Chapter 2 Seminar I

"Hei. Kau!." Seru Yohan menunjuk salah satu Dokter muda. Semua mata menatap ke arah telunjuk Yohan.

Yap. Yang di tunjuk itu Allea Alister-Koas paling menonjol diantara yang lainnya. Dia cepat mengerti saat di jelaskan. Dan saat diuji jawabannya nyaris tepat.

Terkesan pendiam tapi kelewat cerewet jika sudah kenal. Apalagi jika penasaran. Tidak akan sungkan bertanya sampai semua rasa penasarannya terjawab.

"Saya, dok?" Allea menunjuk dirinya.

"Hmm." Jawab asal Yohan.

Hening. Mereka masih menunggu kelanjutan omongan sang konsulen.

"Buat power point untuk seminar saya."

"Seminarnya kapan dok?"

"Besok."

"Jam?"

"Abis dzuhur."

"Tepatnya jam berapa, Dokter Yohan? Setengah tiga juga abis dzuhur." Intonasi suara Allea sedikit meninggi.

Ketiga temannya (Nadia, Sekar dan Tiwi) menahan tawa. Ekspresi wajah Allea memang menggemaskan tatkala rasa kesal menyapa. Raut mukanya berubah merah, seperti wajah bayi yang sedang menangis.

"Jam satu." Balas Yohan menghela napas panjang.

Allea mengumpat dalam hati sambil mengangguk. "Siap."

"Materinya ambil di ruangan saya. Yang lain silakan pulang." Titah Yohan datar sambil berlalu.

"Baik. Terima kasih, dok." Balas Sekar, Tiwi dan Nadia.

Allea hanya menghembuskan napas berat.

"Semangat, Allea." Celetuk Sekar mengulum senyum dan mengepalkan tangan. Menyemangati teman seperjuangannya itu.

"Siap begadang, Al. Call me kalau butuh cemilan. Gue duluan mau review jurnal." Ucap Tiwi, si anak rantau yang rajin jualan makanan ringan sebagai tambahan uang jajan.

"Nebeng boleh kan, Wi?" retorik Nadia menggamit lengan Tiwi. Si empu lengan hanya mendengus.

"Hati-hati di jalan." Kompak Sekar dan Allea.

"Kalau turun kaki kiri dulu ya bestie." Kekeh Sekar.

Allea ikut tertawa kecil. Tiwi dan Nadia hanya nyengir seraya melambaikan tangan.

Setelah kepergian mereka. Sekar berceloteh ria. Berasumsi jika Yohan menyukai-nya.

Allea hanya mendengus. Mengangkat kedua bahunya. Mengabaikan celotehan Sekar. Tidak tertarik mendekati pria super kaya atau sejenisnya. Cukup sekali saja Ibu dari pria kaya yang mengolok atau melabrak.

"Hei, Allea." Sapa Fauzi dari arah lobi. Tersenyum ramah pada si empu nama dan tangannya melempar minuman kemasan kesukaan gadis itu.

Dengan sigap Allea menangkap minuman itu sambil menyungingkan sudut bibirnya.

"Satu doang, Kak?" protesnya nyengir.

Fauzi mengangguk dan mengulum senyum.

"Ya elu mah kagak mungkin tergoda sama Dokter Yohan. Orang lakinya saja kinclong, manly, begindang." Bisik Sekar menowel dagu Allea.

"Apaan sih? Orang dia kakak gue." Elaknya, sebal.

"Halah. Maksud elu kakak ketemu gede? sejagat raya tahu kali, siapa sulung Tuan Alister. Sudah ah, gue cabut dulu. Bye. Selamat berkencan."

"Mulut lu minta di ruqiah!." Seru Allea, jengkel.

Sekar hanya terkekeh mendengar-nya sambil melambaikan tangan dan berlalu.

Allea masih komat-kamit menatap punggung Sekar yang menghilang di balik pilar tembok rumah sakit.

"Kenapa?" tanya Fauzi.

"Ngeselin, kak. Pengen sentil jantungnya." Kesal Allea sambil menyesap minuman itu.

Fauzi terkekeh mendengar gerutuan Allea. Mereka berjalan ke arah taman rumah sakit.

"Kak Oji ngapain kelayapan kemari? Jangan bilang mau sambat?" imbuh Allea menyipitkan mata ke arah Fauzi.

"Hehehe, duh ketahuan." Aku Fauzi sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Cih. Sambat mulu, kak. Terus imbalannya cuma satu mujigae doang? Ck. Dasar orang pelit. kuburnya sempit." Cibir Allea sembari menjatuhkan pantatnya ke bangku taman.

Fauzi terkekeh sambil menyugar rambutnya. Lalu menghela napas pelan. "Bokap ngejodohin gue sama anak temannya, Al."

