Love Me, My CEO
Tidak banyak orang yang tahu, bahwa di atas langit terdapat sebuah kerajaan. Hampir 30 persen penghuni kerajaan itu turun ke bumi dan memutuskan untuk berubah menjadi manusia. Tidak jarang juga mereka menemukan cinta sejati di bumi, atau kebalikannya.
Begitu banyak kabar yang beredar tentang bumi beserta isinya, hal ini jugalah yang memicu seorang putri duyung cantik ingin turun ke bumi.
Sirene namanya, dia adalah penghuni Kerajaan Awan yang tinggal di Pantai Duyung dekat Lembah Pelangi di kerajaan tersebut.
Saat itu, Sirene sedang duduk di atas batu karang besar sambil memainkan rambut panjangnya yang berwarna biru. Matanya menatap kosong ke lautan yang berada di bawahnya. “Oh, Sedna, aku ingin sekali turun ke bawah sana,” kata Sirene.
“Apa kau teringat cinta pertamamu itu lagi?” tanya Sedna, teman Sirene sesama putri duyung dengan rambut serta penutup tubuh merah menyala seperti api.
Sirene mengangguk. “Setiap hari dan aku belum dapat melupakannya selama 10 tahun. Menurutmu, apakah dia juga mengingatku?” Sirene meminta pendapat Sedna.
Sedna memberengutkan bibirnya, ia tak yakin. “Entahlah. Manusia itu cepat sekali berubah dan mereka tidak dapat di tebak. Lihat saja Raja Matt sebelum ia menjadi raja seperti sekarang, bagaimana Ratu Lea memperjuangkannya sampai ke Lembah Kematian,” ucapnya.
“Semoga saja dia tidak berubah. Aku ingin sekali bertemu dengannya walau pun nantinya aku harus mati tapi paling tidak aku sudah melihat wajahnya,” kata Sirene bersikeras.
10 tahun yang lalu,
Saat itu Sirene bersama Sedna dan Meltem sedang berada di salah satu lautan luas di bumi. Karena hari itu matahari belum menunjukkan kepongahannya dan para duyung itu asik berenang serta bermain di temani cahaya bulan yang hampir memudar.
Sewaktu matahari mulai muncul di ufuk timur, Meltem mengajak Sirene dan Sedna untuk kembali lagi ke langit. Namun, Sirene melihat suara seorang manusia berteriak meminta tolong. Ia pun segera mencari suara tersebut, akan tetapi Meltem mencegahnya. “Sirene, kita tidak bisa menolongnya. Matahari sudah muncul, nanti para manusia itu akan mengetahui keberadaan kita. Lekas kembali, Sirene!” perintah Meltem saat itu.
Namun, Sirene mengindahkan perintah Meltem. “Aku hanya akan melihatnya saja, tidak akan lama. Tunggu aku disana,” kata Sirene.
Kemudian, ia mendekati sumber suara minta tolong tersebut. Tampaklah tangan manusia itu yang terangkat dan menggapai-gapai menunggu seseorang mengulurkan tangan untuk membantunya.
“Tolong! Tolong!” seru manusia itu. Kepalanya timbul tenggelam di permukaan laut dan ia terus berteriak minta tolong.
Sirene sudah sangat dekat dengannya, tapi ia ragu untuk mendekat. Masih ia dengar teriakan Meltem yang memperingatkannya untuk segera kembali. Namun, begitu ia melihat manusia itu perlahan tenggelam, Sirene dengan cepat menyelam ke dalam air dan menarik tangan manusia malang itu, kemudian membawanya ke tepian.
“Hiduplah, kumohon, hiduplah," pinta Sirene penuh harap. Ia menangkupkan kedua tangannya di atas tubuh manusia itu dengan harapan sesuatu yang ajaib akan menyelematkan manusia itu.
Sedna dan Meltem mendekati Sirene, dengan ekor mereka tetap berada di air. "Apakah dia mati?" tanya Sedna.
Meltem menggelengkan kepalanya. "Dia tidak akan mati karena belum saatnya ia mati," ucap Meltem.
"Sirene, tinggalkan saja dia! Aku mendengar dari kejauhan, keluarganya sedang mencari manusia itu! Ayolah! Sebentar lagi para nelayan juga akan kembali! Sirene! Bergegaslah!" titah Meltem.
Namun, Sirene masih be usaha menyadarkan manusia itu.
"Uhuk! Uhuk!" manusia itu tiba-tiba terbatuk dan mendudukan posisinya.
Meltem dan Sedna segera menyelam ke dalam air, akan tetapi tidak dengan Sirene.
Manusia itu menyadari keberadaan Sirene disana, ia mengerjapkan matanya dan menatap Sirene lekat-lekat. "Apakah kamu yang menyelamatkanku?" tanya manusia itu.
Sirene terkesima melihat betapa tampannya manusia itu. Ia bermata hitam legam, tatapannya tajam dan senyumannya pun menawan.
