NovelToon NovelToon

Love Me, My CEO

Mitos Yang Menjadi Nyata

Tidak banyak orang yang tahu, bahwa di atas langit terdapat sebuah kerajaan. Hampir 30 persen penghuni kerajaan itu turun ke bumi dan memutuskan untuk berubah menjadi manusia. Tidak jarang juga mereka menemukan cinta sejati di bumi, atau kebalikannya.

Begitu banyak kabar yang beredar tentang bumi beserta isinya, hal ini jugalah yang memicu seorang putri duyung cantik ingin turun ke bumi.

Sirene namanya, dia adalah penghuni Kerajaan Awan yang tinggal di Pantai Duyung dekat Lembah Pelangi di kerajaan tersebut.

Saat itu, Sirene sedang duduk di atas batu karang besar sambil memainkan rambut panjangnya yang berwarna biru. Matanya menatap kosong ke lautan yang berada di bawahnya. “Oh, Sedna, aku ingin sekali turun ke bawah sana,” kata Sirene.

“Apa kau teringat cinta pertamamu itu lagi?” tanya Sedna, teman Sirene sesama putri duyung dengan rambut serta penutup tubuh merah menyala seperti api.

Sirene mengangguk. “Setiap hari dan aku belum dapat melupakannya selama 10 tahun. Menurutmu, apakah dia juga mengingatku?” Sirene meminta pendapat Sedna.

Sedna memberengutkan bibirnya, ia tak yakin. “Entahlah. Manusia itu cepat sekali berubah dan mereka tidak dapat di tebak. Lihat saja Raja Matt sebelum ia menjadi raja seperti sekarang, bagaimana Ratu Lea memperjuangkannya sampai ke Lembah Kematian,” ucapnya.

“Semoga saja dia tidak berubah. Aku ingin sekali bertemu dengannya walau pun nantinya aku harus mati tapi paling tidak aku sudah melihat wajahnya,” kata Sirene bersikeras.

10 tahun yang lalu,

Saat itu Sirene bersama Sedna dan Meltem sedang berada di salah satu lautan luas di bumi. Karena hari itu matahari belum menunjukkan kepongahannya dan para duyung itu asik berenang serta bermain di temani cahaya bulan yang hampir memudar.

Sewaktu matahari mulai muncul di ufuk timur, Meltem mengajak Sirene dan Sedna untuk kembali lagi ke langit. Namun, Sirene melihat suara seorang manusia berteriak meminta tolong. Ia pun segera mencari suara tersebut, akan tetapi Meltem mencegahnya. “Sirene, kita tidak bisa menolongnya. Matahari sudah muncul, nanti para manusia itu akan mengetahui keberadaan kita. Lekas kembali, Sirene!” perintah Meltem saat itu.

Namun, Sirene mengindahkan perintah Meltem. “Aku hanya akan melihatnya saja, tidak akan lama. Tunggu aku disana,” kata Sirene.

Kemudian, ia mendekati sumber suara minta tolong tersebut. Tampaklah tangan manusia itu yang terangkat dan menggapai-gapai menunggu seseorang mengulurkan tangan untuk membantunya.

“Tolong! Tolong!” seru manusia itu. Kepalanya timbul tenggelam di permukaan laut dan ia terus berteriak minta tolong.

Sirene sudah sangat dekat dengannya, tapi ia ragu untuk mendekat. Masih ia dengar teriakan Meltem yang memperingatkannya untuk segera kembali. Namun, begitu ia melihat manusia itu perlahan tenggelam, Sirene dengan cepat menyelam ke dalam air dan menarik tangan manusia malang itu, kemudian membawanya ke tepian.

“Hiduplah, kumohon, hiduplah," pinta Sirene penuh harap. Ia menangkupkan kedua tangannya di atas tubuh manusia itu dengan harapan sesuatu yang ajaib akan menyelematkan manusia itu.

