Keputusan Aiden

Aiden dihadapkan pada suatu keputusan penting dalam hidupnya. Ia berjalan mondar-mandir, bolak-balik sambil sesekali mengacak-acak rambutnya dengan kasar.

Raut wajahnya tampak frustasi. Lelah dengan berjalan, ia menghenyakkan dirinya di sebuah kursi malas dan menatap tiga makhkuk yang menurut Aiden tidak boleh ada di dunia ini walaupun wujud mereka seperti manusia, secara bergantian.

Aiden menghela napas panjang begitu melihat ekor biru kehijauan yang menjulur di sofa tamu. Aiden menaikan pandangannya, tak mungkin ekor itu dimiliki oleh gadis berwajah cantik seperti Sirene.

Ia kembali menghela napas, putus asa. "Jadi? Dia harus ikut denganku?" tanya Aiden.

Matt dan Lea mengangguk. Aiden kembali menghembuskan napas panjang. "Kalau dia tidak ikut denganku, aku tidak akan bisa pulang?" Aiden bertanya lagi.

Matt dan Lea kembali mengangguk tanpa bicara. "Oke, katakanlah dia akan pulang bersamaku. Lalu, bagaimana dia akan berpindah tempat mengingat, you know, Matt?" tanya Aiden frustasi menunjuk ekor Sirene.

"Itu bisa kuatur. Atau jika kamu takut, kamu bisa tinggal disini sampai aku menemukan solusi terbaik untuk kalian berdua. Karena tidak mungkin bagi Sirene jika kembali ke Kerajaan Awan. Saat ini dia lemah sekali," ucap Lea.

Aiden mengusap-usap wajahnya dengan kedua tangannya. "Ergh! Sial! Kenapa sih kamu harus turun ke bumi?" tanya Aiden kesal kepada Sirene.

Ekor Sirene mengepak lemah, ia tidak dapat menjawab Aiden.

"Itu hak dia, Aiden! Aku pun dulu kabur ke bumi. Jika kau ada waktu, aku akan mengajakmu ke Kerajaanku, kau akan mati bosan disana. Belum lagi mendengar kabar simpang siur tentang betapa nikmatnya hidup di bumi. Siapa pun akan tergiur mendengarnya," Lea membela Sirene. Ia menceritakan pengalaman pribadinya saat pertama kali ia turun ke bumi hanya untuk mencari uang dan menjadi kaya, padahal dia seorang Putri Kerajaan.

"Oke, oke. Bagaimana cara merawat dia? Aku harus bekerja dan tidak dapat menunggui dia setiap waktu. Dan lagi, aku harus mempertimbangkan segalanya sebelum membawa dia pulang bersamaku," tanya Aiden. Tangannya sudah siap dengan tabletnya.

Membawa Sirene pulang ke rumahnya, menurut Aiden lebih sulit ketimbang membawa pulang kucing atau anjing liar.

"Aku bukan hewan liar, kamu tidak perlu serepot itu mengurusku," jawab Sirene getir.

"Ma-, maksudku ... Baiklah, maafkan aku. Aku hanya khawatir kau mati di tanganku!" tukas Aiden.

Lea tersenyum. "Dia tidak akan mati dalam waktu dekat ini. Hanya saja kondisinya memang lemah dan ia butuh banyak belajar. Bumi adalah tempat asing bagi kami. Fokusku saat ini adalah bagaimana mempertahankan kakinya dalam waktu lama?" tanya Lea sambil memandang ekor Sirene.

"Bisakah kamu menyihirnya, babe?" tanya Matt.

Lea mengangguk. "Aku bisa. Hanya saja itu tidak akan berlangsung lama. Dalam beberapa jam akan berubah kembali menjadi ekor," jawab Lea.

"Aku sama seperti Rue. Aku tidak tau dunia perikanan. Bagaimana kalau kau tinggal disini bersama kami, Aiden?" usul Matt.

Aiden menyilangkan kedua tangannya. "No! Aku tidak mau mengganggu kalian," jawan Aiden tegas. Aiden tau kalau Lea dan Matt sedang menyusun program kehamilan dan ia tidak mau mengganggu mereka.

"Jadi, kamu setuju akan membawa Sirene bersamamu?" tanya Lea.

Aiden mengangguk mantap walaupun hatinya masih dipenuhi keraguan dan ketakutan. Ia melirik Sirene dari sudut matanya, tak bisa dipungkiri Sirene memang cantik, sangatlah cantik andai dia seorang gadis biasa tanpa ekor di bawahnya.

"Apakah kamu juga berjanji akan merawatnya dengan baik?" kali ini Matt ikut bertanya.

Aiden tertawa pahit. "Oh, aku akan menjadikannya ikan asin, Matt. Dan sisanya akan kupanggang!" jawab Aiden kesal.

"Tentu saja aku akan merawatnya. Bagaimana pun dia seorang gadis," sambung Aiden lagi.

Sirene menatap Aiden penuh haru. Ia tidak menyesal jika harus mati mengenaskan di bumi selama ia bisa menghabiskan waktunya dengan pria tampan yang ada di depannya itu.

Lea yang memiliki kemampuan membaca pikiran, akhirnya paham apa alasan Sirene turun ke bumi. Lea memang tidak seperti ayahnya yang dekat dengan para duyung. Karena para duyung selalu menggodanya jadi ia tidak tau kalau Sirene memiliki kisah seperti itu.

"Baiklah, aku akan mencoba menyihir ekor Sirene untuk bisa bertahan. Berapa lama dari sini ke rumahmu, Aiden?" tanya Lea.

