Teror Sekolah Baru
"Perasaan gue dari mama bilang pindah ke rumah kakek tuh udah gak enak," ucap gadis berambut coklat gelap yang dijepit jedai.
Di depannya berdiri laki-laki sebaya sedang memilah berkas-berkas yang berhubungan dengan perpindahan sekolah mereka dari dalam nakas.
"Gak enak gimana?" pancing lelaki tersebut.
Jefri Fuadi. Tingginya 178 centimeter, berat badan 55 kilogram, suka warna abu-abu, kulit kuning langsat, sangat menyukai kebersihan, yang paling utama jago ngusir setan.
"Udah bener kita tinggal di sini, sama semua cucu-cucunya. Ngapain pindah sih?" sinis Mira menyembunyikan perasaan takut.
Jefri sama betahnya tinggal di rumah ini.
Rumah tingkat dua yang berisi banyak kamar sebab dihuni keluarga dari kakeknya. Mereka bisa dibilang orang mampu yang mempunyai dedikasi dan rasa penasaran tinggi terhadap hal supranatural.
"Gak ada pilihan lain."
Ketika diajak bicara dengan ibu dan buleknya bahwa mereka akan pindah awalnya Jefri tidak menyangka.
"Gak maen deh sama tempat baru," eluh gadis itu.
Mira dikenal sangat pemberontak tapi tidak bisa hidup tanpa Jefri.
Sebelum hidup Mira berantakan Jefri sudah memberitahunya bahwa kemungkinan besar dia akan menerima kemampuan yang sama.
Pertama kali Mira melihat makhluk tak kasat mata, Jefri lah yang memproteksi gadis itu dari hantu berenergi negatif.
Tiada guna mengeluh dan sebagainya. Di hari yang sama mereka berangkat ke rumah kakek dengan memakan waktu tiga jam menggunakan mobil ibunya Mira, namanya Hana.
Jefri menyetir. Di sebelahnya Mira. Di belakang mereka Hana dan Ratih yang tak lain ibunya Jefri.
"Kalian nanti saling jaga ya di sekolah," ujar Hana tertuju pada Jefri.
"Tenang aja, Mbak. Udah bertahun-tahun Jefri jagain Mira," balas Ratih.
"Kamu juga jangan takut, Mira. Udah tiga tahun liat hantu masih kagetan."
Mira langsung menyahut, "Astaga, Mama. Jangan mentang-mentang udah gak bisa liat jurig nge-bully anak sendiri. Gak baik tau."
Hana dan Ratih tentu mendapat kemampuan sama pada awalnya. Seiring bertambah usia, mereka tidak peduli dengan kehadiran sosok-sosok hantu penasaran jadi mudah terkikis. Sekarang mereka seperti orang biasa, melihat apa yang dilihat pada umumnya.
"Bisa gak sih tutup aja mata batin gue, Jef?"
"Mohon maap mata batin bukan warung bisa buka tutup seenak jidat," tandas Hana.
Mira mendelik ke ibunya. Kok bisa ... Mereka bertolak belakang.
"Nanti umur tiga puluh tahun juga hilang kalau kamu gak terlalu peduli urusan mereka," tutur Ratih menurut pengalaman.
"Berarti kita bisa jadi manusia normal dong, Jef?" tanya Mira sumringah.
"Gue nerusin almarhum. Mungkin lo bisa, tapi gue kayaknya susah."
"Jefri itu jembatannya. Sekarang mungkin hantu-hantu menyingkir karena ada Jefri." Hana mengingat sosok suaminya yang telah tiada tiga tahun lalu.
Ratih menggenggam tangan Hana mengerti yang terbayang sekarang adalah sosok suaminya. Hana membalas dengan senyum kecil, Ratih pun sama dengannya.
"Pawang Jurig emang beda," lirih Mira.
Hingga sampai di rumah kakek, mereka bersama-sama memindahkan koper dan tas ke dalam.
Mira merapat ke Jefri usai tak sengaja melihat ke atas pohon depan rumah tetangga.
Wanita setinggi dua meter, rambut kusut menjuntai ke tanah, muka abstrak yang semula menunduk jadi melihatnya.
