Menikahi Iblis Berwajah Tampan
GUBRAK!
Suara benturan keras terdengar dari arah gudang mengejutkan Rengganis. Gadis berusia 27 tahun itu sedang membersihkan halaman gudang dirumah sederhananya.
Awalnya Anis tidak mempedulikan suara itu. Ia berfikir kalau mungkin saja tikus atau kucing yang membuat beberapa barang berjatuhan. Jadi ia melanjutkan untuk menyapu area dalam gudang.
Saat sedang menyapu, Anis terbatuk-batuk karna banyak debu yang masuk kedalam mulutnya. Tapi seketika pandangan Anis tertuju pada sebuah titik berwarna merah dilantai semen itu. Ia membungkukkan badannya untuk melihat lebih jelas titik apa itu.
Darah!
Anis memundurkan badannya. Ia melihat tidak hanya ada satu tetes darah disana. Tapi banyak. Dengan perasaan penasaran sekaligus was-was, Anis mengikuti jejak darah itu. Samar-samar ia mendengar suara rintihan. Ia memegang sapu layaknya senjata. Mengarahkan batang sapu itu kearah suara berasal.
Samar ia bisa melihat ada sepasang kaki dibalik lemari yang sudah rubuh.
"Siapa disana?" tanya Anis memberanikan diri. Tapi tidak ada jawaban. Ia mengacungkan gagang sapu ke arah kaki itu.
"Keluarlah. Atau aku akan berteriak dan memanggil tetangga." ancam Anis.
Tapi tetap tidak ada jawaban. Yang ada hanya sura rintihan yang kembali terdengar walau lirih.
Anis mengumpulkan keberaniannya. Dia menusuk-nusuk kaki yang penuh luka itu dengan gagang sapu yang ia pegang.
"Aaaahhhh..." rintih pemilik kaki itu.
Anis memiringkan kepalanya dan ia bisa melihat ada kepala seseorang disana.
"To... Long..." samar suara orang itu meminta tolong.
Betapa terkejutnya Anis, dihadapannya tengah terbaring seorang pria yang berlumuran darah. Diperut pria itu tertancap sebilah pisau. Anis langsung terbelalak sekaligus ngeri melihatnya.
"Aaaa...!!!" Anis berteriak dan jatuh terduduk. Nafasnya tercekat. Ia ketakutan luar biasa. Rasa terkejutnya membuat tubuhnya gemetar tak terkendali.
Anis hendak berdiri dan berniat memanggil tetangganya. Tapi pria itu sudah terlanjur memegangi kakinya dan mencegahnya pergi.
"Tolong saya...." ucap pria itu sambil merintih. Darah segar terus mengalir dari luka tusuknya.
"Sa,,sa,,saya akan panggil bantuan." kata Anis. Ia berusaha melepaskan tangan pria itu. Tapi pria itu tak mau melepaskannya. Kini kakinya juga jadi berlumuran darah dari pria itu.
"Jangan. Jangan panggil siapapun." pinta pria itu.
"Tapi anda butuh pertolongan. Kalau begini terus anda bisa mati." kata Anis dengan ekspresi wajah masih ketakutan. Karna pria itu tak kunjung melepaskan tangannya.
"Tolong cabut pisau ini." pinta pria itu lagi.
"Apa? Ti,, ti tidak mau. Aku takut." tolak Anis.
"Tidak apa-apa. Kamu harus mencabutnya." pria itu mengangguk-anggukan kepala, berusaha meyakinkan Anis.
"Tidak mau!" Anis kekeuh. Bagaimana kalau sesuatu yang lebih buruk terjadi setelah ia mencabut pisau itu? Bukankah itu lebih berbahaya tanpa dibarengi dengan tindakan yang tepat?
"Apa kamu punya alkohol? Dan beberapa kain kasa?"
"Iya, aku punya, tunggu sebentar." Anis berlari masuk kedalam ruang tamu dan mengambil kotak perlengkapan obat. Setelah itu ia kembali ke dalam gudang.
Ia sempat berniat ingin memanggil tetangganya, tapi ia takut kalau pria itu malah akan semakin merepotkannya. Ia sempat melihat sepucuk senjata api di sebelah pria itu tadi. Kalau dia tidak menurutinya, bagaimana kalau pria itu membunuhnya?
Anis mendekati pria itu dan meletakkan kotak obat disampingnya. Membukanya kemudian menyerahkan botol berisi alkohol itu.
Pria itu menumpahkan alkohol disekitar pisau kemudian meminta segumpal kain kasa.
"Dengar, setelah aku mencabut pisau ini, kamu harus segera menekan kasa itu ke lukaku. Apa kamu mengerti?" Ujar pria itu sambil berusaha membuka kancing kemejanya.
"Seperti di drama-drama?" tanya Anis dengan wajah polos.
"Yap. Seperti di drama-drama. Kamu sudah siap?"