Aiden mengambil tabletnya dan mengetik alamat rumah Matt serta rumah Aiden sendiri. "Menurut peta, sekitar 1 jam. Aku akan lewat jalan bebas hambatan supaya lebih cepat," jawab Aiden.

Matt dan Lea saling berpandangan. "Aku akan mencoba menyhiri ekor Sirene untuk bertahan selama 2 jam," kata Lea.

Tak lama, ia mengeluarkan tongkat berbintangnya dan dengan beberapa mantra ia mengubah ekor Sirene dalam sekejap menjadi kedua kaki jenjang yang indah.

"Berdirilah, Sirene. Kamu tidak mungkin keluar dengan hanya memakai penutup tubuh dan jaket seperti itu," ucap Lea. Ia menggandeng tangan Sirene ke kamarnya dan mengambilkan beberapa helai baju untuk Sirene.

"Pakailah mana yang kamu suka, dan bawalah ini semua. Aku rasa ukuran badan kita sama," kata Lea.

Namun, pernyataannya itu salah, karena ketika Sirene memakai kaus serta celana pendek milik Lea, kausnya tampak ketat di bagian dada dan belakang tubuh Sirene.

"Apakah memang seperti ini, Yang Mulia Ratu?" tanya Sirene.

Lea melihat pakaiannya yang dipakai Sirene. "Kupikir tubuh kita sama, ternyata berbeda jauh. Aku terlalu mungil untuk ukuran seorang wanita. Ah sudahlah, aku akan membelikanmu beberapa pakaian lagi. Sementara pakailah ini dulu," kata Lea sedikit iri melihat tubuh semampai Sirene yang memiliki lemak sesuai pada tempatnya.

Setelah semua siap, Lea dan Matt mengantar Sirene juga Aiden ke parkiran mobil. Benar kata Lea kalau mereka memang harus bersama.

"Aiden, usahakan cari jalan tercepat. 1 jam kalian harus sudah sampai di rumahmu!" tegas Lea.

Aiden mengacungkan ibu jarinya. Sirene membungkukkan badannya kepada Lea dan Matt. "Terima kasih atas bantuannya, Yang Mulia Raja dan Yang Mulia Ratu,"

"Ya, ya. Panggil saja kami Matt dan Lea tanpa embel-embel Yang Mulia," kata Matt membantu Sirene untuk masuk ke dalam mobil.

Sepanjang perjalanan, Aiden melirik Sirene. Irama jantungnya terasa berbeda dan ia merasakan sesuatu yang aneh di dalam hatinya saat ia memandang Sirene.

"Entah aku sudah menyampaikan kepadamu atau belum, tapi kamu tampak cantik," kata Aiden berterus terang.

Kedua kaki Sirene bergoyang tak bisa diam. "Terima kasih, Aiden," balas Sirene tersenyum.

Semburat berwarna merah mewarnai wajah Aiden kala Sirene tersenyum kepadanya.

Hari itu, jalanan ramai dan tampak padat bahkan kadnag berhenti. Aiden mulai sering melihat jam, ia takut Sirene akan berubah. Ia hanya diberikan waktu selama 1 jam oleh Lea. Ini seperti perlombaan Takeshi Castle, pikir Aiden.

Sampai akhirnya satu jam telah terlewati. "Aiden, apa tidak ada jalan lain?" tanya Sirene.

Aiden melihat ke arah Sirene, suhu tubuhnya mulai dingin. Aiden mengecilkan pendingin mobil untuk membuat Sirene berada di suhu normal seorang duyung.

"Tolong, katakan kepadaku kalau kamu mau berubah," pinta Aiden. Ia tidak mau kaget dan shock karena Sirene berada di sampingnya dan jarak mereka sangat dekat.

Sirene mengangguk. "Baiklah, tapi tampaknya sebentar lagi," jawab Sirene.

Aiden panik, ia membunyikan klaksonnya terus menerus!sambil sesekali membuka kaca jendela mobilnya hanya untuk melihat apa yang menbuat jalanan ini terhambat. "Sialan! Ada apa sih!" teriaknya frustasi.

Sisik berwarna biru mulai muncul di ujung jari-jari kaki Sirene. "A-, Aiden,"

"Apakah sudah saatnya? Bisakah kamu menahannya? Kita sudah jalan lagi, tahanlah!" pinta Aiden putus asa begitu melihat sisik itu sekarang memenuhi pergelangan kaki Sirene.

"Duyung tidak memiliki tongkat atau mantra. Kondisiku saat ini lemah jadi aku tidak bisa menyihir diriku sendiri," jawab Sirene. Ia pun tampak ketakutan melihat sisik-sisik itu semakin naik dan,

Plop!

Ekor ikan menjuntai di bawah kursi mobil Aiden. Aiden menatap ekor itu dengan tatapan kosong. Keringat dingin mulai membasahi keningnya.

Ia membuka kaca jendela untuk menambahkan oksigen di dalam mobil itu, karena ia sesak napas. Pandangan Aiden mulai kabur. Suara klakson mobil lain memenuhi jalanan di sore itu.

"Aiden, apa yang terjadi denganmu! Aiden!" Sirene membantu menyadarkan Aiden.

Pelan-pelan Aiden menepikan kendaraannya. Ia membuka kancing kemeja bagian atasnya. "Si-, Sirene. A-, aku tidak dapat melanjutkan perjalanan ini lagi," kata Aiden terbata-bata.

Kesadaran Aiden semakin menjauh dan ia pun tak sadarkan diri.

"Aiden! Aiden! Bangunlah!" teriakan Sirene tidak berhasil menyadarkannya.

...----------------...

Terpopuler

Comments

~Ķímhwä~

~Ķímhwä~

ngakak...

2022-11-26

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!