Titik Tanpa Koma
Semilir angin menyapa pria berwajah oval, tulang rahang nan tegas, hidung mancung bak prosotan tadika. Dan sorot mata yang tajam membuatnya terlihat tampan paripurna.
Dia menyibak anak rambut yang berantakan ditiup angin, sembari melangkah ke arah lobi kedatangan.
Mengabaikan bisik-bisik khalayak yang menatapnya penuh damba.
"Bolehkah saya berfoto dengan anda?" pinta dari satu diantara kaum hawa yang berlalu-lalang, dia memberanikan diri.
Pria itu menggeleng. "Sori. Tidak bisa. Saya bukan aktor." Tolaknya ketus.
Begitulah sikapnya, jika berhadapan dengan gadis selain si gadis pujaan hati. Terkesan angkuh nan menyebalkan.
Dia menggeser tubuhnya ke arah parkir, sembari menyisir sekeliling area. Berharap sosok yang dirindukan selama ini datang menjemput. Misal, memberi kejutan.
Dia tertawa kecil. Menertawakan harapan konyol yang terlintas dibenak. Mana mungkin gadis itu menjemputnya, dengan dalih kebetulan. Mustahil. Apalagi sudah lama tak pernah tukar kabar.
"Aku telah kembali. Ya Qalbii. Apa kamu tahu kedatanganku?" lirihnya menyugar rambut dan menghela napas.
Melvin Kyle. Pria tampan mempesona. Baik hati, alim nan sholeh itu memutuskan kembali ke Ibu pertiwi.
Pertama, karena Ibunda tercinta memintanya pulang. Kedua, alasan pendukung yang sangat mempengaruhi hati.
Ingin menagih jawaban atas pernyataan cintanya beberapa tahun silam pada si gadis pujaan hati, Allea Alister.
Yang entah bagaimana kehidupannya sekarang. Bahkan dia pun lupa-lupa ingat dengan wajah sang gadis pujaan hati.
Melvin mengulum senyum tatkala ingat percakapan dengan gadisnya.
"Ngapain elu ke sini, Vin?" ucapnya mengernyit.
"Kalau ada yang ucap salam itu harus di jawab, Allea." Pinta Melvin lembut.
"Sudah gue jawab kok. Tapi dalam hati."
Melvin tertawa kecil. "Aku merindukan obrolan recek kita, Ya humaira." Desisnya menghela napas berat.
"Assalamualaikum, bos. Selamat datang." Sapa Abbas El Amin . Si teman sepondok yang selalu setia.
Tidak. Lebih tepatnya kepaksa. Teman yang dulu selalu membantunya kala ingin kabur untuk bertemu si gadis pujaan hati. Dan atas rekomedasi-nya, dia diterima kerja di perusahaan sang Ayahanda.
Melvin menghela napas tatkala ingat gadisnya yang tiba-tiba berubah. Menolak bertemu. Tidak merespon suratnya. Memutuskan hubungan tanpa alasan.
Dan sang informan yang dulu rajin melapor kegiatan si pujaan hati, mendadak bukam. Menghilang bagai ditelan bumi.
Ponsel-nya tidak bisa di hubungi dan tempat tinggal pun mendadak pindah entah kemana.
"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Masya Allah, Abbas. Hampir aku tidak mengenalimu. Makin ganteng, gagah keren saja." Kekeh Melvin menepuk pundak Abbas.
Si empu pundak hanya mengulum senyum, canggung mendengar pujian dari anak majikannya.
"Ehm. Jangan menggodaku, Vin. Bilang saja, kau ingin nagih tugasku, bukan?" lugas Abbas.
Melvin tertawa kecil dan manggut-manggut. Benar yang dibilang Abbas. Teman kurang ajarnya itu menambahkan beban pekerjaan.
Mencari si gadis pujaan hati Melvin yang telah lama tidak ada kabar serta mengabaikan surat-surat yang telah dikirimkan.
Melvin terlotak, Abbas yang kelabakan mencari tahu si gadis menjengkelkan itu.
Yap. Gadis itu telah dikasih label menjengkelkan oleh Abbas. Pasalnya, susah sekali didekati. Bahkan Abbas rela pura-pura menyebarkan brosur donasi hanya demi mengobrol dengan gadis itu.
Tapi sayang, belum sempat tanya banyak hal, si gadis pujaan hati Melvin berlalu sembari berkata. "Maaf saya buru-buru, nanti saya tf saja. Ini saya ambil satu"
Tidak. Bukan uang yang diinginkan Abbas. Tapi nomor telepon dan sosial media-nya, dengan alasan sebagai data donatur. Ah, padahal itu jawaban yang telah Abbas siapkan saat ditanya.
Abbas menghela napas saat ingat kejadian beberapa minggu lalu sebelum si teman kurang ajar ini kembali ke tanah air.
"Jadi gimana, Bas? Kau sudah tahu dia di mana? Kerja apa? sudah punya kekasih kah? Atau malah sudah menikah?" Cecar Melvin sembari menghepaskan punggung ke kursi.
Abbas menoleh si Tuan muda dan menghela napas berat.
Segera Abbas menekan pedal gas. Berlalu ke arah jalanan Ibukota. Membaur dengan kendaraan lain. Siang ini jalanan ramai lancar.
Untuk sekarang, dia di pindah tugaskan menjadi asisten putra bungsu si bos besar-Markus Kyle. Meskipun ingin menolak, tapi nasib budak korporat bisa apa selain menerima.
Dia paham Melvin, lima tahun bersama tentu sangat paham tabiat temannya itu. Tidak mudah menghadapi anak yang kelihatan ramah, baik hati, alim tapi pemaksa jika punya keinginan.
Tidak bisa dihutang, harus dibayar tunai. Diangsur pun tidak mau. Dasar anak bontot, menyebalkan.
"Satu-satu, Vin. Astaghfirullahalazim. Pengen ngumpat rasanya, tapi kok ya takut nambah dosa." Dengus Abbas, jengkel.
Melvin hanya terkekeh sambil memalingkan wajahnya menatap pemandangan di luar jendela mobil.
"Dia lagi koas. Akhir-."
"Oh bentar lagi jadi dokter." Serobot Melvin menyunggingkan sudut bibirnya.
"Bisa diam sebentar. Mau di jelasin tidak? Mumpung masih ingat."
Melvin tertawa kecil. "Silakan, Abbas. Ya ampun kok makin galak sih."
Abbas mendengus. "Langsung pulang atau mau jenguk Nyonya dulu?"
"Lah katanya mau jelasin? kok pindah haluan?" Melvin mengernyit menoleh Abbas.
"Nanti kau akan tahu jika beruntung." Balas Abbas mengulum senyum.
"Sialan." Umpat Melvin kesal.
"Astaghfirullah, Vin. Istighfar. Ingat nasehat Ustadz Ilham, marah itu perbuatan setan."
"Iya, kau setannya."
"Eh, bisa-bisanya setan teriak setan."
"Haish! bodo amat. Langsung ke Rumah Sakit, jenguk Mama."
"Tepat sekali. Aku spoiler-in sedikit. Dia sedang koas di RS PH-Pramudya Husada. Konsulenya Dokter Yohan Pahlevi."
"Apa? Kak Yohan? Ah, sialan. Dia 'kan ganteng, cool, cuek tapi perhatian. Ya Gusti, hatiku ketar-ketir, Abbas. Tipe Allea 'kan modelan gitu." Keluh Melvin menyugar rambutnya. Risau akan hal yang belum pasti.
Abbas hanya memutar bola matanya, malas menanggapi racauan si Tuan muda.
Sekilas dia melirik Tuan muda lewat kaca spion dekat kemudi. Mengulum senyum melihat kerisauan di wajah tampan Tuan mudanya.
"Padahal, dia tidak kalah ganteng. Fail value-nya juga oke. Ya memang sifatnya rada minus dikit. Untung kaya. Jadi kalau dia pengen geledek pun pasti bisa kebeli." Batin Abbas sambil menarik sudut bibirnya.
...***...
Abbas dengan lihai memarkirkan mobil mercy berwarna putih itu, lalu keluar mobil dan membukakan pintu untuk si Tuan muda.
Kemudian mereka masuk ke Rumah Sakit. Derap langkah Melvin berkurang saat melintas di antara bangsal angrek dan melati, matanya menyipit.
Dan atensinya terusik ke arah kerumunan yang mengenakan snelli atau jas putih.
Mata Melvin membola tatkala melihat wajah yang tak asing. "Kak Yohan." Desisnya.
Yohan Pahlevi. Dokter spesialis yang genap kepala tiga itu sedang melakukan visite bangsal bersama dokter muda atau koas.
Dia terlihat tampan nan keren, meski pelit ngomong, tidak ramah dikalangan rekan kerjanya. Senyum mahalnya hanya di sajikan khusus untuk para pasien.
Tapi para dokter, perawat perempuan dan sebagian dokter muda sangat mengagumi ketampan-nya. Kecuali satu dokter muda yang bernama Allea Alister. Dia lebih mengagumi kepintaran si konsulen itu.
"Oke. Visite kali ini selesai." Interupsi Yohan.
Mereka pun bubar, menuju ruangan dan kembali ke aktivitas masing-masing. Sebelum melangkah ke arah bangsal khusus.
Hanya Dokter spesialis dan pihak regulator rumah sakit yang boleh berkunjung. Yohan memanggil si koas cueknya, Allea.
Melvin mendengus."Abbas, itu kak Yohan. Tampan, bukan?. Coba kau amati di antara mereka ada humairaku tidak?"
Abbas melotot dan terbatuk kecil mendengar panggilan gadis itu.
Melvin menajamkan pendengaran. Samar-samar dia mendengar nama yang sangat dirindukan itu, disebut Yohan. Hatinya pun bereaksi tidak karuan. Melvin tersenyum samar. "Abbas, duluan saja ke ruangan Mama. Nanti aku nyusul. Bilang saja aku ada urusan sebentar."
Abbas hanya menghela napas panjang dan berlalu menuju kamar Nyonya-Indi Ramadanti.
Melvin melangkah pelan di belakang dua orang yang sedang bercerita. Instingnya mengatakan, bahwa satu diantara mereka adalah gadis pujaan hatinya.
Karena dia mencium aroma parfum yang sangat familiar dari arah mereka. Dan itu adalah aroma cherry kesukaan sang pujaan hati.
"Kenapa sih diem bae? kalau lu cuma diam itu pertanda dunia sedang tidak baik-baik saja, Allea."
Deg
Dada Melvin berdebar mendengar nama itu. Ada sensasi yang menggelitik hati. Sensasi yang telah lama tidak dirasakan.
"Huuft. Gue lagi puasa ngomong, Sekar."
Seperkian detik jantung Melvin mendadak berhenti saat mendengar suara gadisnya. Bahkan cara bernapas pun dia lupa. Senyum sumringah Melvin terbit. Rasanya ingin menarik tubuh gadis itu dalam pelukan, untuk melepas rindu.
"Astaghfirullah. Sadar, Vin. Tidak boleh menyentuhnya sebelum halal. Jangan jadi pria nakal." Lirihnya sambil menggeleng, mengusir pikiran kotornya.
Namun tiba-tiba senyum Melvin luntur tatkala mendengar seorang pria memanggil nama gadisnya sambil melambaikan tangan dan melempar minuman kemasan.
Segera si gadis pujaan hati menangkap minuman itu dengan sigap. Diiringi gerutuan pada temannya.
Mereka terlihat sangat akrab. Membuat hati Melvin mencelos. Ingin rasanya menguping percakapan mereka. Tapi benda lima inci di kantong celana meraung-raung minta dijamah.
Dan melangkah menuju ruangan sang Ibunda.
"Dia siapa? wajahnya tidak asing." Gumamnya sambil menggeser pintu ruangan.
"Nyasar kemana, boy?" sambut Milan saat Melvin masuk ke ruangan.
"Paling godain cewek dulu." Kekeh Martin menimpali.
"Jangan godain adikmu, Milan-Martin. Dia mana berani begitu. Berduaan sama cewek pasti langsung keringat-dingin, tremor, pingsan." Kelakar Markus menepuk pundak putra bungsunya.
Melvin cemberut. "Lihat, Ma. Mereka mengolokku. Omelin gih."
Indi terkekeh. "Kalian jangan godain dia. Kalau merajuk minta dibeliin rembulan, kalian yang kelimpungan."
Orang di ruangan itu pun tergelak kecuali Melvin. Dia hanya mendengus.
"Ehm. Apa kabar sholehnya Mama?" Indi segera mengubah suasana hati putra bungsunya.
Melvin tersenyum sambil memeluk Indi. "Alhamdulillah baik, Mama sayang."
Indi tersenyum lebar. Mengelus kepala si bungsu.
"Eh. Ada si cantik. Ikut jenguk Oma. Kangen Uncle tidak, Ellea?" ucapnya saat menoleh ke samping. Tersenyum lebar. Melangkah kearah anak kecil yang duduk di samping Ibunya.
Yeah. Ulah Melvin, nama-nama keponakannya mirip dengan Allea. Meski si orang tua bayi menolak.
Tapi bisa apa saat si bontot maksa harus menyematkan rangkaian nama yang sudah di buat olehnya. Dengan terpaksa, mereka menuruti keinginan Melvin.
"Tidak. Tapi kalau Uncle beliin sesuatu, Ellea akan kangen." Comelnya menggemaskan.
Serentak orang dewasa di ruangan itu pun tergelak.
Dan setelah dua bulan di rawat inap. Indi minta pulang. Katanya kangen suasana rumah.
...***...
Name : Melvin Kyle
Age : 25 tahun
Height: 183 cm
DOB : 08 April
FC : Hijau-Hitam-Putih
FF : Pokoknya yang halal, tapi paling suka sate ayam.
FD : Air putih, Air zam-zam.
Hobby: Baca buku, Olah raga, Traveling.
Motto: -Sehidup sesurga bersama pasangan. - Cukup satu wanita sebagai Ibu dari anak-anakku.
Itu visual Melvin versi author. Tapi kalian bebas mau berimajinasi visual siapa saja. Setiap individu punya selera tampan masing-masing, bukan? 😊
Pokoknya dia tampan paripurna, sekaligus laki green flag banget.🥰
Silakan berimajinasi visual karakter sesuai selera hati kalian, ya temans.
Jangan lupa saran, like and komen. 😇
...♡´・ᴗ・`♡...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Atha Diyuta
aku mampir ka, subs balik ya
2024-01-05
0
Rahayu
semangat Thor up nya, 💪
2022-12-28
0