“kenapa kamu bertindak seperti ini?” Tanya Lea yang mulai merasa kesal dengan sikap semena-mena yang ditunjukkan oleh pria itu.
“sudah aku bilang, tidak mungkin meninggalkan seorang gadis pergi sendirian di malam hari.”
“antar ke jalan x.”
Rayno melajukan mobilnya meninggalkan restoran itu. Tidak ada percakapan selama perjalanan mereka. Hanya seekali rayno menanyakan arah.
“kamu tinggal di toko ini?” tanya Rayno setelah mereka sampai di depan toko.
“tidak, aku bekerja di sini.”
“bekerja?”
“kalau begitu, terimakasih sudah mengantar sampai di sini.”
Setelah Lea turun dan masuk ke dalam toko, Rayno melajukan mobilnya menuju ke apartemen miliknya. Selain jarak yang dekat dengan kantor, ukurannya juga tidak seluas mansion membuatnya tidak terlalu merasa kesepian. Keesokan harinya, Rayno terbangun dari tidurnya saat mendengar suara dari arah dapur. Ia bangun dan keluar dari kamar. Rayno melihat sang adik sedang sibuk berkutat dengan bahan makanan di dapur.
“apa yang kamu lakukan?”
“membuat sarapan.”
Rayno hanya mengendikkan bahunya lalu pergi masuk ke kamarnya lagi. Ia bersiap-siap untuk pergi ke kantor. Saat keluar dari kamar, dia melihat Lusi masih berkutat di dapur. Rayno duduk di meja makan memperhatikan adiknya. Tidak lama kemudian, sang adik menghampirinya dengan membawa sebuah kotak bekal.
“ini untuk kakak.”
“tumben.”
“bukannya terimakasih.”
“terimakasih.”
“ayo berangkat, anterin aku dulu ya kak.”
“ya.”
Di dalam mobil Lusi sibuk bermain dengan ponselnya, sampai tiba-tiba ia mengatakan sesuatu yang membuat Rayno terkejut.
“kakak suka sama Lea?” tanya Lusi dengan mata yang masih terfokus pada ponselnya.
Rayno langsung menoleh ke arah adiknya dan berdehem.
“jarang liat kakak begini, kalau suka aku setuju. Dia anaknya beda dari yang lain.” Ucap Lusi sambil menatap serius kakaknya.
Rayno hanya berdehem dan sesekali melirik Lusi. Adiknya benar, ini pertama kalinya dia merasakan perasaan seperti ini. Setiap bertemu dengan Lea, ia ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersamanya. Saat melihat punggung gadis itu, ingin sekali dirinya bisa memeluk Lea dan mengambil alih semua bebannya. Gadis itu terlihat seperti anak kecil yang kesepian sama seperti dirinya. Tidak lama kemudian, mobil yang mereka tumpangi sudah sampai di depan gerbang sekolah. Lusi langsung turun dari mobil tanpa mengatakan sepatah katapun. Begitu juga dengan Rayno, ia langsung melajukan mobilnya meninggalkan area sekolah setelah sang adik turun dari mobil. Saat sedang fokus menyetir, rayno melihat Lea sedang berlari menuju arah sekolah. Secara reflek, ia menghentikan mobilnya dan memperhatikan gadis itu.
“usianya sama dengan Lusi, apakah mungkin?” gumamnya pada dirinya sendiri.
Setelah Lea menghilang dari pandangannya, ia kemudian mengambil ponsel dan mengirim pesan pada Lusi untuk meminta nomor ponsel Lea. Sebelum mencoba, dia tidak akan tahu apa hasil yang akan didapat.
Sementara itu, Lea yang baru saja sampai di kelasnya dikejutkan oleh kehadiran Lusi. Lusi sudah menunggu di kursi Lea dan sedang bermain dengan ponselnya.
“hp.” Ucap Lusi pada Lea.
Lea hanya menuruti dan memberikan ponselnya kepada Lusi. Lusi mengotak atik ponsel Lea lalu menempelkan benda pipih tersebut ke telinganya.
“ini nomornya.” Ucap Lusi pada orang di seberang sana.
Setelah itu, ia mengembalikan ponsel itu ke pemiliknya, lalu berdiri dan pergi dari kelas itu. Baru saja Lea akan duduk, tiba-tiba Lusi kembali lagi ke dalam kelas dan meminta Lea untuk menemuinya di atap di jam istirahat nanti. Lea tidak menanggapi dan hanya meneguk ludahnya dengan susah payah. Ia berfikir kalau hari tenangnya akan benar-benar berakhir. Di jam istirahat, Lea melangkahkan kakinya menuju atap sekolah. Jantungnya berdebar menanti apa yang akan terjadi kepadanya dalam beberapa menit ke depan. Setiap langkah yang ia ambil semakin menambah rasa gugup. Saat sampai di depan pintu menuju atap, Lea mengambil nafas dalam lalu membuka lebar pintu tersebut. Hembusan angin segar langsung menerpa wajahnya. Terik matahari langsung menusuk kedua matanya. Lea mengedarkan pandangannya dan tidak menemukan siapapun di tempat itu. Ia berjalan menuju tepi atap dan melihat pemandangan di bawah sana.
