Anak Dari Dua Ceo
Siang itu, terik matahari mencapai puncaknya. Panasnya terasa sangat menyengat. Seolah bisa meleburkan aspal dan merubahnya menjadi bentuk semula.
"Panas." keluh seorang perempuan dari balik kemudi mobil mewahnya. Ia berkali-kali menyeka keringat yang timbul di pelipisnya. Meskipun mobil mewah yang ia bawa memiliki pendingin, tapi alam menang telak dalam urusan ini. Musim panas sudah datang.
Selain keluhannya mengenai cuaca, perempuan itu tidak bisa melupakan rangkaian benang kusut yang memenuhi otaknya. Begitu banyak masalah di tempat kerja yang membuatnya pusing. Cuaca panas ini menambah rangkaian daftar keluh kesahnya hari ini. Seolah tidak ada hari baik untuknya.
Perempuan itu bernama Emma Rosaline, Ceo dari Rose group yang bergerak di bidang kosmetik. Tapi salah satu perusahaan dibawah naungannya ada yang terkena skandal. Mengakibatkan sahamnya terjun payung dan turun hingga ke dasar. Ingin rasanya Emma membanting kemudi mobilnya dan menenggelamkan dirinya ke laut.
Emma merasa tidak ada orang yang sesial dirinya di dunia ini. Bernafas saja terasa berat baginya sekarang. Mungkin ia sudah tidak bisa menjadi ceo lagi.
"Gorengan, gorengan. Kakak, mau gorengan?"
Emma tersentak mendapati anak laki-laki berusia belia mendatangi mobilnya. Perempuan itu menengok kanan kiri, dan baru tersadar kalau ia sedang berada di lampu merah. Semua masalah di otaknya ikut membuyarkan penglihatannya.
"Kakak? mau beli tidak? enak loh. Ada tahu isi, tahu bakso, bakwan." anak laki-laki itu kembali menawari Emma dengan senyuman semangat yang masih tergurat di wajahnya. Seolah tidak ada beban diantara ukiran wajah kecilnya.
Emma merasa tersentuh, sekaligus merasa bodoh. Ia baru saja menerima tamparan keras dari kejamnya kehidupan. Seorang anak yang masih kecil rela melawan teriknya sinar matahari demi pundi-pundi uang yang terbilang kecil jika dimata Emma. Dan perempuan itu malah merasa paling menyedihkan didunia, sementara adik kecil ini masih tersenyum dengan polosnya meskipun luka yang dia derita lebih banyak.
"Tidak ya kak? kalau begitu permisi."
"Tunggu." Emma menghentikan langkah kaki bocah itu yang ingin pergi.
"Oke, beli berapa?"
Hanya dalam satu kedipan mata, anak itu sudah bersiap mengambil gorengan dengan capit besi yang terkatup-katup ditangan kanannya.
"Hmmm... berapa ya." Emma melirik dagangan si anak yang berada diatas nampan besar berbentuk bulat. Semuanya terlihat enak di mata orang yang belum makan siang sepertinya.
"Kalau beli semua, dapat bonus ciuman dariku loh kak. Bagaimana?" anak itu mengangkat kedua alisnya dengan bangga.
Emma terkekeh dengan suara lembutnya. Tidak disangka anak ini memiliki bibit dalam bidang marketing.
"Baiklah, aku beli semua." ucap Emma sambil tersenyum.
"Eh?! se-serius?!" anak laki-laki itu terbengong mendengar ucapan Emma. Tentu saja ia terkejut, karena selama ini belum pernah ada orang yang mengatakannya.
"Serius, tolong bungkus semua ya." Emma menatap bocah itu dengan jahil. "Dan jangan lupa bonusnya."
Ekspresi si bocah mulai berubah. Sepertinya ia tidak berminat memberikan bonus itu. Sebenarnya tadi ia cuma asal bicara saja. Karena ia tahu kalau tidak akan ada orang yang langsung membeli semua dagangannya.
Melihat ekspresi masam yang tiba-tiba saja muncul di wajah anak itu, Emma buru-buru bicara, "haha kakak memang beli semua, tapi bonusnya tidak usah."
"Ta-tapi aku tidak enak. Kakak sudah berbaik hati membeli semua daganganku." Meskipun berkata tidak enak, ekspresi lega yang berada disana tidak bisa ditutupi.
"Begini saja, ganti dengan yang lain. Aku ingin mengetahui siapa namamu."
Bocah itu nampak bingung sebentar, kemudian menganggukkan kepalanya dengan senyuman imut yang sudah kembali.
