Seminggu kemudian.
Kata orang, suara aliran sungai bisa membuat pikiran menjadi tenang. Apakah itu hanya bualan? Karena sudah dari tadi Aldrich duduk dipinggir sungai tapi pikirannya masih tidak karuan.
Siapa ayahnya?
Kenapa ibunya memisahkannya dengan sang ayah?
Dan kenapa itu semua dirahasiakan dari Aldrich selama ini?
Sekarang Aldrich harus bertanya pada siapa? Tidak ada yang bisa menjawabnya lagi. Sang ibu sudah pergi.
Aldrich kembali mengelap air matanya yang tanpa aba-aba keluar. Ia sebenarnya ingin menjadi laki-laki yang kuat. Tapi kenapa sangat susah?
Rasanya, ingin sekali Aldrich masuk ke dalam sungai dan membiarkan arus membawanya ke tempat yang jauh. Tapi saat pemikiran itu muncul, ingatan tentang pesan terakhir sang ibu kembali mendatanginya.
"Aku harus segera menemui ayah untuk mengatakannya." Gumam Aldrich sambil melihat pantulan wajah samarnya di air sungai yang keruh.
Tapi dimana aku bisa menemukan ayah? Ibu bahkan tidak mengatakan namanya. Aldrich menggaruk kepalanya dengan bingung.
Ceo yang paling berpengaruh di negara ini siapa? Atau mungkin aku bisa mencari Ceo yang terkenal 10 tahun lalu. Karena siapa tahu sudah ganti.
Aldrich bangkit dari tempat duduknya lalu menatap sekitar. Biasanya di dekat bantaran sungai ada koran lama yang terbuang. Meskipun koran dari 3 hari yang lalu, itu tidak masalah.
Setelah berjalan menyusuri bantaran sungai, Aldrich melihat potongan koran.
"Ini dia!"
Sedikit disayangkan karena koran itu hanya potongan kecil. Tapi di sudut mata Aldrich melihat tulisan Ceo disana.
Emma Rosaline Yang Hebat
Setelah membaca judulnya, Aldrich melihat gambar seorang perempuan cantik yang sedang tersenyum kearah kamera dengan memakai dress merah.
"Eh?! Ini kan kakak cantik yang seminggu lalu memborong gorenganku."
Aldrich kembali membaca artikel itu.
Sempat diguncang permasalahan yang cukup pelik. Emma Rosaline, dengan kepala dingin menyelesaikan semua masalah itu. Membuat sahamnya naik secara drastis. Kekayaannya bahkan hampir menyamai keluarga Hamilton.
Ck! Sial!
Aldrich seketika merasa kesal saat mengetahui lanjutan berita di koran itu ternyata sobek. Ia jadi tidak bisa membacanya lagi.
Kalau saja aku bisa bertemu kakak cantik ini lagi, mungkin aku akan lebih mudah mencari tahu tentang ayahku.
◌
◌
◌
Seorang perempuan cantik turun dari mobil mewahnya. Sapatu high heels hitamnya menapaki jalanan dengan tanah yang tidak rata.
"Akhirnya aku bisa kesini." Perempuan itu melepas kacamata hitamnya dan menatap perkampungan padat didepannya.
"Nona, jangan memperlihatkan wajah anda sembarangan. Disini tidak aman." Wayne buru-buru turun dari mobil dan menutupi wajah nona mudanya yang sembrono itu.
"Tidak apa-apa, kau kan bisa melindungiku. Jangan sia-siakan sabuk hitam karatemu."
Dialah Emma Rosaline, Ceo yang terkenal hebat di luar, tapi bobrok di dalam.
"Lagipula kenapa kita ke tempat seperti ini nona?" Tanya Wayne sambil menatap jijik kearah rumah-rumah liar yang terlihat tidak bersih itu.
"Aku ingin mencari Aldrich."
"Siapa itu Aldrich?"
"Dia adalah malaikat kecil yang bisa membuatku memecahkan semua masalah kita hanya dalam waktu kurang dari 5 hari. Pokoknya dia itu imut, menggemaskan, dan lucu." Mata Emma berbinar-binar ketika membahas Aldrich. Sementara itu Wayne terus merasa bingung.
"Anda sendiri yang dapat memecahkan masalah itu. Bukan karena anak tidak jelas yang hidup ditempat seperti ini."
"Jangan ejek malaikat kecilku!" Emma cemberut.
"Baiklah terserah anda saja."
Emma celingukan melihat sekitar. Sebenarnya ia juga tidak tahu dimana harus mencari Aldrich di tempat padat seperti ini. Tapi ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk berterimakasih pada Aldrich saat semua masalah di perusahaannya selesai.
"Mungkin ke sana." Emma berjalan dengan asal.
