Pukul 07.00, kediaman Kyle bersiap untuk sarapan. Di ruang makan sudah ada Markus-kepala keluarga nan gagah rupawan meski usia tak lagi muda.
Dia membaca koran sambil menunggu anggota keluarganya bergabung di meja makan. Selang lima menit, 07.05 Milan, istri dan anaknya bergabung.
"Pagi, Pa." Sapa Milan dan istrinya.
"Hmm. Pagi." Balas Markus melengkungkan bibirnya dan melipat koran. "Oh kenapa cucu cantik Opa manyun?" kekeh Markus saat melihat Aleeza-putri Milan cemberut.
"Huft. Papi nyebelin, Opa. Tidak izinin Ale ikut kamping sekolah akhir semester pekan depan." Adunya sambil menarik kursi lalu menghempaskan pantatnya.
Milan mengulum senyum. "Bukan tidak izinin, Aleeza. Tapi Papi.-"
Aleeza memotong, "sama saja, Papi. Padahal Mami oke-oke saja. Tahu deh, kesel."
"Kenapa, Al? berisik banget, pagi-pagi" Melvin ikut gabung sambil menggaruk rambutnya.
"Hufft. Abangmu pelit. Tidak izinin Ale buat kamping acara sekolah." Ketus Aleeza kesal.
Melvin tertawa kecil. "Abangku ya bapakmu, Al. Kasih izin saja, bang. Toh dia sudah gede. Itung-itung belajar mandiri."
Senyum Aleeza terbit, Seakan dia mempunyai sekutu. "Paman saja dukung. Open minded. Tidak seperti Papi, kolot. Ih nyebelin."
"Hmmm. Tidak boleh bilang 'ih' pada orang tua, Aleeza. Itu tidak baik. Bisa jadi itu akan melukai hatinya meskipun Papi dan Mamimu tidak marah. Dan agama kita melarang mengucapkan kata itu." Jelas Melvin lembut sambil mengusap kepala keponakannya.
"Iya maaf, Paman. Ale Tidak lagi ngomong kayak gitu. Ale minta maaf, Papi. Ya sudah kalau gitu nanti kita kamping sendiri, ya?" negonya.
"Good girl." Sahut Melvin sambil tersenyum dan mengacak pelan rambut Aleeza.
"Baiklah. Ayo kemping bersama." Sambung Markus mengulum senyum.
Lalu Indi, Martin, istri dan anaknya ikut gabung, sarapan. Atas titah Indi, anak yang sudah menikah harus mau tinggal di kediaman Kyle.
"Vin, hari ini kamu monitor departemen store. Anggap saja sebagai pemanasan sebelum gabung perusahaan." Titah Markus sambil meraih air minum.
Melvin menghela napas berat. Di lihat dari raut wajahnya, dia keberatan."Pa, besok saja bagaimana? Melvin mau rehat sebentar."
"Biarkan dia jalan-jalan dulu, sayang. Masa baru sampai sudah di suruh kerja." Sambung Indi membela putra bungsunya.
"Baiklah. Ya sudah, aku berangkat." Ucap Markus berajak sambil mencium kening istrinya.
Melvin menerbitkan senyum manisnya sembari tangannya mengambil benda lima inci dari saku celana. Satu notifikasi dari Abbas.
[Abbas: Breaking news!. Hari ini dokter Yohan ngisi seminar di kampus Bina Madani dan para koas-nya diajak.]
"Ck. Aku tidak suka berita terkinimu, Abbas." Decak Melvin, ada rasa ganjil di hatinya saat membahas si dokter spesialis itu.
"Berita terkini apa, Vin?" Indi menyahut. Di ruang makan itu tinggal Melvin dan Indi. Yang lain sudah berangkat kerja dan sekolah.
"Bukan apa-apa, Ma. Hari ini Mama ada kegiatan apa?" Melvin mengalihkan pembicaraan dan mendekat ke Indi.
"Hmmm les masak sama teman-teman Mama."
"Ha? memangnya Mama sudah sehat? di jadwal ulang saja. Mama belum sembuh total."
Indi tertawa kecil."Mama sudah sehat, sayang. Percayalah sama Mama."
Melvin mengangguk, paham.
"Hari ini, kamu ada rencana apa?" tanya Indi sembari beranjak menuju ruang keluarga.
"Hmmm, aku pengen ke suatu tempat, Ma." Balas Melvin mengikuti Indi di belakang.
"Ke mana tuh?" Indi penasaran.
Melvin tertawa kecil. Dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Baiklah. Mama tidak akan tanya. Ajak Abbas." Putusnya sambil meraih remot, menyalakan televisi.
"Oke, Mama. Terima kasih." Jawab Melvin mencium pipi Indi dengan manja.
Indi hanya terkekeh melihat kelakuan putra bungsunya.
...***...
