“tidak bisa hari ini, aku harus bekerja.”
Dokter itu terdiam sejenak lalu meminta Lea untuk datang lusa. Lea pun menyetujui itu lalu pergi dari rumah sakit setelah menebus resep obat yang diberikan oleh dokter. Dia melangkahkan kakinya menuju toko, karena ia harus bekerja. Tidak ada alasan untuk mengeluh tentang hari ini. Meskipun bingung, ia harus bisa menegakkan bahunya dan berjalan seperti biasa. Hanya karena ada tumor yang bersarang di kepalanya, bukan berarti dunia akan berhenti berputar dan bersimpati kepadanya. Ia harus memikirkan bagaimana dirinya akan melanjutkan hidup untuk kedepannya. Saat sampai di toko, Lea melihat Lusi berdiri sendirian di depan toko.
“kenapa ada di sini?”
“untuk melihatmu, kakak bilang kamu tadi pagi pergi ke rumah sakit.”
“hanya untuk melakukan pemeriksaan kesehatan biasa.”
“syukurlah.”
Setelah mengatakan itu, Lusi pergi begitu saja dari tempat itu meninggalkan Lea yang bingung karena masih belum terbiasa dengan sikapnya. Setelah Lusi pergi, Lea masuk ke dalam toko dan melihat bosnya juga sedang ada di sana.
“bagaimana pemeriksaan tadi?”
“tidak ada masalah, semuanya baik.”
Setelah mengatakan itu, Lea pergi ke belakang untuk meletakkan tasnya. Kemudian ia mulai mengerjakan pekerjaannya seperti biasa. Menata barang yang ada di rak, memeriksa tanggal kadaluarsa dan melayani pengunjung yang datang.
“Lea, bapak mau bicara.”
“iya pak.”
“bapak tahu kamu sedang kesulitan, tapi bapak tidak bisa menampung kamu di sini lebih lama lagi.”
“baik pak, secepatnya akan pindah dari sini. Maaf sudah merepotkan.” Lea sedikit menundukkan kepalanya dan meminta maaf karena merasa tidak enak sudah merepotkan bosnya.
Keesokan harinya, Lea kembali izin dari sekolah. Ia harus bisa menemukan tempat tinggal hari itu juga. Lea berjalan menyusuri lingkungan yang tidak jauh dari toko dan sekolahnya. Beberapa tempat sudah ia kunjungi tapi harga sewanya tidak ada yang sesuai dengan keadaannya saat ini. Tidak terasa, sudah tengah hari. Lea beristirahat di sebuah taman sambil. Ia melihat ke sekeliling dan ada banyak pasangan muda di sana. Ada juga orangtua yang membawa anaknya ke taman untuk bermain. Lea tersenyum melihat betapa bahagiannya orang lain.
“masih bisa senyum.” Ucap seorang gadis pada Lea.
Lea menolehkan kepalanya ke samping dan melihat Lusi sudah berdiri di sampingnya. Ia menggeser duduknya agar Lusi bisa duduk di sampingnya.
“kenapa di sini?”
“kamu yang kenapa.”
“aku? Aku tidak kenapa-kenapa.”
“terus kenapa tidak masuk sekolah?”
Lea tersenyum kikuk lalu menundukkan kepalanya melihat sepasang sepatu yang sudah lusuh masih setia menemaninya berjalan hingga hari ini.
“hanya ada beberapa kepentingan.”
“katakan apa masalahmu, mungkin aku bisa membantu.” Desak Lusi pada Lea.
“bolehkah aku mengatakan masalahku?”
“tentu saja.”
“aku sedang mencari rumah kontrakan.”
Lusi menatap Lea lalu memalingkan wajahnya. Ia kembali mengingat masa kecilnya dulu. Hidup seperti gelandangan bersama dengan kakaknya. Mereka hanya mengandalkan satu sama lain untuk bisa bertahan melewati semuanya hingga saat ini. Lusi kemudian bangkit dan berjalan meninggalkan Lea tanpa mengucapkan sepatah katapun.