“benar-benar datang.” Ucap Lusi dari belakang Lea membuatnya terkejut.
Lusi menyerahkan kantong kresek berisi makanan kepada Lea. Lea menerima itu tanpa mengatakan sepatah katapun. Ia melirik isi kantong kresek tersebut lalu menatap wajah Lusi. Lusi juga tidak mengatakan apapun, ia duduk di tepi atap dan menyandarkan punggunya ke tembok pembatas. Lusi menepuk tempat di sampingnya mengisyaratkan Lea untuk duduk di sana. Lea langsung mendekat dan duduk di samping Lusi. Ia meletakkan kantong kresek itu diantara mereka berdua.
“apa kamu selalu pendiam seperti ini?” tanya Lusi pada Lea.
Lea menatap Lusi sejenak lalu menatap langit yang terlihat sangat cerah hari ini. Sebuah senyuman tiba-tiba muncul menghiasi wajah cantiknya. Lusi yang melihat itu sedikit kebingungan.
“aku sendiri tidak tahu apakah aku sebenarnya orang yang pendiam atau bukan.”
“aneh.”
Lea menoleh ke arah Lusi dan tersenyum.
“ngomong-ngomong aku tidak sejahat itu, kamu tidak perlu ketakutan setiap melihatku.” Ucap Lusi pada Lea.
Lea hanya diam dan memandang lurus ke depan.
“diam lagi.” Gumam Lusi.
Lea langsung menoleh ke arah Lusi dan sedikit terkekeh.
“aku tidak pernah takut, hanya sedikit khawatir kalau hidup tenangku di sekolah akan berakhir.”
“itu kalau bukan takut lalu apa?”
“sebenarnya aku tidak terlalu peduli denganmu. Tapi hanya di sekolah tempat yang tenang untukku. Aku berharap tidak ada yang merusaknya, siapapun itu termasuk kamu.” Ucap Lea pada Lusi.
Lusi menatap mata Lea mencoba menelusuri apa yang ada di dalam pikirannya. Tapi nihil, itu seperti tempat yang dikelilingi tembok yang sangat tinggi.
“aku ingin mengucapkan terimakasih kepadamu dengan benar. Terimakasih karena sudah menolongku malam itu dan ucapan kakakku itu selalu ditepati, jadi cepat pikirkan keinginanmu atau kakak mungkin akan membuat hidup tenangmu hilang.” Ucap Lusi lalu bangkit dan meninggalkan atap.
Lea menatap kepergian Lusi lalu mengalihkan pandangannya ke arah kantong kresek di sampingnya. Ia mengambil kantong itu dan mengeluarkan kotak susu dari dalamnya. Ia tersenyum senang karena ini pertama kalinya ada orang yang memberinya sesuatu dengan tulus seperti ini. Meskipun terlihat sepele, tapi untuknya itu adalah sesuatu yang berharga. Saat akan berdiri, ponsel di sakunya berdering.
“kak Rayno?” gumamnya saat membaca nama penelepon yang tertera di layar ponselnya.
“halo.”
Rayno meminta Lea untuk menemuinya sepulang sekolah nanti. Tapi Lea menolaknya karena harus bekerja. Ia sudah libur satu hari, jadi tidak bisa mengambil libur lagi karena merasa tidak enak dengan pemilik toko. Selain itu, ia harus segera menemukan tempat untuknya tinggal. Lea mematikan ponselnya lalu berdiri dari duduknya. Saat akan melangkahkan kakinya, tiba-tiba kepalanya terasa sangat sakit hingga kakinya lemas dan ia jatuh terduduk. Tangannya menekan kuat kepalanya berharap itu bisa sedikit mengurangi rasa sakit yang ia rasakan. Tanpa ia sadari, darah segar mengalir melalui hidungnya.
Setelah menahan sakit cukup lama, akhirnya rasa sakit itu sedikit berkurang. Ia mengeluarkan sapu tangan untuk mengelap darah yang masih mengalir dari hidungnya. Lea kembali menyandarkan tubuhnya ke tembok lalu mengeluarkan ponsel dan melihat jam perlajaran sudah dimulai beberapa saat yang lalu. Ia memutuskan untuk tetap berada di atap sampai pulang sekolah. Tubuhnya terasa lemas dan kepalanya masih terasa sedikit pusing.
