"Jalan-jalan?" Aldrich menggaruk kepalanya dengan bingung.
"Iya! Bagaimana kalau kita ke-"
"Nona, 3 jam lagi adalah jadwal anda untuk rapat. Anda tidak bisa jalan-jalan seenaknya." Sela Wayne.
Emma mendengus kesal. Kemudian ia lanjut berpikir bagaimana cara menghibur Aldrich.
"Kakak, sebaiknya tidak usah mengajakku jalan-jalan. Bukankah kakak sibuk? Aku tidak ingin mengganggu." Meskipun berkata begitu, sebenarnya Aldrich ingin mengobrol lebih banyak dengan Emma. Ia ingin bertanya tentang Ceo yang paling berpengaruh. Kesempatan emas bertemu dengan Emma mungkin tidak akan datang dua kali.
"Oh aku tahu!" Emma tiba-tiba berseru. "Bagaimana kalau kamu kerumahku saja? Mau ya Al?"
"Al?"
"Hihi, panggilan sayangku untukmu." Emma menyentuh hidung Aldrich sambil tersenyum.
"Begitu ya." Aldrich tersenyum kaku. Selama ini belum pernah ada orang yang berbicara selembut ini padanya. Bahkan ibunya sendiri tidak pernah bicara lembut padanya.
"Mau kan? Kerumahku?" Tanya Emma dengan antusias.
Ini dia! Aku bisa bertanya tentang Ceo. Kalaupun tidak bisa tanya, minimal aku bisa membaca koran edisi terbaru disana.
Aldrich mengangguk dengan semangat.
"Horeeeyyy. Sekarang, ayo kita pergi." Emma langsung ingin menarik tangan Aldrich, tapi bocah itu menahannya.
"Kakak, biarkan aku mandi dulu."
"Mandi di rumahku saja ya." Emma tersenyum lebar, dan kembali menarik tangan Aldrich. "Senangnya, aku ingin kamu menginap juga Al haha."
Ya ampun nona, ingatlah dia itu anak liar. Jangan memanjakannya seperti itu! Wayne menatap Aldrich tidak suka.
◌
◌
◌
Aldrich terkesima melihat rumah mewah milik Emma. Bahkan untuk berkedip saja rasanya tidak rela, karena rumah bak istana itu sangat memanjakan matanya.
Banyak pilar besar dan tinggi gagah berdiri. Warnanya tidak terlalu mencolok tapi masih memperlihatkan sisi elegannya. Aldrich hampir mengira ia melintasi waktu menjadi pangeran yang sedang berkunjung di istana putri Emma.
"Al? Kenapa diam saja?" Emma menyentuh kedua bahu Aldrich dari belakang.
"Rumah kakak bagus sekali."
"Hahaha, ekspresiku juga sama denganmu saat pertama kali datang kesini."
"Eh? Pertama kali kesini?"
Emma tersenyum kemudian menunjuk tempat Aldrich berdiri. "Dulu aku berdiri disini sambil terkesima melihat rumah orang yang mengadopsiku."
"Jadi, kakak..." Aldrich sengaja menahan kata-katanya. Ia takut kalau tidak enak didengar.
"Ya, kakak adalah anak yang diadopsi." Setelah mengatakan itu dengan bangga, Emma menarik tangan Aldrich untuk mengikutinya. "Ayo ayo kita mulai tour kelilingnya." Seru Emma dengan gembira.
"Nona, jangan lupa soal rapat." Wayne buru-buru memperingati, sebelum nona mudanya ini lupa waktu dan bertindak seenaknya sendiri.
"Benar juga, aku hampir lupa hahaha." Emma menertawakan kebodohannya sendiri. "Aku akan mengantarnya pada Ron dulu. Ayo Al."
Setelah sampai di dalam rumah. Emma dan Aldrich langsung disambut oleh seorang pria paruh baya. Rambut putihnya sudah mendominasi seluruh kepala, terdapat keriput di beberapa bagian wajahnya, tak lupa kacamata minus tebal bertengger di hidungnya.
Pria paruh baya itu terkejut melihat Emma yang tiba-tiba pulang dengan membawa seorang anak.
"Nona, siapa anak ini?" Tanya pria paruh baya tadi sambil melihat Aldrich.
"Ah begini Ron, aku harus cepat-cepat pergi untuk rapat, jadi ku jelaskan singkat saja ya. Namanya Aldrich, dia anak jalanan, tapi bagiku dia malaikat, jadi tolong layani dia dengan baik. Tadi katanya Al juga mau mandi. Jadi tolong siapkan kamar mandi di kamar tamu ya."
Meskipun bingung, kepala pelayan yang bernama Ron tadi tetap mengangguk mendengar perintah yang diberikan.
