Setelah sampai di ruangannya, Yoham segera mengunci pintu rapat-rapat. Sementara Nawa menyandarkan tubuhnya di sofa sambil merintih menahan sakit. Ia menyibakkan jasnya dan nampak jelas darah sudah membasahi sebagian besar kemejanya.
“Tuan.” Lirih Yoham.
“Ambilkan aku perlengkapan medis.” Perintah Nawa kemudian.
Dengan segera Yoham berlari menuju sebuah lemari dan mengambil perlengkapan medis kemudian membawanya kepada Nawa.
Hati-hati Nawa membuka kemejanya dan mendapati lukanya yang sudah kembali terbuka. Ternyata jahitannya ada yang lepas akibat tarikan Barra tadi. Pantas saja lukanya terasa sangat menyakitkan.
“Akh!” Lirih Nawa merintih menahan sakit.
Segera Yoham mengguyurkan cairan alkohol di luka Nawa. Kemudian kembali menjahitnya dengan hati-hati. Sementara Nawa menggigit saputangannya dengan kuat agar ia tidak berteriak.
Walaupun Yoham sudah menjahitnya dengan hati-hati, tetap saja rasanya sakit sekali karna tanpa obat bius.
Dengan keterampilan Yoham yang merupakan mantan seorang dokter, ia berhasil menutup luka Nawa dengan baik kemudian membalutnya dengan perban.
Setelah selesai mengurusi luka Nawa, Yoham segera mengambilkan kemeja dan jas baru yang memang selalu tersedia di lemari di dalam ruangan Nawa dengan warna dan model yang sama seperti yang sedang Nawa kenakan. Pria berbadan tegap itu langsung membantu Nawa untuk mengganti pakaiannya.
“Apa yang akan anda lakukan, Tuan?” Tanya Yoham.
“Kita diam dulu sampai keadaan menjadi tenang.” Jawab Nawa.
“Tapi bagaimana bisa anda mendapatkan luka itu? Siapa yang sudah menolong anda?” Yoham melontarkan pertanyaan yang sudah sejak semalam ia pendam.
“Aku tidak tau siapa itu, tapi sebuah mobil terus mengikuti kemarin. Jadi kupancing mereka masuk kedalam sebuah gang di perkampungan yang agak sepi. Mereka terlihat seperti perampok karna langsung meminta sejumlah uang dan barang-barang yang kubawa. Tapi mereka terlalu profesional kalau hanya sebagai perampok. Mereka bahkan membawa senjata tajam. Aku yakin mereka kiriman nenek sihir itu.” Jelas Nawa.
“Tapi bukankah anda membawa pistol?”
“Pistolku tertinggal di mobil saat aku keluar dan menemui mereka. Aku ceroboh karna terlalu menganggap mereka sepele. Padahal aku sudah mengangkat tanganku dan tidak berniat menghalangi mereka. Tapi mereka tetap menikamku dengan pisau. Sepertinya mereka memang berniat untuk melenyapkanku. Yang aku bingung, kenapa aku bisa berada di dalam gudang itu? Padahal sebelumnya kami berada di perkebunan. Apa ada orang yang memindahkanku?”
“Siapa kira-kira mereka?” Gumam Yoham.
“Bagaimana dengan pisau yang kuberikan padamu semalam? Apa kau menemukan sidik jari?”
Yoham menggeleng. “Pisau itu bersih, Tuan. Hanya ada sidik jari anda di sana. Sepertinya benar kata Tuan. Mereka profesional.”
“Sial!” Umpat Nawa yang merasa kecewa sekaligus marah.
“Tapi aku menemukan sedikit petunjuk.” Sambung Yoham.
Nawa menoleh kepada Yoham dengan tatapan meminta jawaban.
“Pisau itu, punya tanda khusus di bagian pangkalnya. Sebuah ukiran ular yang sedang melilit harimau.” Jelas Yoham. Kemudian ia merogoh saku jasnya dan mengambil pisau yang masih terbungkus plastik itu lalu memberikannya kepada Nawa.
Nawa mengernyitkan keningnya memperhatikan simbol itu dengan seksama.
“ANODA?” Tanya Nawa seraya beralih menatap Yoham.
Yoham mengangguk membenarkan. “Iya, Tuan.”
“Tapi kenapa Anoda terlibat dengan hal ini? Aku bahkan tidak pernah membuat masalah dengan mereka.”
“Bagaimana kalau ada yang membayar mereka? Mereka bisa saja melakukan hal itu, Tuan.” Jelas Yoham kemudian.
“Padahal aku tidak ingin berurusan dengan mereka. Apa Barra yang membayar mereka?” Gumam Nawa lagi.