"Tapi kak, sebentar lagi lampu akan berubah hijau."
Emma baru ingat kalau ia sedang berada di lampu merah sekarang. Tapi lampu merah ini tidak memiliki penunjuk hitung mundur, kenapa bocah ini tahu? jangan-jangan sedari tadi, dia menghitung waktunya?
"Masuklah dulu, sambil aku membayar gorengannya." Emma membukakan pintu mobil dari dalam, dan anak laki-laki itu masuk bersama dagangannya.
"Maaf kakak, mobilmu jadi kotor. Padahal bagus begini." Anak laki-laki itu berkata dengan raut wajah yang sedikit ketakutan.
"Tidak apa-apa. Jangan terlalu dipikirkan." ucap Emma yang disambut anggukan kepala dari anak lucu itu.
Ternyata benar, lampu berubah hijau. Emma mengendarai mobilnya dan menepikannya di trotoar dekat lampu merah.
"Ini kak, semua gorengannya." Anak laki-laki tadi menyodorkan tiga kantong plastik ukuran sedang penuh gorengan yang masing-masing sudah diisi cabai rawit.
"Terimakasih ya." Emma menyerahkan beberapa lembar uang pecahan 100 ribu dari dalam dompetnya.
"I-ini terlalu banyak kak."
"Tidak apa-apa, sisanya buat kamu jajan."
Mendengar perkataan itu, anak kecil tadi tidak bisa menyembunyikan senyum gembiranya. "Terimakasih kak." serunya kemudian.
"Jadi... siapa namamu?" tanya Emma.
"Namaku Aldrich, umur 10 tahun."
Hati Emma kembali bergetar. Anak umur 10 tahun sudah bekerja dengan begitu giatnya. Seharusnya di usia ini dia sedang bermain bersama teman-temannya. Rasanya cukup memalukan jika dibandingkan dengan dirinya. Hanya masalah rumor, membuatnya ingin bunuh diri. Emma merasa tidak memiliki muka didepan Aldrich ini.
"Sudah ya kak." Aldrich turun dari mobil Emma.
"Sampai jumpa lagi Al." Emma sebisa mungkin tersenyum ditengah rasa malu yang menimpanya.
"Iya kakak bye bye." Aldrich berlari pergi, dan menghilang dari pandangan Emma.
Ternyata dia bisa bahasa Inggris juga, Emma tersenyum.
Mobil kembali berjalan. Kini pikiran Emma sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Ia bisa menerima keadaannya. Dan entah bagaimana, ia tiba-tiba menemukan ide untuk memecahkan persoalan di otaknya. Memang benar kata pepatah, selalu ada solusi dibalik semua masalah.
Emma ingin suatu hari bertemu dengan Aldrich lagi, dan pergi bersama untuk saling berbagi cerita. Ia tahu kalau hidup anak itu pasti sulit, dan sulit juga baginya untuk meneriakkan keluh kesahnya. Senyuman manis itu, masih tergambar indah di benak Emma. Ia tidak ingin senyuman itu menghilang suatu saat Nanti.
"Seandainya aku memiliki anak yang seperti itu." gumam Emma di sela fokusnya mengemudi.
Emma Rosaline adalah perempuan berusia 27 tahun. Ia merupakan wanita karir yang tidak terlalu mementingkan sebuah hubungan percintaan. Baginya, bekerja lebih menyenangkan daripada bermain perasaan dengan laki-laki. Meskipun dulu ia mengatakan kerja lebih menyenangkan, nyatanya beberapa menit yang lalu ia depresi karena kerjaan. Sekarang ia juga sadar, kalau semuanya sama saja. Perasaannya juga sakit saat perkerjaannya mendapat masalah.
Emma akan berubah. Menjadi sosok yang tegar seperti Aldrich. Dan mencoba mencari pasangan. Meskipun agak terlambat, tapi ia akan berusaha.
Ting!
Ponsel Emma mendapat pesan.
Takut pesan itu berisi sesuatu yang penting, Emma langsung menepikan mobilnya dan membuka pesan.
[Nona besar, ceo Hamilton Group ingin bertemu dengan anda.]
Kedua alis Emma berkerut. Siapa?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
SionSiona
masih kecil udh bisa berbisnis ya🤣🤣
2023-04-05
1
Rianti Bawel
thour lanjut dong cerita nya
2022-11-25
2
Aisyah
Haduuuh thooor kok gk up sii, shrian bolak balik cek kok msih gk up, nungguin niiii
2022-11-24
1