Tepat saat Sirene menganggukan kepala untuk menjawab pertanyaan manusia tampan itu, tiba-tiba saja manusia itu berteriak histeris. Ia berdiri, wajahnya ketakutan dan dengan jarinya ia menunjuk Sirene gemetar. "Aaarrgghhh! Monster! Kamu monster! Kamu pasti ingin memakanku, ya kan? Pergi kamu! Pergilah dariku!"
Sirene beranjak berdiri, akan tetapi betapa terkejutnya ia begitu ia melihat kakinya sudah berubah kembali menjadi ekor ikan yang panjang. "Aku tidak menjahatimu, percayalah," ucap Sirene.
Manusia itu sudah terlalu takut dan berteriak-teriak "Ada monster! Ada monster yang ingin memakanku!" seru manusia tampan itu, seolah kehabisan angin, tubuh pria itu merosot ke bawah dan tak sadarkan diri.
Sirene dapat mendengar keluarga dari manusia itu memanggil namanya. "...den! ...den!"
Meltem mengibaskan tangannya dan menarik Sirene kembali ke lautan.
***
Sirene menghela nafasnya, jika ia mengingat kembali memori itu, gemas sekali rasanya. Apa yang terjadi seandainya Meltem tidak menariknya ke lautan? pikir Sirene.
"Aah, aku ingin! Apapun yang terjadi, aku akan tetap turun ke bumi!" ucap Sirene semakin bertekad.
"Apakah kamu tau, jika duyung seperti kita tinggal di bumi, kekuatan kita akan lenyap dan mati," sahut Sedna memperingatkan.
Di Kerajaan Awan terkenal dengan mitos tentang para duyung. Terutama yang mengatakan bahwa setiap duyung yang turun ke bumi atau menetap disana, kekuatannya akan hilang dan mereka akan mati.
Sirene teringat kembali tentang mitos tua itu. Karena takut akan mitos tersebut, sampai sekarang belum ada duyung yang turun ke bumi. Tidak ada yang berani lebih tepatnya.
"Kecuali, kamu mendapatkan ciuman dari cinta sejatimu," Meltem tiba-tiba muncul ke permukaan dan bergabung bersama mereka.
Sirene dan Sedna serentak menoleh melihat Meltem. "Bagaimana maksudmu?" tanya Sirene.
Meltem mengibaskan ekornya dan memecah air di bawah mereka. Ia mengangguk dengan anggun. "Hmm, kalau kamu bisa mendapatkan ciuman dari cinta sejatimu. Cinta sejati itu tidak mudah di temukan, kamu harus berjuang untuk mendapatkan cinta sejati," jawab Meltem santai. Wajahnya di dongakkan menantang teriknya matahari.
Setelah mendengar penjelasan Meltem, Sirene pun termenung. Malam itu ia gelisah dalam tidurnya. Sirene kembali naik ke permukaan dan berenang hingga ke ujung lautan yang membatasi antara bumi dengan langit.
Lama ia memandangi batas itu, sampai menjelang pagi ia kembali berenang menuju ke tepian. Ia memanggil kedua temannya dengan ceria. "Sedna! Meltem! Bangunlah dan dengarkan aku," ujar Sirene.
"Aku masih mengantuk, Sirene. Ada apa?" tanya Sedna sambil menguap.
"Aku akan turun ke bumi hari ini," jawab Sirene. Manik biru lautnya berkilauan karena senang akan keputusan yang telah di ambilnya.
Meltem berenang mendekatinya. "Kamu akan mati, Sirene," kata Meltem memperingatkan.
"Semoga saja tidak. Aku akan segera mencari Lea supaya ia mau membantuku menemukan cinta pertamaku. Mungkin saja dia akan menjadi cinta sejatiku, kan?" tanya Sirene penuh harap.
"Ya, semoga saja, Sirene," sahut Sedna dan Meltem.
Mereka berdua mengantar Sirene hingga tepi pantai yang berada di bumi. Mereka melambaikan tangan kepada Sirene dari tepi pantai, karena begitu pinggang Sirene menyentuh daratan, maka seluruh bagian ekornya akan berubah menjadi sepasang kaki.
Sirene mulai menapaki daratan dan berjalan perlahan. Semakin ia menjauh dari air, tenaganya semakin berkurang. Sirene merasa lemas, ia mulai berjalan sempoyongan dan terhuyung-huyung.
Bruk!
Kekuatan Sirene semakin menghilang dan ia terjatuh. Seorang pria mendatanginya dan menepuk-nepuk pipi Sirene untuk menyadarkannya. Namun, kesadaran Sirene semakin menjauh dan kegelapan segera menghampirinya.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
𝓐𝔂⃝❥Ŝŵȅȩtŷ⍲᱅Đĕℝëe
Semoga Sirine ngga apa-apa.
Hai kaka Olive maaf baru hadir kaka 🙏
2022-12-12
0
EL Banjarii
tanda elipsisnya diperbaiki kak
2022-12-11
0
Mayya_zha
keren tulisan rapi dan bagus.....
2022-12-11
1