“aneh.” Gumam Lea.
Setelah itu, ia kembali berkeliling untuk mencari kontrakan. Tapi akhirnya ia menyerah karena tidak kunjung menemukan kontrakan dengan harga murah. Lea kembali ke toko karena sudah hampir waktunya untuk bekerja. Waktu berjalan dengan cepat dan jam kerja Lea hampir selesai. Namun, rekan kerja untuk shift selanjutnya belum juga datang. Lea duduk di kasir sambil menunggu dengan menahan kantuknya. Karena seharian ia berjalan di tengah teriknya matahari, saat ini tubuhnya terasa sangat lelah. Tiba-tiba ada orang yang mengetuk meja kasir membuat Lea terkejut dan langsung berdiri dari duduknya. Ia melihat Rayno berdiri di depannya dan Lusi yang terlihat mengintip dari balik tubuh sang kakak. Lea berdehem lalu berjalan keluar dari toko diikuti oleh kedua orang itu.
“kamu bekerja sampai larut begini? Dimana orangtuamu?” tanya Rayno. Entah mengapa ia merasa kesal saat melihat Lea yang kelelahan seperti ini.
“ada atau tidak ada orangtuaku, aku juga tetap harus bekerja. Ada apa kalian ke sini?”
“Lusi sudah mengatakan semuanya.”
Lea melirik ke arah Lusi yang masih berdiri di belakang kakaknya.
“lalu?” tanya Lea pada Rayno.
“tinggallah di apartemenku.”
“hah?”
Lea dan Lusi sama-sama terkejut. Meskipun Lusi yang memberitahu keadaan Lea, tapi kakaknya itu tidak mengatakan apapun dan langsung pergi ke sini. Sedangkan Lea, ia tidak tahu harus merespon seperti apa. Bagaimana mungkin ia menerima tawaran untuk tinggal bersama dengan seorang pria yang baru dikenalnya beberapa hari.
“karena kamu belum mengatakan apa keinginanmu, anggap saja ini cara untuk membalas budi.” Ucap Rayno. Lea hanya mendengar sambil berfikir tentang apa yang harus ia lakukan. “tidak perlu khawatir karena Lusi sering datang ke apartemenku dan aku pulang ke apartemen hanya untuk keperluan mendesak saja. Selain itu, lokasinya dekat dengan sekolah, toko tempatmu bekerja dan kantorku.” Sambung Rayno menjelaskan.
Lea masih diam menimbang apa yang harus ia lakukan. Saat sedang berfikir, rekan kerja Lea datang sambil membawa pesan dari bosnya kalau Lea harus mengemasi barang malam ini juga karena akan ada banyak persediaan toko yang diantar malam ini. Toko ini tidak terlalu besar untuk bisa menampung semua persediaan ditambah keberadaan Lea. Lea hanya mengangguk mengiyakan ucapan rekan kerjanya lalu melirik ke arah Rayno dan Lusi.
“tunggu aku.” Ucap Lea lalu kembali masuk ke dalam toko untuk mengambil barang miliknya.
Sesampainya di apartemen, Lusi meminta izin kepada kakaknya untuk pergi menginap ke tempat sepupunya yaitu Jeni. Rayno mengantar Lea naik ke lantai delapan, tempat apartemennya berada. Di lantai itu hanya ada dua pintu apartemen. Lea cukup kagum dengan desain interior gedung ini.
“tidak buruk juga bisa menikmati ini sebelum mati.” Gumam Lea.
Rayno menghentikan langkahnya dan berbalik melihat ke arah Lea.
“apa yang tadi kamu katakan?”
“eh, tidak ada.”
Rayno kembali membalikkan badannya dan melangkah ke arah pintu apartemennya. Ia memberitahu Lea sandi pintu dan mengantarnya ke dalam. Di dalam terdapat dua kamar dengan kamar mandi dalam, satu kamar mandi luar di dekat dapur, dapur yang digabung dengan ruang makan dan ruang tamu. Lea tidak menyangka ia akan tinggal di tempat sebesar ini. Seumur hidupnya ia bahkan tidak berani memikirkan untuk menginjakkan kakinya di tempat seperti ini. Tapi malam ini ia bisa menginjakkan kaki di sini dan bahkan tinggal di sini untuk beberapa hari ke depan.