Sedna dan Meltem mendekati Sirene, dengan ekor mereka tetap berada di air. "Apakah dia mati?" tanya Sedna.

Meltem menggelengkan kepalanya. "Dia tidak akan mati karena belum saatnya ia mati," ucap Meltem.

"Sirene, tinggalkan saja dia! Aku mendengar dari kejauhan, keluarganya sedang mencari manusia itu! Ayolah! Sebentar lagi para nelayan juga akan kembali! Sirene! Bergegaslah!" titah Meltem.

Namun, Sirene masih be usaha menyadarkan manusia itu.

"Uhuk! Uhuk!" manusia itu tiba-tiba terbatuk dan mendudukan posisinya.

Meltem dan Sedna segera menyelam ke dalam air, akan tetapi tidak dengan Sirene.

Manusia itu menyadari keberadaan Sirene disana, ia mengerjapkan matanya dan menatap Sirene lekat-lekat. "Apakah kamu yang menyelamatkanku?" tanya manusia itu.

Sirene terkesima melihat betapa tampannya manusia itu. Ia bermata hitam legam, tatapannya tajam dan senyumannya pun menawan.

Tepat saat Sirene menganggukan kepala untuk menjawab pertanyaan manusia tampan itu, tiba-tiba saja manusia itu berteriak histeris. Ia berdiri, wajahnya ketakutan dan dengan jarinya ia menunjuk Sirene gemetar. "Aaarrgghhh! Monster! Kamu monster! Kamu pasti ingin memakanku, ya kan? Pergi kamu! Pergilah dariku!"

Sirene beranjak berdiri, akan tetapi betapa terkejutnya ia begitu ia melihat kakinya sudah berubah kembali menjadi ekor ikan yang panjang. "Aku tidak menjahatimu, percayalah," ucap Sirene.

Manusia itu sudah terlalu takut dan berteriak-teriak "Ada monster! Ada monster yang ingin memakanku!" seru manusia tampan itu, seolah kehabisan angin, tubuh pria itu merosot ke bawah dan tak sadarkan diri.

Sirene dapat mendengar keluarga dari manusia itu memanggil namanya. "...den! ...den!"

Meltem mengibaskan tangannya dan menarik Sirene kembali ke lautan.

***

Sirene menghela nafasnya, jika ia mengingat kembali memori itu, gemas sekali rasanya. Apa yang terjadi seandainya Meltem tidak menariknya ke lautan? pikir Sirene.

"Aah, aku ingin! Apapun yang terjadi, aku akan tetap turun ke bumi!" ucap Sirene semakin bertekad.

"Apakah kamu tau, jika duyung seperti kita tinggal di bumi, kekuatan kita akan lenyap dan mati," sahut Sedna memperingatkan.

Di Kerajaan Awan terkenal dengan mitos tentang para duyung. Terutama yang mengatakan bahwa setiap duyung yang turun ke bumi atau menetap disana, kekuatannya akan hilang dan mereka akan mati.

Sirene teringat kembali tentang mitos tua itu. Karena takut akan mitos tersebut, sampai sekarang belum ada duyung yang turun ke bumi. Tidak ada yang berani lebih tepatnya.

"Kecuali, kamu mendapatkan ciuman dari cinta sejatimu," Meltem tiba-tiba muncul ke permukaan dan bergabung bersama mereka.

Sirene dan Sedna serentak menoleh melihat Meltem. "Bagaimana maksudmu?" tanya Sirene.

Meltem mengibaskan ekornya dan memecah air di bawah mereka. Ia mengangguk dengan anggun. "Hmm, kalau kamu bisa mendapatkan ciuman dari cinta sejatimu. Cinta sejati itu tidak mudah di temukan, kamu harus berjuang untuk mendapatkan cinta sejati," jawab Meltem santai. Wajahnya di dongakkan menantang teriknya matahari.

Setelah mendengar penjelasan Meltem, Sirene pun termenung. Malam itu ia gelisah dalam tidurnya. Sirene kembali naik ke permukaan dan berenang hingga ke ujung lautan yang membatasi antara bumi dengan langit.

Lama ia memandangi batas itu, sampai menjelang pagi ia kembali berenang menuju ke tepian. Ia memanggil kedua temannya dengan ceria. "Sedna! Meltem! Bangunlah dan dengarkan aku," ujar Sirene.

"Aku masih mengantuk, Sirene. Ada apa?" tanya Sedna sambil menguap.

"Aku akan turun ke bumi hari ini," jawab Sirene. Manik biru lautnya berkilauan karena senang akan keputusan yang telah di ambilnya.

Meltem berenang mendekatinya. "Kamu akan mati, Sirene," kata Meltem memperingatkan.

"Semoga saja tidak. Aku akan segera mencari Lea supaya ia mau membantuku menemukan cinta pertamaku. Mungkin saja dia akan menjadi cinta sejatiku, kan?" tanya Sirene penuh harap.

"Ya, semoga saja, Sirene," sahut Sedna dan Meltem.

Mereka berdua mengantar Sirene hingga tepi pantai yang berada di bumi. Mereka melambaikan tangan kepada Sirene dari tepi pantai, karena begitu pinggang Sirene menyentuh daratan, maka seluruh bagian ekornya akan berubah menjadi sepasang kaki.

Sirene mulai menapaki daratan dan berjalan perlahan. Semakin ia menjauh dari air, tenaganya semakin berkurang. Sirene merasa lemas, ia mulai berjalan sempoyongan dan terhuyung-huyung.

Bruk!

Kekuatan Sirene semakin menghilang dan ia terjatuh. Seorang pria mendatanginya dan menepuk-nepuk pipi Sirene untuk menyadarkannya. Namun, kesadaran Sirene semakin menjauh dan kegelapan segera menghampirinya.

...----------------...

Oh, Hai!

Aiden Sebastian seorang CEO dari perusahaan trading yang cukup terkenal. Saat ini ia sedang menemani teman-temannya bermain di pantai.

"Hei, Aiden! Bergabunglah bersama kami," ajak salah seorang temannya.

Aiden menggelengkan kepala. "Aku tidak tertarik," jawab Aiden.

Bukan tanpa alasan seorang Aiden membenci laut atau pantai. Trauma masa lalunya yang mengerikan terkadang masih menjadi mimpi buruk untuknya.

Entah makhluk apa yang ingin memakannya saat itu, yang ia ingat makhluk itu berwajah aneh tapi sangat cantik akan tetapi ia mempunyai ekor yang panjang, besar dan menyeramkan.

Jika Aiden teringat makhluk itu, tubuhnya akan bereaksi dengan hebat. Bulu kuduknya berdiri dan ia merasa makhluk itu terus mengikutinya.

10 tahun yang lalu,

Hari itu sebelum matahari muncul, Aiden sedang berlari kecil di pinggir pantai. Sejak kecil, Aiden memang senang sekali bermain di pantai walaupun ia tidak bisa berenang.

Pagi itu sambil bersenandung kecil, ia berdiri di tepi pantai dan melakukan peregangan. Setelah itu Aiden kembali berlari. Ia menghirup dalam-dalam udara pantai yang masih sangat sepi itu. Hanya ada beberapa kapal yang terlihat sangat kecil di ujung sana.

Setelah lelah berlari, Aiden duduk di atas batu-batu karang yang berjajar di tepi pantai sebagai pemecah ombak. Ia menikmati waktu berkualitasnya seorang diri.

Tak lama, ia memberanikan diri untuk menurunkan kakinya ke air. Aiden senang sekali begitu kakinya masuk ke dalam air lebih dalam. Ia berjalan lagi lebih ke tengah pantai, dan ia masih dapat berdiri stabil ketika ombak menerpa tubuhnya. Ia berjalan, dan terus berjalan. Kali ini sampai ke tengah pantai.

Namun, ia tidak mengira akan ada ombak besar yang datang. Ombak itu datang bergulung-gulung dan karena Aiden berada di tengah pantai, ia tidak mempunyai apa pun untuk menahan dirinya supaya tidak terjatuh.

Byur!

Begitu ombak besar menerpa Aiden, Aiden kehilangan keseimbangan dan ia pun terjatuh ke dalam air. Dengan cepat, arus pantai menyeretnya lebih ke tengah.

"Tolong! Tolong!" ia melambai-lambaikan tangannya meminta tolong. Berharap ada kapal laut atau perahu layar yang lewat atau ada seseorang yang melihatnya.

"To-, tolong! Tolong! Tolong aku!" Aiden terus berteriak dan tak berhenti mengharapkan pertolongan.

'Aku tidak boleh mati! Aku tidak mau mati! Aku masih mau hidup!' begitu pikirnya dalam hati. Dengan pikiran seperti itu, rasa lelah dan nyeri di kakinya tak ia hiraukan dan Aiden pun berusaha menggerakkan kedua tangannya, berusaha untuk berenang ke tepian. Namun, ia justru terseret semakin jauh.

"Tolong! Tolong!" teriak Aiden lagi. Ia mulai putus asa. Di tengah keputusasaannya, ia melihat seseorang sedang berenang juga tak jauh dari tempat ia berada.

Aiden berteriak ke arahnya, "Hei! Tolong! Tolong aku!" seru Aiden.

Beruntunglah Aiden, orang itu menoleh ke arah Aiden dan berenang menghampirinya. Aiden tersenyum senang. Namun, karena rasa nyeri di kakinya tak tertahankan, ia pun tak sadarkan diri dan tenggelam ke dalam air.

Yang ia ingat, seseorang itu menariknya dan membawa Aiden ke tepi pantai. Setelah itu ia tidak tau apa yang terjadi. Ia hanya tau, begitu ia sadar ada seorang wanita cantik yang wajahnya sangat dekat dengan wajah Aiden.

Namun, begitu wanita itu menjauh, entah bagaimana kakinya berubah menjadi ekor ikan yang panjang dan menyeramkan. Itulah ingatan menyeramkan yang terus menghantui Aiden seumur hidup.

***

Kalau ia mengingat kejadian itu, rasa-rasanya seperti mimpi buruk yang akan terus terulang. Maka ia berusaha menjauhi pantai dan melupakan kejadian masa remajanya yang membuat Aiden trauma.

Ketika matahari sudah tinggi, teman-teman Aiden mengajak Aiden untuk kembali ke hotel tapi Aiden meminta mereka untuk kembali lebih dulu, entah apa yang menahannya untuk tetap tinggal disana.

"Kalian duluan saja, kabari aku kalau Matt sudah datang. Aku ingin disini sebentar lagi," ucap Aiden.

Aiden berjalan menyusuri pantai, kakinya ia biarkan basah dan tersapu ombak. Ia menikmati angin pantai dengan tenang.

Saat ia melihat kejauhan, nampak seorang wanita berjalan dengan terhuyung-huyung seperti hampir jatuh. Aiden kembali memincingkan matanya untuk melihat lebih jelas.

"Kenapa ia berjalan seperti itu?" tanya Aiden bermonolog. Ia meletakkan tangannya di atas kening untuk memperjelas apa yang ia lihat.

Ya, sosok itu adalah seorang wanita yang terseok-seok karena menahan supaya tubuhnya tidak jatuh dan terhempas ke tengah laut.

Entah apa yang mendorongnya, Aiden segera berlari menghampiri wanita itu. Namun, ia terlambat, wanita yang tampak sudah sangat lemas itu, jatuh dan terkulai di atas pasir.

Bruk!

"Hei! Hei!" seru Aiden. Aiden pun dengan cepat menggendong wanita itu dan berlari menuju hotel tempat ia menginap.

Ia membaringkan wanita itu di atas ranjangnya dan menepuk pipi wanita itu. "Sialan! Tubuhnya sudah dingin! Hei, bangunlah! Jangan mati disini!" tukas Aiden panik.

Ia berusaha untuk tenang, ia mengatur pemanas ruangan supaya suhu tubuh wanita itu meningkat. Ia juga mengambil handuk kecil dan mengompres kening wanita itu.

Aiden mengambil pergelangan tangan wanita berwajah cantik itu dan meraba denyut nadinya. "Hmmm, kenapa tidak ada?" Aiden kembali bermonolog.

Tak hilang akal, Aiden menempelkan telinganya ke dada wanita itu untuk mendengarkan detak jantungnya.

Loop! Doop! Loop! Doop!

"Lemah sekali. Haruskah kupanggilkan dokter?" tanya Aiden kepada dirinya sendiri. Ia menunggu suhu ruangan itu menghangat.

Aiden mengecek suhu ruangan, dan ia sudah merasakan kepanasan. Aiden juga mengecek suhu tubuh wanita itu. "Kenapa masih dingin? Hei, sadarlah!" ucap Aiden.

Aiden mengambil ponselnya dan menghubungi dokter pribadinya. Ia meminta dokter itu untuk segera datang ke hotel tempat ia menginap.

Sambil menunggu, Aiden menghubungi Matt untuk meminta rapat hari itu di mundurkan karena ada hal mendadak yang harus ia lakukan.

"Oh, kamu bertemu dengan wanita?" goda Matt dalam pesan.

"Tidak seperti itu. Hanya saja aku tidak bisa meninggalkan ia sendirian disini. Aku takut ia mati," balas Aiden.

"Baiklah, aku juga baru akan jalan. Selama yang lain sudah siap aku akan memulai rapat tanpamu begitu sampai sana. Jaga wanita itu mungkin saja dia jodohmu," kata Matt lagi memberikan emoticon senyum pada pesannya.

"Aku tidak memikirkan jodoh. Cepatlah datang dan terima kasih karena mau mengerti aku," Aiden membalas pesan Matt lagi.

Matt membalasnya dengan emoticon ibu jari pada pesannya.

Setelah berbalas pesan dengan Matt, Aiden meletakkan kembali ponselnya di atas meja lampu. Ia memandangi wanita itu.

Kepala wanita itu mulai bergerak ke kiri dan kanan. Tubuhnya sudah mengeluarkan peluh. "Kamu sudah mulai sadar, yah?" tanya Aiden.

Tangan wanita itu menggapai-gapai, dan mulutnya berusaha mengucapkan sesuatu. "A-, air...." ucap wanita berwajah pucat itu.

"Kamu haus? Baiklah, akan aku ambilkan," kata Aiden. Ia beranjak dari ranjang dan segera menuangkan air hangat ke dalam gelas.

Setelah itu, Aiden kembali lagi ke ranjang dan membantu wanita itu untuk minum dengan menggunakan sedotan.

Namun, wanita itu tidak melakukan apa pun pada sedotannya. Dia terus mengucap air.

Aiden tidak paham apa maksud wanita itu. "Apa kamu bisa membuka matamu? Supaya aku tau apa yang harus aku lakukan," tanya Aiden, wajahnya di penuhi tanda tanya.

Wanita itu berusaha membuka matanya, dia paham permintaan Aiden.

Mata biru laut wanita itu akhirnya terbuka, ia menatap mata Aiden dan terus memandanginya.

Seakan terhipnotis, Aiden tidak dapat bergerak. Jantungnya berdetak dengan cepat seperti mau meledak. Mata itu! Ia pernah melihatnya tapi ia lupa dimana ia pernah melihat itu.

"Tolong aku. Aku butuh air," kata wanita itu.

Aiden menelan salivanya kasar dan tersadar bahwa wanita itu meminta air. Dengan tangan gemetar, Aiden memberikan gelas yang tadi untuk wanita bermata biru itu.

