berani menyentuhnya bahkan pihak sekolah sekalipun karena kekuasaan kakaknya di kota itu. Lusi menjambak rambut Lea agar ia mendongak dan melihatnya.

“tidak menangis dan tidak bersuara sedikitpun, kamu yang paling menarik diantara semua mainanku.” Ucapnya lalu pergi begitu saja meninggalkan keheningan di dalam ruang kelas tersebut.

Teman sekelas Lea hanya bisa menatap iba pada gadis malang itu. Sedangkan Lea masih berdiri di tempatnya sambil mengatur nafasnya. Ia sadar betul bahwa hari ini adalah awal kehidupan tenang di sekolahnya hilang. Setelah berhasil mengendalikan dirinya sendiri, Lea bergegas turun ke bawah untuk mengambil bukunya. Tapi sayang, saat sampai di bawah bukunya sudah basah kuyup dan tulisan di dalamnya tidak bisa dibaca lagi. Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan mendapati Lusi berdiri di ujung koridor dengan menggenggam sebuah botol. Gadis itu tersenyum lalu pergi. Lea berbalik dan melemparkan bukunya ke dalam tempat sampah.

Gadis itu berjalan cepat menaiki setiap anak tangga yang mengarahkannya menuju atap sekolah. Ia merasakan hembusan angin membelai wajahnya. Lea duduk di tepi pembatas sambil melihat pemandangan di bawahnya. Setetes air mata mengalir dari matanya. Hidupnya tidak pernah tenang selama ini. Di rumah kedua orang tuanya selalu bertengkar dan kini di sekolah ia diganggu. Hatinya setiap hari menjerit kesakitan tapi matanya selalu kering tanpa air mata. Ingin rasanya ia mendapat perhatian dan kasih sayang walaupun sesaat. Bahkan jika kebahagiaan sesaat itu harus ditukar dengan hidupnya, ia rela melakukannya. Angin kencang kembali berhembus dan awan di langit mulai menggelap. Lea bergegas pergi dari sana dan kembali ke kelasnya.

Sepulang sekolah, Lea harus bekerja di sebuah toko untuk mendapat uang tambahan. Ia mau tidak mau harus bekerja untuk membayar uang sekolah dan sesekali membelikan bahan makanan karena ayah dan ibunya hampir tidak memiliki penghasilan. Ayahnya seorang pecandu judi dan ibunya tidak mau melakukan pekerjaan yang menurutnya tidak cocok untuknya. Kadang ia berfikiri bagaimana mungkin orang seperti ayah dan ibunya itu menikah. Mungkikah mereka berniat untuk menghancurkan hidup darah daging mereka sendiri. Lea selesai bekerja menjelang tengah malam lalu pulang ke rumah dan mengerjakan tugas sekolah sebelum tidur. Dan setiap ia sampai di depan pintu rumah, selalu mendengar keributan dari dalam rumah.

“aku pulang.”

“Lea, kamu punya uang kan?” tanya Rian pada putrinya.

“sekarang kamu akan merampas uang dari putrimu juga?” ucap Putri

“buat apa?”

“berikan saja, nanti ayah ganti.”

“tidak punya, uangnya mau buat bayar sekolah.”

“jangan jadi anak durhaka kamu ya.”

Lea menutup kedua matanya lalu menatap tajam pada sang ayah.

“anak durhaka? Kalau aku anak durhaka lalu ayah itu apa? Apa pernah ayah kasih aku sama ibu uang? Apa pernah ayah memenuhi kewajiban ayah sebagai kepala keluarga di rumah ini? Kalau tidak punya masa depan kenapa kalian harus menikah dan melahirkanku?” teriak Lea lalu pergi meninggalkan rumah.