Di sinilah Melvin pergi. Kampus Bina Madani. Dia memaksa Abbas mengantarkan, tidak mau tahu bila sang teman itu sedang menggantikan tugasnya, meninjau departemen store di berbagai lokasi.
Abbas hanya bisa mengelus dada, sabar. Menghadapi putra bungsu dari majikannya ini. Ingin marah, menghajar bocah itu pun percuma. Sebab, bagaimana pun juga ayah bocah itu yang memberikan nafkah berupa gajian tiap bulan.
"Sabar, Abbas, Sabar. Orang sabar makin digoda setan, meningkatkan level keimanan." Gumamnya menarik napas dalam-dalam, lalu dihembuskan pelan. Dan berlari kecil mengikuti Melvin yang sudah masuk ke salah satu aula kampus.
"Yeah, dia memang keren. Pantas saja Mama pengen jodohin dia ke anaknya, kalau punya anak cewek." Komentar Melvin mengamati Yohan.
Dia mengulum senyum tatkala melirik sebelah kanan panggung . Sosok gadis di pojok panggung itu membuat hatinya berdegup kencang.
Pandangan Melvin tidak lepas dari gadis itu. Baginya, dia lebih menarik dari pada paparan Yohan.
Tiba saatnya sang moderator menginterupsi bagi peserta yang ingin bertanya. Sesi tanya-jawab pun dimulai. Dari pertanyaan wajar terkait materi hingga pertanyaan nyeleneh. Yang mana membuat Yohan jengkel.
Salah satu peserta maju ke arah Yohan dan memberikan secarcik kertas. Dia menerima sembari tersenyum tipis, teramat tipis malah sampai tidak terlihat. Dan membuka lipatan kertas itu.
Matanya membola saat membaca pertanyaan yang sering kali di terima tatkala mengisi acara seminar.
'Apa anda sudah punya kekasih? jika belum, bolehkah bagi nomor wchat? 08xx ini nomor saya. Terimakasih.'
Jauh sekali dari materi yang dipaparkan. Dia menghela napas pelan. Jengkel dengan pertanyaan salah satu peserta. Matanya menyisir ruangan. Si peserta yang mengajukan pertanyaan harap-harap cemas dengan jawaban dari si narasumber.
Yohan menyeringai. Ide gila terlintas diotak saat menoleh ke sebelah kanan. Mengerutkan kening, menatap satu persatu koasnya.
"Ehm. Saya sudah bertunangan. Dan tunangan saya berada di ruangan ini." Jawab Yohan sambil melihatkan jari manisnya dan sekilas melirik ke sebelah kanan.
"Bingo. Untung saja aku pakai cincin ini" Gumam Yohan dalam hati.
Para peserta pun berbisik penasaran. Siapa gadis yang akan mendampingi dokter tampan rupawan kaya-raya inceran kaum hawa itu.
"Tadi dokter Yohan melirik ke kanan. Pasti tunangannya diantara mereka." Bisik salah satu peserta yang duduknya dekat Melvin.
"Aku jadi penasaran." Lirih Melvin sambil mengangkat tangannya.
"Siapa namanya, dok?" tandas Melvin tanpa basa-basi. Lebih tepatnya. Dia cari penyakit.
Yohan melotot. Sebal dengan pertanyaan dari anak pasiennya sekaligus kerabat Ibundanya itu.
"Gadis cantik sebelah kanan yang memakai kacamata." Seringai Yohan.
Melvin melotot tidak percaya. Dia mengeraskan rahang dan mengepalkan tangannya.
Serempak peserta menoleh ke arah gadis yang sedang sibuk dengan ponselnya. Tidak hanya peserta. Sang moderator pun ikut menoleh.
"Cantik. Cocok sih. Gue dukung meski hati hancur." Dengus peserta yang duduk di belakang Melvin. Dan ucapan nya itu, membuat Melvin semakin kesal.
"Apa dia akan marah padaku?" Gumam Yohan dalam hati. Melirik koas satu-satunya yang pakai kacamata.
Gadis yang di maksud Yohan itu, Allea. Yang mana, dia sama sekali tidak dengar huru-hara di ruangan itu.
"Sekar, gue nerima telepon dulu. Tolong, nanti ambil USB drive gue ya." Ucapnya buru-buru meninggalkan ruangan.
Sekar hanya mengangguk. Dia masih shock dengan pernyataan dari konsulennya. "Waw. Bagaimana bisa reaksi bocah itu biasa saja?"
"Benar. Hebat sekali jantung dia." Balas Tiwi yang reaksinya sama seperti Sekar, tercengah.
"Tolong! cubit atau gampar pipi gue, ini mimpi atau nyata?" sambung Nadia tanpa kedip dan mematung.
Allea meninggalkan ruangan itu, menuju teras, menerima telepon.
...***...