Wanita itu menggeleng. "Air. Aku butuh air,"

"Ini air. Minumlah," jawab Aiden yang akhirnya sanggup bersuara.

Wanita itu kembali menggeleng dan tiba-tiba saja ia mengerang kesakitan. Betapa terkejutnya Aiden, begitu melihat pinggang wanita itu bersisik hijau kebiruan dan kaki mulusnya berubah menjadi ekor ikan yang pernah ia lihat sebelumnya.

"Kau!" Aiden mengacungkan jari telunjuknya ke arah wanita itu dengan gemetar. Ia pun perlahan menjauh.

"Ha-, hai," sapa wanita itu tersenyum kecil sambil mengibaskan ekor panjangnya.

...----------------...

Perkenalan Yang Mengikat

"Hei, jangan takut. Tapi sebelum itu, bisakah aku meminjam bak mandimu? Aku perlu untuk merendam, kau tau?" ucap Sirene sambil menunujuk ekornya yang terus berkepak-kepak di atas ranjang.

Aiden terpana menatap wanita itu. Ia terus memandangnya dengan takjub sekaligus takut. "Se-, sebelum itu. Apakah kamu monster ikan yang menyelamatkanku 10 tahun yang lalu?" tanya Aiden, perlahan ia mendekati wanita itu.

Wanita itu menelengkan kepalanya, menatap Aiden lebih jelas. "Apakah kamu yang saat itu tenggelam?" tanya ikan duyung itu.

Aiden mengangguk lemah. "Apakah kamu punya nama? Kenapa kamu bisa berjalan dan berubah lagi? Kenapa kamu jatuh tadi? Apa yang terjadi? Siapa kamu?" Aiden membanjiri wanita duyung itu dengan pertanyaan.

"Namaku Sirene. Aku seekor duyung yang tinggal di Kerajaan Awan yang berada di atas langit. Setiap pagi kami selalu turun ke bumi untuk bermain, tapi aku ingin tinggal disini untuk bertemu denganmu," jawab Sirene.

Aiden menunjuk dirinya sendiri. "Aku? Kenapa aku?" tanya Aiden.

"Aku jatuh cinta padamu saat aku menarikmu dari dasar laut sepuluh tahun yang lalu," jawab Sirene tersipu.

Aiden menggerak-gerakkan tangannya. "Tidak! Kamu tidak boleh jatuh cinta kepadaku! Kita berbeda, kita sangat berbeda! Apalagi, aku takut kepadamu. Kamu terlalu mengerikan!" seru Aiden.

Sirene hanya tersenyum. "Aku harus membuatmu jatuh cinta kepadaku. Oh iya, sebelum itu, bolehkan aku pinjam bak mandimu?" tanya Sirene lembut.

'Apa-apaan ikan ini! Kenapa aku harus jatuh cinta kepadanya?' pikir Aiden dalam hati.

"Silahkan," jawab Aiden.

Sirene kembali tersenyum. "Aku membutuhkan bantuanmu untuk sampai ke bak mandi. Tidak mungkin, kan aku bisa berjalan dengan ekorku?" kata Sirene.

"Maksudmu, aku harus menggendongmu sampai bak mandi?" Aiden kembali bertanya.

Sirene menganggukkan kepalanya. "Hanya itu satu-satunya cara supaya ekorku berubah lagi menjadi kaki," jawab Sirene.

Dengan langkah berat, Aiden mendekati Sirene dan mengangkat tubuhnya. "Errgghh! Kamu berat sekali," kata Aiden mengeluh.

Sirene mengalungkan lengannya ke leher Aiden dan terus menatapnya. "Terima kasih karena kamu mau menolongku," ucap Sirene.

"Cih! Fokus saja bagaimana merubamu ekor mengerikanmu itu," tukas Aiden berdecih.

Dengan perlahan, Aiden membaringkan tubuh Sirene ke dalam bak mandi.

"Bisakah aku minta garam?" tanya Sirene tersenyum lebar sambil menangkupkan kedua tangannya.