Anis nampak mengangguk mantap. Tapi sebenarnya dia gemetar luar biasa. Yang di drama itu kan settingan, darahnya juga bukan darah betulan. Sedangkan ini benar-benar nyata terjadi dihadapannya. Ia harus bagaimana?
"Aaarrrgggghhh...!!!" pria itu mengerang saat mencabut pisau dari perutnya sendiri. Anis yang melihatnya langsung bergidik ngeri.
Pria itu berhasil mencabut pisaunya. Dan dengan segera Anis menekan luka itu agar darah tak terus mengalir keluar. Pria itu terus merintih kesakitan. Wajah pucatnya tertutupi oleh bercak darah diwajahnya.
Kain kasa sudah basah oleh darah. Anis panik dan segera mengganti kain kasa dengan yang baru. Tapi darah masih terus mengucur dengan deras.
"Bagaimana ini? Darahnya tidak mau berhenti." tanya Anis panik.
"Sebentar lagi berhenti. Tidak usah panik." jawab pria itu terbata-bata. Mata pria itu nampak sudah tidak fokus. Dalam keadaan ini, dia jelas sangat membutuhkan perawatan medis.
Perlahan, keadaan pria itu mulai melemah. Membuat Anis ketakutan setengah mati. Ia takut jika pria itu mati di rumahnya dan membuat keributan karna keadaan itu. Ia tidak suka kerepotan mengurusi hal-hal semacam itu.
Kasa yang di tekan di perut pria itu perlahan terlepas seiring pria itu yang tidak sadarkan diri. Anis berusaha untuk meletakkan kasa yang baru di luka itu. Darah sudah tidak banyak yang keluar, tapi Anis tetap ngeri melihatnya.
“Hei. Apa kau sudah mati?” Tanya Anis sambil menekan-nekan kaki pria itu dengan jari telunjuknya.
Perasaannya semakin kalut saat pria itu tidak meresponnya.
“Hei! Jangan mati disini. Kumohon.” Lirih Anis. Ia tidak mau berteriak hingga membuat para tetangganya penasaran dan datang ke sana. Kali ini ia berusaha menggerak-gerakkan lengan pria itu untuk membuatnya terbangun.
“Ya ampun. Bagaimana ini?” Anis panik sendiri.
“Hei! Jangan mati!”
“Ahh. Bisakah kau tidak berisik? Aku sedang berusaha untuk beristirahat.” Lirih pria itu sambil merintih menahan sakit di perutnya.
Hufh. Anis kini bisa bernafas lega saat mendapati ternyata pria itu belum mati.
“Tidak bisa begini. Keadaanmu semakin melemah. Lebih baik aku mencari pertolongan.” Ujar Anis yang hendak beranjak.
“Tunggu. Jangan lakukan itu. Aku tidak apa-apa. Aku hanya butuh istirahat sebentar saja. Luka ini tidak dalam. Sebentar lagi tenagaku juga sudah pulih.” Pria itu bersikeras tidak ingin Anis meminta bantuan.
“Benarkah?”
Perlahan pria itu menjawabnya dengan mengangguk seiring wajahnya yang semakin pucat. Ia terus menekan lukanya dengan kain kasa.
Anis memperhatikan wajah pria yang tertutupi oleh darah itu dengan seksama. Ia sangat penasaran dengan cerita dibalik luka itu. Tapi ia tidak punya keberanian untuk menanyakannya. Karna pria itu nampak seperti orang yang berbahaya. Sungguh dia tidak ingin terlibat dengan orang semacam itu.
“Kau pergilah. Urusi urusanmu. Tapi bolehkan aku tetap disini untuk beristirahat?
Anis nampak berfikir sejenak sebelum menyetujui permintaan pria itu. Setelah menganggukkan kepala, Anis beranjak dan keluar dari gudang itu.
Di dalam rumahnya, Anis berjalan mondar-mandir dengan menggigiti kuku jarinya. Hatinya masih di selimuti oleh rasa khawatir. Bukan tentang keadaan pria itu melainkan ia khawatir jika ada orang yang mengetahui tentang keadaan pria itu. Itu bisa membuatnya dalam masalah. Anis bimbang antara melaporkan pria itu atau membiarkannya saja.
Dan setelah berkutat dengan fikirannya sendiri, akhirnya Anis memutuskan untuk membiarkan pria itu sementara waktu. Dia akan melaporkannya nanti kepada ketua RT setempat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Agustina Kusuma Dewi
k q dsini sblm 1stand🤣😂😁😀😃😄😅
2023-03-29
0
Susanti Wahyuningsih
q mampir thoor,,,
penasaran sm ceritanya,,,😊
2022-12-28
0
SoRA🌠🦋
udah mampir Thor bgus awal baca sampai selesai dan semakin penasaran cerita selanjutnya ...
smngat thor🥰👍
2022-12-26
1