Keesokan harinya, Lea memutuskan untuk mengambil libur sekolah satu hari untuk memeriksakan dirinya ke dokter. Ia bersiap dari pagi agar tidak terjebak antrean panjang di rumah sakit. Saat sedang berjalan di trotoar, sebuah mobil hitam mendekat ke arahnya dan berhenti tepat di sampingnya. Kaca mobil diturunkan dan terihatlah orang yang mengemudikan mobil tersebut.
“kak Rayno.”
“mau kemana?”
“hah? Eh mau ke..” Lea bingung mau menjawab apa karena tidak mungkin ia mengatakan harus pergi ke rumah sakit. Ia masih merasa sungkan untuk mengatakan kesulitan yang ia alami kepada orang lain.
Sejak kecil, apapun kesulitan itu ia harus bisa mengatasinya sendiri dan tidak bisa menceritakannya kepada siapapun.
“masuklah, aku akan mengantarmu.”
“tidak, aku bisa pergi sendiri.”
“masuk.” Perintah Rayno dengan tegas.
Lea akhirnya menuruti ucapan pria itu untuk masuk ke dalam mobil.
“ke rumah sakit.” Ucap Lea.
Rayno langsung menoleh ke arah gadis di sampingnya.
“kamu sakit?”
“tidak, hanya ingin memeriksakan kesehatan biasa.”
Rayno hanya mengangguk lalu melajukan mobilnya ke arah rumah sakit terdekat.
“kamu tinggal di sekitar toko tempatmu bekerja?”
“tidak, itu cukup jauh dari toko.”
“tapi tadi kamu dari arah toko.”
“oh iya searah, tapi rumahku lebih jauh sedikit.”
Rayno hanya mengangguk lalu tidak ada lagi percakapan diantara mereka. Setelah berkendara cukup lama, akhirnya mereka sampai di rumah sakit. Rayno menurunkan Lea tepat di depan pintu masuk rumah sakit.
“jangan lupa untuk memikirkan baik-baik apa keinginanmu, aku tidak suka berhutang budi dengan orang lain.”
“aku sedang memikirkannya dengan baik, terimakasih sudah mengantarkanku.”
Setelah mengatakan itu, Lea berbalik dan masuk ke dalam rumah sakit. Rayno kembali melihat punggung Lea membuat perasaannya tidak nyaman. Ia langsung turun dari mobil dan menyusul Lea ke dalam rumah sakit. Rayno menarik lengan Lea membuatnya terkejut. Rayno menatap lekat wajah pucat gadis di depannya dan mengeratkan genggaman di lengan Lea.
“aku akan menemanimu sampai urusanmu di sini selesai.” Ucap Rayno lalu menarik lengan Lea berjalan ke arah tempat pendaftaran.
Lea menggigit bibirnya karena gugup. Ia melirik lengannya yang digenggam oleh Rayno membuat jantungnya berpacu semakin cepat. Lea harus menjalani serangkain tes untuk mengetahui lebih detail apakah ada penyakit serius yang diidapnya atau tidak. Setelah serangkaian tes itu, Lea harus menunggu beberapa jam sampai hasil tes itu keluar. Lea berjalan menghampiri Rayno yang masih duduk di kursi tunggu.
“bagaimana?”
“seharusnya tidak ada masalah, hasilnya akan keluar sebentar lagi.”
Rayno melirik jam yang melingkar manis di pergelangan tangannya.
“pergilah.” Ucap Lea.
“maaf karena tidak bisa menunggu sampai selesai.”
“tidak masalah, kamu pasti sibuk.”
Rayno bangkit dari duduknya lalu pergi dengan enggan. Ingin rasanya ia berbalik dan kembali duduk untuk menunggu sampai urusan Lea di sana selesai. Tapi dia juga memiliki pekerjaan penting yang tidak bisa ditunda.
Beberapa jam kemudian.
Lea saat ini sedang duduk di depan dokter. Sang dokter sedang fokus ke arah komputer dan belum mengatakan sepatah katapun. Sang dokter memutar layar komputer agar Lea bisa melihatnya dengan jelas. Kemudian sang dokter menunjuk ke arah bagian di kepalanya dan mengatakan bahwa di kepalanya terdapat tumor. Lea harus melakukan beberapa tes lanjutan untuk mengetahui apakah tumor di otaknya itu jinak atau ganas.
“kapan aku harus kembali ke sini?”
“sebaiknya hari ini kamu mulai di rawat inap."
To be continue...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
💞Amie🍂🍃
nyicil dulu bacanya thor
2022-12-06
1