"Uhuk. Uhuk. What? Seriusan? Belum juga kepala tiga, sudah di suruh nikah saja. Terus tanggapan kak Oji gimana? nerima begitu saja?" tandas Allea menatap Fauzi, yang sedang gamang akan hatinya.

Lengang. Fauzi tidak segera menjawab. Dia menatap pepohonan yang melambai di depannya. Lalu menggeleng dan mengangkat kedua bahunya. "Entahlah."

Allea menyandarkan punggung di kursi taman. "Gue sih cuma kasih saran. Yang mau jalanin itu kak Oji, bukan Om Zed. Dan semua keputusan di tangan kakak. Coba saja diskusikan dulu sama Om dan Tante. Jangan asal pasrah, menerima begitu saja. Urusan rumah tangga itu tidak sesimpel yang kita bayangkan. Bahkan berumah tangga itu tidak ada expired date-nya, kak. Alias seumur hidup." Jelasnya menghela napas.

"Iya gue tahu." Lirih Fauzi menunduk sambil mendengus. Sesak sekali dadanya.

Sebagai anak semata wayang, tentu dia ingin membahagiakan orang tuanya. Dengan cara menuruti keinginan mereka. Tapi apakah harus mengorbankan kehendak hatinya?

"Dan perjelas tujuan pernikahan itu. Biar berkah tuh rumah tangga." Tutur Allea.

Fauzi mangut-mangut. Seakan mendapat pencerahan. Memang si pujaan hati ini luar biasa jika memberi tetuah.

Meskipun sulit menyakinkan orang tuanya. Tapi dia akan mencoba seperti yang di sarankan Allea.

Fauzi menatap si gadis pujaan hatinya lekat-lekat. Dia mengulum senyum. Memang rasa cintanya tidak memudar, justru semakin bersemi seiring waktu berganti.

Bahkan dia semakin kagum dengan gadis ini. Cara pemikirannya memang luar biasa sedari dulu. Kecantikannya semakin menyeruak meski tanpa make up. Tampil apa adanya ciri khasnya.

Berpegang pada prinsip yang telah dia buat. Tidak tertarik pacaran. Katanya, pacaran itu tidak asyik. Lebih baik sendiri, mau bergaul dengan siapa saja bebas, 'bebas tapi tahu batasan'. Tidak ada yang cemburu atau melarang ini-itu. Memangnya apa manfaat pacaran?

Kalau pacaran hanya ingin di kirim pesan 'sudah makan belum?, 'Jangan lupa makan.' atau lainnya, chatting-an saja sama orang tua. Pasti mereka akan melakukan seperti itu. Pacar terkeren sepanjang masa itu orang tua.

Karena mereka tidak akan me-ghosting atau menyudahi sebuah hubungan. Ya mungkin hanya akan membandingkan dengan anak tetangga.

"Kenapa dengan muka gue? pasti kusut banget." Celetuk Allea saat menoleh Fauzi yang menatapnya lamat-lamat.

"Masih cantik meski suram kayak abis ditalak suami." Fauzi tertawa kecil.

Buuagggh

Allea menendang tulang kering Fauzi sambil mendengus, sebal.

"Aw. Sakit, bodoh."Seru Fauzi mengelus kakinya.

"Syukurin. Makanya kalau ngomong jangan asal. Karena setiap omongan itu doa. Gimana kalau di aamiin sama Malaikat? terus nanti pas gue nikah, eh ditalak beneran." Sungut Allea sembari beranjak menuju kantin.

"Sori. Adik gue yang manis." Kekeh Fauzi menyejajari langkah Allea.

"Ck. Jangan panggil gue gitu. Geli tahu!." Serunya manyun.

Fauzi hanya terkekeh dan mengacak rambut Allea.

...***...

Adzan Subuh menggema sahut-menyahut di seluruh kota. Komplek dan perkampungan, lantunan penuh makna nan indah.

Sebagai seruan para insan untuk menunaikan kewajibannya.

Pelan tapi pasti sang fajar mulai menampakkan diri. Segera para insan bergegas memulai aktivitas harinya.

Klakson mobil melenguh, Deru motor menggema di udara. Menandakan betapa sibuk jalanan ibukota.

Allea masih menatap monitor laptopnya. Tangannya mengguling mouse dari atas sampai akhir slide, memastikan per-slide tidak ada kesalahan ketik.

Membaca ulang materi yang akan di sampaikan si konsulen dalam seminar nanti. Takut bila ada yang kelewat atau malah kurang.

"Oke! tinggal tiga slide lagi." Desisnya sambil mengepalkan tangan.

"Astaghfirullahaladzim. Hantu, pocong, kunti." Latah Sekar tatkala terbangun dan menatap Allea yang masih berkutat di depan laptop sambil mengenakan mukena, warna putih pula.