Allea langsung pergi menuju sekolah Aidan dan Ariella. Kedua adiknya itu membuat ulah. Dan mereka mencantumkan Allea sebagai wali.
"Benar, anda wali si kembar?" guru BK itu menggeleng tatkala melihat Allea yang masih muda nan cantik.
Bahkan wali dari murid yang di gampar Ariella pun tercengah.
"Benar." Balas Allea mendekat ke adiknya.
"Huuuft. Anakmu itu coba di didik yang benar. Berani sekali memukul anak saya. Dasar tidak tahu adab." Maki wali dari murid-Namila. Terlihat dari badge name di seragamnya.
Allea hanya menyunggingkan sudut bibirnya. Dia mengabaikan makian si wali itu.
"Apa yang terjadi, hmm? adik-adik kakak tidak mungkin 'kan melakukan sesuatu tanpa penyebabnya?" tanya lembut Allea sambil jongkok di depan adiknya yang menunduk.
Lengang. Hanya terdengar suara jam dinding yang bekerja.
"Dia yang mulai, kak." Aidan menyuarakan isi hatinya, menepis rasa takut.
Namila melotot tidak terima "Hei. Aku.-"
Ariella memotong. "Benar. Dia merobek buku ku."
Allea menunduk sambil mengulum senyum. "Terus kamu cakar, Ariella?"
"Aku tidak melakukan itu, kak. Apa kakak percaya? dari tadi mereka tidak percaya. Padahal aku hanya menjambak rambut sama gampar sedikit pipi kirinya. Cakaran di pipi kanan itu sudah ada sebelum berantem sama aku." Ariella menjelaskan.
"Benar. Aku sendiri melihatnya. Dia tidak melakukan itu. Goresan dipipinya sudah ada sebelum berantem sama Ariella." Aidan ikut bersuara, meyakinkan kakaknya.
Namila tegang, dia ketakutan jika Allea akan membentak, memaki seperti yang dilakukan kedua orang tuanya bila melakukan kesalahan.
"Kakak percaya." Ucap Allea sambil tersenyum dan mengelus kepala kedua adiknya.
Guru BK dan Wali Namila melotot. Kaget dengan ucapan sang wali si kembar.
"Dan untuk Namila. Bisakah kamu minta maaf pada Ariella?" pinta Allea lembut.
"Tidak bisa. Bagaimana hanya minta maaf? Minimal harus ganti rugi. Memangnya perawatan rambut anak saya hanya sedikit?" cerocos wali Namila sembari melengos.
Guru BK itu hanya tercengah tidak bisa bersuara.
"Maaf, saya tidak bicara dengan anda. Saya bicara dengan Namila-putri cantik anda." Seringai Allea membuat kedua adiknya ingin menyemburkan tawa.
Namila tersenyum tipis mendengar pujian Allea. Hatinya berbunga-bunga, sebab dia tidak pernah mendengar pujian atau sanjungan kecil dari orang tuanya.
"Bagaimana, cantik? Kalian 'kan satu sekolah lebih baik berteman, bukan?" bujuk Allea.
"Kamu juga boleh kok bermain ke rumah Ariella jika mau berdamai." Imbuh Allea menyunggingkan senyuman.
"Hei-hei apaan sih, kak. Aku belum setuju loh." Sanggah Ariella sambil bersedekap.
Allea hanya tertawa kecil melihat tingkah adiknya, yang seakan tidak mau berteman. Padahal dilihat dari sorot matanya dia menyetujui saran sang kakak.
Namila mengangguk pelan sambil tersenyum dan menjulurkan tangannya ke arah Ariella. Mengabaikan kekesalan sang Ibunda. Akhirnya, Ariella dan Namila berbaikan. Hukuman skorsing untuk keduanya pun diurungkan alias tidak jadi.
Dan Ibunda Namila pun meminta maaf pada Allea dan si kembar. Ternyata mereka salah paham. Namila di suruh kakak kelasnya untuk merobek buku Ariella. Jika tidak mau, maka mereka akan mengunci Namila di gudang sekolah.
Dengan berat hati, Namila melakukan perintah mereka. Dan mengapa kakak kelasnya tidak menyukai Ariella? karena Ariella, murid teladan yang sering dibicarakan para guru saat mengajar di kelas mereka.
...***...
Pesona dokter Yohan yang bikin hati Melvin ketar-ketir 🤭. Karakter Dingin-Datar. Pelit senyum. Cerdas. Rapi. Higienis Lover.
Di sini saya hanya menentukan visual Yohan dan Fauzi. Sisanya kalian imajinasi sendiri. 🤭
Tapi kalau mau ikut visual sesuai yang saya inginkan, juga tidak masalah. 😁
Happy reading. Jangan lupa like and komen sarannya.
...°°°...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Atha Diyuta
sekuntum mawar biar smngt
2024-01-05
0