“itu kamarmu.” Ucap Rayno sambil menunjuk pintu di ujung. “di sampingnya itu kamarku.”
Lea mengangguk lalu membawa barangnya menuju kamarnya. Saat akan membuka pintu kamar, suara Rayno kembali terdengar dan membuat Lea menghentikan tangannya yang akan membuka pintu.
“kita harus membuat perjanjian dulu.”
Lea mengangguk lalu memasukkan barangnya ke dalam kamar dan keluar ke ruang tamu. Rayno sudah menunggu di sofa dengan dua lembar kertas dan dua buah bolpoin tertata rapi di atas meja. Lea mengambil duduk di lantai dan mengambil satu lembar kertas dan sebuah bolpoin.
“apa yang harus ditulis?” tanya Lea kepada Rayno.
“pertama, yang dipinjamkan hanya kamar itu, selain kamar yang kamu tempati tidak boleh menyentuh benda lain tanpa izin dan jangan pernah masuk ke dalam kamarku.”
Lea hanya menganggukkan kepalanya sambil menulis apa yang Rayno ucapkan.
“itu bukan masalah, tapi bagaimana aku akan masak makanan?”
“kamu bisa menggunakan dapur.” Ucap Rayno. “lalu, tidak boleh ikut campur urusan pribadi. Aku tidak suka ada orang yang ikut campur dengan urusanku.”
“itu mudah.” Gumam Lea yang masih bisa di dengar oleh Rayno. “kapan aku harus keluar dari rumah ini?” tanya Lea kepada Rayno.
“sampai kamu menemukan tempat yang lebih baik dari ini atau saat kamu sudah menemukan keinginanmu.”
“oke, tapi bukankah ini untuk membalas budi?”
“aku ingin membalas budi dengan benar, bukan memanfaatkan keadaanmu saat ini untuk membalas budi. Setidaknya aku masih memiliki hati nurani.”
Lea mengangguk mengerti lalu menuliskan beberapa poin yang dikatakan oleh Rayno. Dia juga mengusulkan beberapa poin untuk ditambahkan ke dalam kontrak. Setelah menandatangani kertas itu, Lea resmi bisa tinggal di apartemen mewah itu selama beberapa hari ke depan. Saat Lea akan berdiri, tiba-tiba kepalanya terasa pusing dan hampir terjatuh. Beruntung karena Rayno dengan sigap menangkap tubuh Lea. Cairan berwarna merah mengalir keluar dari lubang hidung Lea membuat Rayno sedikit khawatir.
“kamu baik-baik saja?”
“tidak apa-apa, hanya kelelahan saja.”
Lea mengambil tisu dan mengelap hidungnya. Setelah darahnya berhenti dan tidak merasa pusing lagi, Lea memutuskan untuk beristirahat di dalam kamar. Melihat kondisi Lea yang tidak terlalu baik, Rayno memilih untuk menginap di apartemennya untuk malam ini. Malam semakin larut, tapi Rayno tidak bisa memejamkan matanya. Ia terus terbayang-bayang wajah pucat Lea. Akhirnya ia bangun dan keluar dari kamarnya. Rayno berdiri di depan kamar Lea dan menempelkan telinganya di pintu kamar Lea. Kemudian ia mengangkat tangannya untuk mengetuk pintu, tapi hari sudah larut dan gadis itu pasti sudah tidur. Rayno berjalan kembali ke arah kamarnya, tapi langsung berbalik dan berhenti di depan kamar Lea. Akhirnya ia memutuskan untuk mengambil air minum di dapur lalu kembali ke kamarnya. Dengan susah payah Rayno memejamkan matanya agar bisa tidur.
To be continue...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments