Menunggu Mira keluar dari kamar sangat lama. Jefri hampir memaki gadis itu kalau di dalam tak ada ibu-ibu.
Sosok wanita yang disebut Mira semalam tak terlihat di tempat yang sama. Kemungkinan dia pergi ke pohon lain bertemu sejenisnya atau sedang tidak ingin menampakkan diri.
Mereka berangkat naik motor yang kalian bisa bayangkan lah ya modelnya bagaimana. Sekali lewat orang-orang langsung tahu 'orang kaya tuh'.
Jefri mengandalkan GPS ke sekolah baru mereka. Hana dan Ratih tidak turut mendampingi karena harus ke makam kakek dan suami mereka.
Mira bernyanyi-nyanyi kecil mengusir semua perasaan negatif. Biasanya kalau sudah ada sedikit saja perasaan begini, pasti ada sesuatu.
"Gue gak bisa gak takut."
Jangan kira Jefri tidak dengar. Suara dari dimensi lain saja tembus telinganya. Sekecil apa pun suara Mira dia pasti dengar jikalau jarak mereka dekat.
**
Mira bungkam menunggu wali kelas di depannya memeriksa kelengkapan berkas catatan pindahan sekolah.
Matanya mengamati Jefri menghadap wali kelasnya sendiri.
Jefri sengaja mengalihkan tatapan supaya Mira tidak makin khawatir terpisah dengan dia.
Tidak adil baginya. Saat mata batinnya belum se sensitif sekarang mereka selalu satu kelas. Giliran pindah sekolah justru kedapatan beda kelas.
"Pak," panggil Mira.
Dua guru bernama Pak Ilman dan Pak Adit menoleh ke arah Mira, begitu pula Jefri.
"Iya, kenapa?" tanya wali kelasnya, Pak Adit.
Usianya sekitar 28 tahun, baru lulus setahun yang lalu katanya. Pak Adit ini sempat bercerita bahwa beliau baru mengajar selama setahun dan ditunjuk menjadi wali kelas 11B sekitar 3 bulan lalu pas mengiring mereka ke kantor.
Mira membatin, "Pen nangis gue, Jef."
Bukan perihal ngambek kelas mereka beda. Di belakang Pak Ilman ada sosok perempuan cantik yang memeluk lehernya dengan senyum lebar. Saking lebarnya hampir sampai kuping.
Jefri pasti lihat lebih jelas dibanding Mira yang menolak diperlihatkan.
"Sambil jalan ke kelas bisa, Pak?"
Mendapat pertanyaan itu, Pak Adit beserta Pak Ilman putuskan mengantar mereka ke kelas.
Mira ke kelas 11B dan Jefri ke kelas 11G. Letak kelas Jefri ini ada di paling ujung lantai 2 Gedung A.
Sangat jauh ya.
Mira diperkenankan perkenalan di depan teman-teman barunya.
"Pagi semuanya. Perkenalkan nama saya, Mira Fuadi. Sebelumnya dari Djuanda School, Bogor."
Mereka tampak antusias dengan kedatangan Mira. Ada yang semeja heboh, senyum-senyum, mungkin ada juga yang berbisik kurang suka.
"Mira ini kebetulan pindah rumah ke Jakarta. Ada sepupunya yang pindah sekolah di sini juga, tapi beda kelas. Kalian harus jaga Mira ya," kata Pak Adit.
Memang vibes guru muda jarang ada yang galak. Rata-rata ramah dan mudah bergaul.
"Yoi, Pak!"
"Cakep!"
Pak Adit menoleh ke kiri, "Mira boleh duduk di bangku yang kosong."
Ada tiga yang kosong.
"Terserah?"
"Iya, silakan."
Mira memilih duduk di tengah agak depan supaya bisa lihat tulisan di papan tulis. Matanya rabun tapi tidak parah.
"Hai," sapa teman sebangkunya, perempuan.
"Iya."
"Gue, Dewi."
"Oh iya, salam kenal."
Pak Adit meneruskan mata pelajaran yang beliau pegang di depan mereka.
Kesan pertama yang ditangkap mata Mira, Dewi itu ramah dan manis. Rambutnya sepunggung dengan ikal di ujungnya. Dia pakai bando mutiara pink.
"Sepupu lo di sini juga? Kelas mana?"
"G, di ujung sana."
"Cewek atau cowok?"
"Cowok."
"Yahh, kirain cewek."
"Kenapa?" Biasanya kalau laki-laki, kaum hawa pasti senang.
"Kita bertiga bisa main bareng."
"Gue dari kecil main sama Jefri, kok. Nanti gue kenalin pas jam istirahat."
"Waduh, agak susah ya."
"Susah kenapa?" Mira bingung.
"Nanti lo juga tau, bukan sesuatu yang dibanggakan buat diomongin."
Mira cuma senyum tak begitu menghiraukan maksud Dewi.