"Itu apaan sih, Jef? Kayaknya liat gue deh dia... "
Mira mulai merengek takut kalau yang dilihat melihat dia juga.
Jefri menepuk punggungnya dan menyuruh abai saja.
Seluruh tubuh Mira merinding meski mereka tidak ganggu. Cara supaya tidak menjadi sorotan bagi mereka sebetulnya tidak ada.
Mira tak bisa menghindar, tapi dia bisa mengabaikan jika kuat.
Beban utama yang menghisap keberanian Mira contohnya hantu yang dilihat pertama ada di ujung. Diabaikan justru mereka bisa teleportasi muncul di hadapannya.
Mereka tatap muka. Bagaimana tidak tremor?
Tubuh sehat bugar bisa langsung kena serangan jantung alias ko-it.
"Ini kamar Mira." Hana menunjuk kamar kedua.
"Berarti Jefri yang ini." Mira menunjuk kamar pertama. "Kan biar bisa dijagain semuanya, hehe."
Kamar mereka masing-masing berurutan di sisi kiri dekat ruang tamu.
Toilet dalam kamar, jadi Mira agak tenang tidak perlu keluar kamar tengah malam. Jika ada sesuatu dia tinggal teriak maka semua akan datang karena kamarnya di tengah.
"Langsung istirahat ya. Besok kalian mulai berangkat sekolah."
Mira mendengus lelah. "Iya... "
Jefri mengangguk. "Gak ada hal lain, kan?"
"Maksud Anda gak ada hal lain apa ya?" Mira berkacak pinggang.
Jefri tertawa kecil. "Barangkali ada sesuatu yang mau diomongin. Dih, lo mah suuzon terus sama hantu. Mereka gak ngapa-ngapain juga."
"Jefri bilang 'mereka' berarti banyak, Mah."
Hana mau menertawakan anak sendiri tapi takut dosa.
"Udah. Pada tidur gih!"
Ratih turut bicara. "Jangan begadang. Khususnya kamu, Mira."
Setelah para ibu masuk kamar mereka, Mira mengintil masuk kamar Jefri.
"Sekolah baru kita aman, kan?" tanya Mira.
"Gak ada tempat aman buat orang kayak kita, Ra."
Mira duduk di bangku sementara Jefri mengeluarkan pakaiannya dari dalam koper dan tas.
"Bisa gak lo jawab aja aman?"
"Gue jujur."
"Kamar kakek sama sekali gak diisi dong walaupun kita pindah?"
"Hm, biarin kosong."
"Gitu."
"Gue boleh minta tolong?"
"Apa?"
"Jangan takut sama mereka."
Setiap Mira dan Jefri menginjakkan kaki ke tempat atau hunian baru, bagi mereka di alam sana bak melihat cahaya terang. Mereka akan penasaran dan berusaha mendekat.
"Kita pasti beda kelas, tapi mau sejauh apa pun gue bisa tahu kalau terjadi sesuatu sama lo," kata Jefri.
Jefri menganggap Mira sebagai adiknya. Mereka besar bersama di satu tempat, tentu tak ada satu pun hal yang terlewat.
Entah bagaimana besok di sekolah. Perasaan yang dia miliki sering berubah cepat. Ini bukan bipolar apalagi kepribadian ganda.
Mira dan Jefri sadar mereka waras tapi sedang dipermainkan oleh kemampuan mereka sendiri.
"Gue gak mau kita dijadiin dukun sama orang lain, Ra. Kemampuan kita bukan buat keuntungan mereka."
"Gue tau kok."
Kemampuan Jefri bukan untuk diuangkan. Ditambah banyak hal aneh menimpa keluarga mereka yang berkaitan dengan makhluk astral.
"Ngapain masih di sini? Lo gak berniat tidur di sini, kan? Sana, punya kamar sendiri juga."
"Cewek tadi kayaknya merhatiin gue, Jef."
"Baru tadi dibilangin gak usah takut. Dia nyari anak doang. Lo mau jadi anaknya?"
"Najis banget ih, Jef! Amit-amit!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Ekayadi
mampir dulu ki
2024-09-14
0
𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕
awal yg menarik
2023-11-14
0
Syhr Syhr
Mira indigo kak.
Keren
2022-12-24
1