Rian terdiam mendengar ucapan putrinya, begitu juga dengan Putri. Lea berjalan menyusuri jalanan malam yang sepi. Hembusan angin menusuk tulangnya membuat tubuhnya menggigil kedinginan. Ia berjongkok di tepi jalan yang sepi dan untuk pertama kalinya air matanya keluar dengan deras. Ia menangis sesenggukan sendirian di tepi jalanan. Setelah cukup lama, akhirnya tangisnya berhenti dan Lea segera berdiri lalu melanjutkan langkah kakinya.

“lepas. Tolong.”

Lea mendengar suara seorang perempuan berteriak minta tolong. Ia bergegas mencari sumber suara tersebut dan menemukan seorang perempuan sedang diseret oleh sekelompok pria. Ia menghentikan langkahnya dan jantungnya berdetak cepat. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk membantu gadis itu. Lalu ia mengambil ponselnya dan menyalakan suara sirine polisi. Ia dengan pelan berjalan mendekat ke arah orang-orang itu. Seharusnya mereka cukup bodoh untuk mempercayai trik kecil yang Lea lakukan. Tapi nyatanya mereka benar-benar bodoh karena langsung lari ketakutan meninggalkan gadis itu sendirian. Lea bergegas menghampiri gadis itu.

“kamu baik-baik saja?” tanya Lea pada gadis itu. Tapi tidak ada jawaban apapun darinya membuat Lea tanpa sadar memeluknya dan mengusap punggung gadis itu.

“tidak apa-apa, mereka sudah pergi.” Ucap Lea.

Ia mengucapkan kalimat itu berulang kali sampai gadis dalam pelukannya itu tenang. Setelah tenang, ia melepaskan pelukannya dan menatap wajah gadis itu. Begitu juga dengan gadis itu yang menatap wajah Lea. Mereka sama-sama terkejut karena ternyata Lea baru saja menyelamatkan Lusi.

“Lusi?” gumam Lea dan tanpa sadar, ia mundur selangkah menjauh dari Lusi.

Saat Lusi akan mengatakan sesuatu, teleponnya berdering. Lusi berjalan menjauh dari Lea dan mengangkat telepon dari kakaknya.

“aku ada di persimpangan dekat gedung x.”

“...”

“ya, ada seseorang yang membantuku.”

“...”

“dia perempuan, teman sekolahku.”

“...”

“ya.”

Setelah menutup teleponnya, Lusi kembali berjalan menghampiri Lea. Ia tidak tahu harus mengatakan apa. Suasana di antara mereka sangan canggung dan tidak nyaman.

“duduklah di sana.” Ucap Lea sambil menunjuk sebuah bangku panjang tidak jauh dari mereka berdiri.

Lusi tidak mengatakan apapun dan langsung berjalan ke arah bangku yang ditunjuk Lea. Ia duduk di sana sedangkan Lea berdiri tidak jauh darinya. Sesekali Lusi melirik ke arah Lea membuat Lea merasa tidak nyaman.

“aku akan menemanimu sampai kamu dijemput.”

Lusi hanya mengangguk menanggapi ucapan Lea. Dia merasa sedikit lega karena tidak menunggu kakaknya sendirian di tempat sepi seperti ini. Setelah terjebak dalam keheningan dalam waktu yang cukup lama, sebuah mobil hitam melaju ke arah mereka dan berhenti tepat di depan Lusi. Seorang pria dengan setelan jas lengkapnya turun dari mobil dan bergegas menghampiri Lusi.

“kamu baik-baik saja?”

“kakak, aku baik-baik saja.” Ucap Lusi.

Lea akhirnya tahu baimana rupa kakak Lusi yang selalu menjadi bahan gosip perempuan di sekolahnya. Ia menggelengkan kepalanya lalu dengan perlahan melangkahkan kakinya pergi dari tempat itu. Rayno menolehkan kepalanya ke arah Lea begitu juga dengan Lusi.

“tadi dia yang menyelamatkanku.” Ucap Lusi.

Rayno menatap punggung Lea yang semakin menjauh hingga akhirnya menghilang ditelan kegelapan malam.

To be continue...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!