Ia berfikir tentang sikap Barra saat di loby tadi. Gelagat saudara tirinya itu sepertinya tahu kalau ia sedang terluka. Tapi sejauh yang ia tahu, Barra bukanlah tipe orang yang mau melenyapkan nyawa seseorang.
“Apa mungkin Barra?”
“Saya tidak yakin, Tuan. Dia memang arogan dan jahat. Tapi untuk menyewa seseorang untuk melenyapkan Tuan, saya tidak yakin. Dia terlalu pengecut untuk itu.”
“Iya, kan? Aku juga befikir begitu. Tapi bagaimana kalau ternyata dia memang orang yang setega itu? Bagaimana kalau ternyata selama ini dia menyembunyikan watak aslinya?”
Yoham tidak menjawab. Ia juga sepemikiran dengan Nawa.
Karna kita tidak bisa menilai apa yang ada di hati orang lain. Sikap yang nampak tidak bisa dijadikan patokan untuk menganggap tentang kebaikan seseorang. Kepala boleh hitam, tapi hati siapa yang tahu.
“Buatkan aku janji temu dengan pimpinan Anoda. Siapa namanya?”
“Gasuta, tuan.” Jawab Yoham.
“Apa kau punya fotonya atau apa?”
Yoham menggeleng. “Tidak ada yang tahu persis seperti apa Gasuta itu. Menurut kabar yang beredar, dia adalah pria paruh baya dengan perawakan tinggi besar dan berwajah seperti orang barat. Tapi ada juga yang menyebutkan kalau dia sebenarnya adalah pria muda tampan dengan wajah asli pribumi. Tapi sebagian lagi bilang kalau dia adalah seorang perempuan. Entah mana kabar yang benar.”
“Perempuan?” Nawa mengernyit.
“Miss Z. Begitu mereka menyebutnya.”
Nawa menghela nafas. Bahkan Yoham saja tidak tahu persisi seperti apa Gasuta itu. Apa tidak masalah kalau dia masuk ke kandang harimau dengan suka rela? Anoda pasti tidak akan memberikan informasi yang dia inginkan begitu saja tanpa imbalan yang tepat.
Anoda adalah sebuah geng yang sangat di takuti di ibu kota. Jadi sudah bisa di pastikan kalau Anoda terlibat, maka ada seseorang yang kuat di belakangnya yang bersedia membayar dengan sangat mahal.
Dan jika menyangkut nyawa seorang Nawa, pasti salah satu orang di keluarganya yang merencanakan hal itu.
Tok, tok, tok.
Serorang sekretaris wanita masuk dan memberitahu Nawa kalau ia sedang ditunggu oleh ibu pimpinan perusahaan.
Nawa dan Yoham hanya saling lirik saja. Ia seperti punya firasat buruk tentang hal ini.
Lagi-lagi, Nawa harus menahan rasa sakit itu saat ia berjalan menuju ke ruangan CEO. Tapi luka itu belum seberapa di bandingkan luka tembak yang ada di punggungnya. Saat itu bahkan dia nyaris tewas.
Yoham memencetkan tombol lift untuk Nawa. Dan setelah pintu lift terbuka, mereka segera masuk kedalam lift yang akan membawa mereka ke lantai 29 dimana kantor CEO berada.
Setelah lift berhenti di lantai 29. Nawa segera keluar dengan di ikuti oleh Yoham di belakangnya.
Seorang sekretaris segera menyambut Nawa kemudian memberitahu pimpinan tentang kedatangan mereka.
“Silahkan masuk, Tuan.” Sekretaris pria bertubuh jangkung itu kemudian membukakan pintu untuk Nawa.
Nawa segera masuk ke dalam sementara Yoham menunggu di luar.
Seorang wanita paruh baya dengan dandanan anggun dan mengenakan barang-barang mewah langsung tersenyum kepada Nawa.
“Oh, kau sudah datang. Duduklah.” Perintah Dianty yang merupakan ibu sambung dari Nawa dan ibu kandung dari Barra tersebut.
Nawa segera duduk di sofa sementara Dianty juga ikut duduk di sofa terpisah di samping Nawa.
“Kenapa anda memanggil saya?”
“Nawa, Nawa, Nawa. Sudah berapa kali ku bilang untuk memanggilku dengan sebutan ibu? Aku ini adalah ibumu. Yaaa walaupun hanya di atas kartu keluarga. Ayolahhh,, tunjukkan pada semua orang kalau hubungan kita ini dekat. Apa kau ingin membuat orang lain salah faham?”
Nawa mengembangkan senyuman palsu. “Baiklah, Ibu.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Mella Soplantila Tentua Mella
mama tiri tho...pasti masalah marta
2023-01-03
0
kimmy
musuh nawa masih family kan
2022-12-27
0
SoRA🌠🦋
nama2nya unik 🥰
2022-12-26
0