Aiden mengeluh lagi. "Merepotkan saja!" katanya, tapi kemudian ia membawa beberapa bungkus garam dari baki makanan bekas makan malamnya dan memberikannya kepada Sirene.

"Terima kasih," ucap Sirene. Ia menaburkan garam ke dalam bak mandi dan menyiram-nyiramkan air ke ekornya. Tampak sekali ia bahagia karena ekornya terus mengepak-kepak.

"Hei, manusia. Siapa namamu?" tanya Sirene dari dalam bak mandi.

"Aiden," jawab Aiden singkat.

"Oh, Aiden. Nama yang bagus," balas Sirene.

Mereka berdua terdiam, hanya terdengar suara kecipak air dan Sirene yang bersenandung. Suaranya begitu merdu dan membuat siapa pun yang mendengarnya terhanyut.

Tak lama kemudian, Sirene sudah keluar dari kamar mandi. Ekornya sudah berubah menjadi sepasang kaki jenjang yang indah.

"Apakah sudah selesai?" tanya Aiden, begitu ia menoleh ke arah Sirene, ia tak mampu lagi mengalihkan pandangannya. Di mata Aiden, Sirene tak lagi mengerikan. Cantik, hanya satu kata itu yang terus berputar di benak Aiden.

"Maaf merepotkanmu. Aku ingin mencari Ratu Lea. Apa kamu mengenalnya? Ratu Lea tinggal di bumi bersama Raja Matt, tapi aku tidak tau dimana mereka tinggal," tanya Sirene.

"Raja? Maksudmu Matthew Johnson? Dia temanku. Darimana kamu mengenalnya? Untuk apa kamu mencari mereka? Apakah kamu keluarganya?" Aiden kembali menyerang Sirene dengan pertanyaan.

Sirene mengangguk. Dia mengering roti lapis di atas meja, perutnya bergemuruh lapar.

"Kamu lapar?" tanya Aiden yang menangkap pandangan Sirene kepada si roti lapis.

"Bolehkah aku ...?"

"Ambil saja. Aku sudah makan," kata Aiden dan memberikan roti lapis itu kepada Sirene.

Sirene menggigit roti lapis itu dalam satu gigitan besar. "Aku jadi ingin kepiting," gumam Sirene.

"Ah, pertanyaanmu. Ratu Lea adalah pemimpin kami di Kerajaan Awan. Aku ingin menjadi manusia dan menetap di bumi. Hanya Ratu yang tau bagaimana caranya menjadi seorang manusia," jawab Sirene dengan ceria.

"Mengapa kamu ingin menjadi manusia?" tanya Aiden kepada wanita yang sedang asik melahap roti lapis itu.

"Karena aku ingin menemukan cinta sejatiku dan hidup bahagia dengannya," jawab Sirene.

Sirene berharap, Aidenlah yang akan menjadi cinta sejatinya. Walaupun ia belum tau bagaimana membuat Aiden jatuh cinta kepadanya dan mau memberikan ciumannya kepada Sirene.

"Aneh sekali. Lalu, bagaimana kamu akan keluar dari kamar jika kakimu berubah kembali?" tanya Aiden menyangsikan.

Sirene mengangkat kedua bahunya. "Aku juga tidak tau bagaimana. Ada temanku yang mengatakan kalau aku turun ke bumi kekuatanku akan hilang dan perlahan aku akan mati kecuali jika aku berhasil mendapatkan ciuman dari cinta sejatiku," jawab Sirene.

Aiden mendengus. "Mana ada kisah dongeng romantis seperti itu di jaman sekarang. Begini saja, nanti Matt akan datang kesini karena kami ada rapat. Kalau Matt yang kamu maksud sama dengan Matt yang aku kenal, kamu boleh ikut dengannya," kata Aiden.

"Terima kasih, Aiden. Kamu baik, tidak salah aku menyukaimu selama sepuluh tahun," balas Sirene tersenyum.