"Allahhu akbar. Jantung gue nyaris loncat. Lu nggak tidur?" imbuh Sekar sambil meraih air minum.

"Tidur. Tapi cuma dua jam, Sekar. Ini saja masih belum kelar. Haish! rasanya pengen misuh-misuh." Keluh Allea sambil melepas mukena dan mengikat asal rambutnya.

"Tahu mau seminar dengan materi bajibun. Nyuruh buat ppt kayak roro jonggrang. Apa dikira gue bandung bondowoso, simsalabim besok pagi auto jadi. Hah. Menyebalkan. Pengen banget ninju ulu hatinya. " Imbuhnya sungut-sungut.

Sekar melongo. "Yang ada tuh Dokter meninggoy, Al." Batinnya mengamati Allea sambil menguap dan mengaruk rambutnya.

"Emang masih banyak? kalau sudah ditandai, sini gue ban-tu." Intonasi Sekar melemah tatkala Allea menyodorkan buku A5 ke arahnya.

Matanya terbelalak. "Anjir! Ini tulisan apa gambar benang? Dan elu masih bisa baca? Hebat." Sekar tepuk tangan pelan. "Ah, kalau modelannya kayak gini. I'm say, maaf sepertinya gue enggak bisa bantu." Cengirnya ngacir ke kamar mandi, ambil air wudhu.

"Hei, lu sholat shubuh apa dhuha?" kekeh Allea sembari melirik jam dinding, yang menunjukkan pukul 06.00.

"Ck. Jangan berisik. Elu sih nggak bangunin gue." Dengus Sekar. Segera menunaikan kewajiban dua rakaat.

Allea tertawa kecil. Tidak terima. "Sudah, Sekar. Nyaris saja gue guyur air panas biar lu melek."

Lengang lima menit. Sekar tidak menyahut.

"Astaga, Allea. Mau bunuh gue, lu?" sahut Sekar setelah salam kedua di ujung sholatnya.

"Eh. Lu sholatnya nggak khusyuk?" retorik Allea mengulum senyum.

Sekar tertawa kecil sambil menggaruk rambutnya. "Khusyuk kok, tapi dikit. Abis itu pikiran gue jalan-jalan. Ya gimana lagi, kalau pas sholat itu yang mulanya lupa tiba-tiba keinget semua."

"Untung masih pikiran. Coba kalau badan lu yang jalan-jalan?" Kekeh Allea.

"Eh. Maksudnya?" kernyit Sekar.

"PR." Allea tertawa kecil.

"Sialan." Kesal Sekar.

Allea tertawa lebar. "Kalau elu beli makan, gue nitip."

"Males." Manyun Sekar. Masih mikirin yang diucapkan Allea.

"Ish-ish-ish. Ngambek, Bu?" Godanya terkekeh.

Alhasil, Sekar pun tergelak. Dia tak bisa marah lama-lama jika dengan Allea. "Masak saja. Gue yang masak."

Allea mengangguk. "Oke!," Sahutnya sembari menutup laptop.

Akhirnya Si Bandung Bondowoso selesai membangun candi dalam semalam. Saatnya mempresentasikan hasil. Kalau sampai si Roro Jonggrang komentar sesuka hati. Siap-siap saja kena kutukan.

"Kalau sampai komentar masih ada yang kurang atau salah. Siap-siap saja gue kutuk jadi cangkir kopi." Desis Allea berlalu ke kamar mandi.

Pukul 07.00, Sekar dan Allea beranjak menuju rumah sakit. Mereka hanya jalan kaki. Sebab jaraknya hanya lima langkah sampai lokasi.

Yeah, Mereka sengaja mencari yang jaraknya dekat, supaya efisien waktu dan tenaga.

...***...

Name : Allea Alister

Age : 23 Tahun

BOD : 08 Agustus

Height : 166 cm

FC : Biru langit-Hitam-Putih.

FF : Nasi+Ayam bakar, Nasi goreng, Martabak, Ramen, Sushi, Es Krim, Mie instan (sejak koas dan ngekost bareng Sekar), buah Cherry 🍒, strawberry 🍓.

FD : Air putih dingin, Mujigae Milk Chocolate (Bukan promosi)

Hobby : Baca buku, Tidur, Nonton drama korea & China (Diracunin Sekar dan Nadia)

Motto : Rebahan berpenghasilan.

Oh-iya itu visual Allea versi saya ya, silakan kalian berimajinasi aktris dalam or luar negeri. Bebas. Abaikan visual dari author, oke!. 😉

...♡♡♡...

Terpopuler

Comments

Atha Diyuta

Atha Diyuta

seru critnya

2024-01-05

0

Noonakim

Noonakim

lanjut kak...

2022-12-30

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!