"Nona, tunggu saya!" Wayne mengikuti.
Emma terus saja berjalan, dan terkadang bertanya pada orang yang ia lewati. Sementara itu Wayne terus merasa was-was karena sepanjang jalan, orang-orang terus mengawasi mereka.
"Aldrich? Yang ibunya baru saja meninggal itu?"
Akhirnya ada salah satu orang yang Emma tanya mengenal sosok Aldrich. Tapi... Apa ini? Ibunya baru saja meninggal?
"Eh? Bapak tetangganya ya? Kapan ibu Aldrich meninggal? Bisa tunjukkan pada saya rumah Aldrich?"
Pria paruh baya dengan banyak tato ditubuhnya itu malah melihat Emma dari atas sampah bawah, kemudian tersenyum.
"Kalau ingin tahu, bayar dulu." Ucapnya kemudian.
"Bayar? Berapa?" Tanya Emma cepat.
Astaga nona! Wayne menepuk dahinya.
"1 juta deh, murah kan?" Pria itu menyeringai.
"Baik." Emma buru-buru mengambil uang dari dalam tas lalu menyerahkannya pada pria tadi.
Eh? Langsung dikasih beneran? Pria paruh baya itu terkejut sabil mengerjap tidak percaya melihat uang 1 juta yang sekarang sudah berpindah di tangannya.
"Jadi, rumah Aldrich dimana?" Tanya Emma lagi.
"Di-disana, dekat sungai. Rumah paling ujung." Jawab pria tadi yang masih terkejut.
"Terimakasih pak." Emma tersenyum kemudian melanjutkan perjalanannya.
Setelah berjalan tidak jauh, akhirnya Emma sampai di rumah paling ujung. Di belakang rumah itu terdapat sungai yang keruh.
"Aldrich! Yuhu! Ini kakak!" Teriak Emma sambil mengetuk pintu rumah yang hanya terbuat dari triplek itu.
"Nona, mungkin orangnya sudah pergi. Atau mungkin kita ditipu oleh pria tadi." Ucap Wayne.
"Diamlah! Jangan berburuk sangka pada orang. Tidak baik tahu. Mungkin Aldrich sedang di kamar mandi sekarang, jadi tidak mendengarku."
"Nona, lihatlah rumah kecil ini, apakah terlihat seperti memiliki kamar mandi? Sudahlah, tidak ada orangnya. Ayo pulang saja." Wayne mencoba menarik tangan Emma.
"Tidak mau!" Emma meronta dan kembali berteriak. "Aldrich! Aldrich!"
"Ka-kakak?"
Suara seorang anak kecil muncul dari arah belakang Emma dan Wayne. Saat mereka menoleh, ternyata benar, itu adalah Aldrich yang Emma cari.
"Aldrich! Malaikat kecilku!" Emma langsung memeluk Aldrich dengan haru, seperti acara reality show tentang ibu dan anak yang terpisah.
Astaga nona! Melihat bajunya yang penuh lumpur sudah membuatku jijik. Kenapa malah dipeluk segala?
"Masih ingat padaku?" Emma menunjuk wajahnya dan Aldrich mengangguk dengan kaku.
Sebenarnya saat ini Aldrich sedang terkejut setengah mati. Pasalnya, baru saja beberapa menit yang lalu ia berharap bertemu dengan kakak cantik ini. Lalu, tiba-tiba ia benar-benar menemuinya.
"Kamu sedang apa? Kenapa tidak dirumah? Sedang jualan ya?" Tanya Emma.
Aldrich menggeleng, "Tadi baru dari sungai dan mau pulang mandi."
"Wayne! Kau dengar itu? Di rumah ini ada kamar mandinya! Aku menang hahaha!"
"Terserah anda, saya sudah lelah." Wayne membuang muka.
"Kakak kenapa kesini?" Tanya Aldrich.
Emma hendak menjawab, tapi tiba-tiba Emma sadar dengan kedua mata Aldrich yang sembab.
Apa dia baru saja menangis?
Benar juga! Tadi katanya ibunya baru saja meninggal. Apa dia sedih?
Tidak boleh! Malaikat kecilku harus ceria!
"Kakak kemari untuk mengajakmu jalan-jalan. Ayo pergi!"
"Hah?!" Wayne melotot karena terkejut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Metana
beruntung kmu dek ketemu emak yang baik dan gk pandang bulu. Love untuk kalian berdua/Kiss//Kiss//Kiss/
2025-02-05
1
Metana
memanfaatkan keadaan, tahu aja yang sultan
2025-02-05
1
Puspita Dewi
si emma ini orang nya heboh dan lucu juga
suka lupa sm asisten nya 🤣🤣🤣🤣
2023-04-23
2