Desiran aneh yang menyenangkan dirasakan oleh Aiden, tapi rasa itu hilang dalam sekejab kala ia melihat kaki Sirene kembali berubah menjadi ekor ikan.

Plop!

Sirene memandang ekornya dan tersenyum kembali kepada Aiden.

***

Sirene ditinggalkan di bak mandi oleh Aiden karena Aiden harus menghadiri rapat bersama teman-temannya. Aiden juga sudah mengirimkan pesan kepada Matt bahwa ada seekor duyung yang mencarinya.

Maka, Sirene menunggu Matt atau Lea untuk datang menemuinya.

Sementara itu, Matt sudah tiba di gedung serbaguna hotel itu untuk segera memimpim rapat. Ia mengajak Lea bersamanya.

"Kita harus bertemu dengan Aiden dulu untuk mendapatkan kunci kamar," kata Matt.

Lea mengangguk. "Nanti biar aku saja yang menemui duyung itu. Siapa kira-kira duyung itu? Kenapa Aiden tidak menyebutkan namanya?" tanya Lea.

Matt mengangkat bahunya. Mereka sudah melihat Aiden menungggu mereka di depan pintu ruangan serbaguna itu. Aiden mengantarakan mereka ke kamarnya dan memberitahukan bahwa rapat di tunda.

"Kenapa kamu harus menundanya?" tanya Matt bingung.

"Harus, kan? Aku takut jika duyung itu salah menyebut nama. Ada banyak Matt di muka bumi ini," jawab Aiden.

Akhirnya, sampailah mereka di depan kamar Aiden. Aiden membuka kuncinya dan membuka pintu kamar mandi.

Sirene terkejut, dan raut wajahnya segera berubah menjadi ceria kala ia melihat Matt dan Lea.

"Sirene? Sedang apa kamu disana? Keluarlah," ajak Lea, ia membantu Sirene keluar dari bak mandi.

Sirene mengecek kedua kakinya. "Dia akan berubah dalam hitungan menit," kata Sirene sedih.

"Tentu saja. Tempatmu seharusnya di air bukan di darat. Lalu, apa yang kamu lakukan disini?" tanya Lea.

Matt menyerahkan ponselnya kepada Lea. "Bacalah, Rue baru saja mengirimkan ini kepadaku," ucap Matt.

Lea menbaca pesan Rue dengan cepat. "Raja Rue baru saja mengirimkan pesan kalau Ia mengizinkanmu untuk tinggal sementara denganku. Aku tidak tau apa maksudnya ciuman cinta sejati, tapi sebisa mungkin kamu harus menemukannya dengan cepat untuk bertahan di bumi," sahut Lea.

Sirene melirik ke arah Aiden kemudian mengangguk. "Baiklah. Maaf merepotkanmu, Ratu," ucap Sirene.

Lea mengibaskan tangannya. "Tidak masalah. Aku akan pulang bersama Sirene sekarang juga. Kabari aku jika kau sudah selesai rapat," kata Lea kepada Matt dengan cepat.

Rombongan itu pun berjalan terburu-buru untuk menghindari kaki Sirene berubah menjadi ekor ikan kembali. Matt dan Aiden mengantar Lea serta Sirene sampai ke mobil mereka.

Namun, sesuatu yang aneh terjadi, ketika Sirene hendak masuk ke dalam mobil, tubuhnya menolak dan ia tidak dapat masuk ke dalamnya.

"Apa yang terjadi?" tanya Matt.

Lea memperhatikan Sirene, saat ia membuka pintu mobil dan berusaha masuk ke dalamnya.

"Aiden. Dia tidak bisa ikut dengan kami," ucap Lea.

Aiden menatap Lea dengan ngeri. "Apa maksudmu?" tanya Aiden.

"Dia terikat denganmu dan tidak bisa jauh darimu," jawab Lea.

Aiden membulatkan kedua matanya. "Apa!" tukas Aiden.

...----------------...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!