"Al, kakak pergi dulu ya. Nanti setelah rapat, kakak akan cepat-cepat pulang." Emma mengusap kepala Aldrich dengan lembut kemudian berjalan keluar rumah sambil melambaikan tangannya.
Ron menatap Aldrich bingung. Ia tidak tahu bagaimana cara memanggil anak ini. Katanya anak jalanan tapi seperti malaikat bagi nona besarnya. Jadi, apakah harus dipanggil tuan? Atau tuan muda? Atau pakai namanya saja?
"Halo kakek, panggil saja aku Aldrich." Aldrich tersenyum dengan ramah kearah Ron.
Tunggu... Kakek? Ya ampun dia mirip cucuku yang ada di desa.
Ron ikut tersenyum kemudian mengusap kepala Aldrich. "Nak Aldrich mau mandi kan? Ayo sebelah sini ikut kakek."
"Baik kek."
Ron memanggil beberapa asisten rumah tangga dan menyuruh mereka untuk menyiapkan kamar mandi dan juga baju bagi Aldrich. Tentu saja Ron memerintahkan mereka untuk membawa baju dengan merk terkenal. Meskipun sempat ditolak Aldrich, tapi Ron berhasil membujuknya.
"Nah sekarang semuanya sudah siap. Kamu bisa mandi sekarang."
"Terimakasih kek." Aldrich akhirnya masuk ke dalam kamar tamu."
Anak ini tidak canggung sedikitpun. Seperti nona Emma waktu pertama kali kemari. Saat itu dia malah merasa sangat senang dan berlarian kesana kemari. Ya ampun ternyata aku sudah setua itu.
Di dalam kamar mandi.
Aldrich menatap sekeliling kamar mandi. Ia pikir orang kaya selalu menyimpan sesuatu di dalam kamar mandi seperti koran atau majalah, sebagai penghilang rasa bosan ketika buang air besar mungkin? Tapi tidak ada apapun disini.
Akhirnya Aldrich memutuskan untuk mandi secepat mungkin, kemudian berganti baju. Jujur saja ia sangat menyukai bau sabun dan air hangat yang disediakan. Hampir saja ia terlena dan tidak ingin meninggalkan kamar mandi. Tapi misinya kemari hanya untuk mencari informasi tentang ayahnya.
Setelah keluar dari kamar mandi, Aldrich berjalan menyusuri kamar. Lagi-lagi tidak ada koran ataupun majalah disana. Memangnya tamu tidak diberi hiburan?
Meskipun tidak menemukan apa-apa, Aldrich tetap tidak menyerah. Ia mencoba mencari dibawah kasur dan di lemari. Apakah tingkahnya ini mirip pencuri? Tapi ia hanya ingin koran atau majalah, apapun itu asal membahas tentang Ceo. Lagipula kesempatannya hanya ini. Ia tidak akan datang ke rumah ini lagi suatu saat nanti.
Tok! Tok!
Saat pintu diketuk, Aldrich buru-buru menghentikan kegiatannya dan bersikap biasa saja.
"Sudah selesai?" Tanya Ron dengan nada lembut.
"Ya kakek."
Apakah aku bisa meminta langsung pada kakek untuk dibawakan koran edisi terbaru? Seharusnya tidak masalah kalau cuma koran kan? Harganya tidak akan terlalu mahal sampai membuatnya bangkrut.
Aldrich hendak mengatakan maksudnya tapi itu segera terhenti.
Tunggu... Anak-anak kan seharusnya tidak membaca koran. Mereka lebih suka membaca buku dongeng.
Hanya ibu yang tahu kalau aku ini memiliki kepintaran yang luar biasa. Haruskah aku menunjukkannya juga pada mereka? Tidak, kata ibu bisa saja aku bertemu orang jahat yang hanya ingin memanfaatkan kepintaranku.
"Kenapa nak?" Tanya Ron heran, karena sebelumnya Aldrich seperti hendak mengatakan sesuatu.
"Ah tidak kek. Tidak jadi hehe." Aldrich tertawa dengan canggung.
Aku harus bersikap layaknya anak usia 10 tahun, seperti kata ibu. Sampai saat aku bertemu dengan ayahku, barulah aku menunjukkan kepintaranku dan membuat ayah bangga.
"Apa kamu suka membaca? Mau ke perpustakaan? Kakek tidak tahu apa yang disukai oleh anak seusiamu."
Itu dia! Perpustakaan! Aku bisa pura-pura mengambil buku dongeng dan diam-diam mencari informasi tentang Ceo.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Metana
nginep aja selamanya disitu dek. Angkat langsung jadi anakmu kak Emma. Tapi Wayne nih suka deh, suka pengen dijahili/Chuckle/
2025-02-05
1
Metana
akh Love banyak untuk kakek
2025-02-05
1
Metana
sabar ya wayne
2025-02-05
1