Hingga pelajaran Pak Adit selesai, kelas berlangsung biasa saja tanpa kendala. Mira bertanya pukul berapa biasanya istirahat, Dewi bilang setengah dua belas.
Sekitar menjelang istirahat dan guru terakhir baru ke luar kelas.
Lampu proyektor yang menyala karena tadi materi diberikan lewat presentasi mendadak mati.
"Buka jendelanya, woi." Dia Irlan, ketua kelas berkarisma.
Mira lihat mereka yang duduk dekat jendela menyibak gorden supaya cahaya matahari masuk mengganti kegelapan kelas.
"Mendung." Dewi lihat di luar awan gelap.
"Eh, nyalain lampu dongs." Irlan menyuruh anak-anak lagi.
Sakelar lampu belum dinyalakan manual tapi sudah menyala serentak.
"Waduh," kata Irlan mewakili keterkejutan yang lain.
Kira-kira lima detik mereka saling diam, pandangan ke satu arah pun mengalihkan perhatian Mira yang tengah merapikan mejanya.
"Kenapa, Dew?"
Dewi menarik tangan Mira agar bangun dari bangku. "Kayaknya kita harus keluar kelas sekarang."
"Hah?" beo Mira. Ngapain? Gitu batinnya.
Kecuali Mira, mereka teriak kaget begitu lampu kelas mati nyala seperti dimainkan tapi tidak ada yang menekan sakelar.
"Wi! Bawa yang lain ke luar!" teriak Irlan.
Dewi melepaskan pegangan tangannya dari Mira untuk mengeluarkan mereka dari kelas.
Mira membeku di tempat lihat satu siswa duduk tiga meja dari kursinya dikelilingi semacam asap hitam pekat.
Tangan lelaki itu menggaruk meja dengan kasar disertai cekikikan panjang.
"Hihihihihi."
Kepanikan melanda satu kelas meski berdesakan ke luar.
"Eh, anak baru masih di dalem!"
Dewi juga lihat Mira membeku dari ambang pintu. "Mira! Keluar! Dia kesurupan!"
Mira sadar langsung nengok dipanggil Dewi. "Kesurupan?"
Gadis itu belum sempat mengalihkan pandangan ke posisi siswa tadi duduk karena wajahnya tepat di hadapan Mira.
Muka menyeramkan itu membuat Mira memejamkan mata rapat. Mira jelas kaget setengah mati melihat sosok yang merasuki temannya begitu mengerikan.
Dewi masuk lagi dan menarik Mira ke luar.
Tiba-tiba Mira memekik pangkal rambutnya ditarik oleh sosok tadi sampai kepalanya menengadah ke atas.
"Anjrit!" Keluarlah satu kata ajaib dari mulut Mira.
Dewi dibantu Irlan melepas tangannya dari kepala Mira.
"Zafran! Sadar, bangsat!" gertak Irlan marah.
"Kamu bisa lihat saya." Bola mata sosok itu melotot merah juga menyeringai tajam.
Dewi dan Irlan sempat tercengang mendengar suara Zafran begitu melengking seperti wanita tua.
Mira menahan kepalanya takut lepas ditarik hantu sialan itu. Dia merengek setengah menangis.
"Panggilin Jefri dong! Aaa, Jefri!"
Mira ketahuan oleh sosok hantu di hadapannya dan dijadikan alat mempermainkan anak lain.
"Hah, Jefri siapa?" tanya Irlan tak tahu.
"Sepupu gue."
Dewi tanpa babibu langsung keluar memanggil sepupu Mira padahal tidak tahu alasan harus ke sana.
"Anak ini harus mati!" teriak hantunya cekikikan parah.
"Jangan dong!" jawab Irlan seadanya.
Mira mau nangis tapi air matanya tidak kunjung keluar, ditambah muka Irlan panik berusaha melepas jambakan tapi masih bisa jawab si Zafran yang kesurupan.
"Harus mati!"
"Kita punya Tuhan. Tuhan yang berhak ambil nyawa. Lo siapa bisa cabut nyawa, anjir!" balas Irlan.
"Atau kamu? Hihihi. " Zafran menyeringai namun yang dilihat Mira tetaplah si wanita mengerikan.
"Kok gue? Belum nikah, gak mau ah!" Mira menggeleng sayang nyawa.
"Mira! Itu sepupu lo, bukan?!" Dewi teriak dari luar jendela menunjuk Jefri.
Mira lihat Jefri di depan pintu. "Rambut gue, Jef! Help!"
Zafran berhenti tertawa nyaring begitu Jefri datang dengan tangan masih menjambak kepala Mira.
Sambil memiringkan kepala Zafran bertanya lirih di antara telinga Mira dan Irlan.
"Ternyata kalian datang berdua."
"Jefri!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
lagi tegang" nya msh aja si Irlan dan Mira becanda jadi takut nya setengah" karna di akhir nya bikin ngakak 😅😅😅
2023-11-14
0