"Al, balik sekarang apa masih ada yang elu kerjain?" tanya Sekar sambil menyesap es tehnya yang tinggal sedikit.
"Gue mau jenguk si ikan dulu. Sudah lama nggak gue kasih makan." Balas Allea merapikan piringnya, ditumpuk dengan piring Sekar. Kebiasaannya, setelah makan langsung di rapikan.
Sekar mengernyit. "Ha? Ikan? Lu taruh dimana akuariumnya? Perasaan, nggak pernah lihat elu beli ikan."
Allea tertawa kecil. "Bukan ikan hias, Kar. Tapi kucing."
Sekar makin mengerutkan keningnya. Dia masih belum paham. "Ha? Maksudnya gimana sih? Duh jangan nambahin beban pikiran, Allea. Cukup tugas gue saja yang membebani pikiran."
"Kucing liar gue kasih nama ikan, Sekar." Kekeh Allea menggeleng. Dia menopang dagu dan tersenyum tipis, teringat percakapan dengan teman karibnya semasa SMA.
"Itu kuncing, Al. Bukan ikan" Kekeh Ghea.
"Tapi dia suka ikan, Ghe. Makanya gue kasih nama ikan. Habisin ya, ikan. Kalau habis nanti gue kasih porsi banyak." Balas Allea sambil mengelus si kucing putih bercorak hitam. Si kucing pun mengeong, seakan tahu jika di ajak bicara.
"Astaga. Bodo amat, Al." Dengus Ghea.
Allea bergumam dalam hati. "Ghea, gue kangen. Sekarang elu di mana? bagaimana kabar elu?"
"Serah elu deh. Gue balik kost duluan." Pamit Sekar melambaikan tangan. Membuyarkan lamunan Allea.
"Oh, Oke. Hati-hati." Balas Allea mengulum senyum.
Dia pun beranjak menuju taman. Mengabaikan tatapan intimidasi dari rekan koas atau yang lainnya.
Allea menghela napas sambil memasukkan tangannya ke kantong snelli-jas putih yang sering di pakai dokter.
"Ck. Nggak mungkinlah gue jadi tunangan dokter Yohan . Gue yakin kriteria ceweknya itu pasti keren, high class gitu. Masa iya? Modelan kayak gue gini. Ada-ada saja."Gumam Allea mengangkat kedua bahunya.
Sampai di taman, dia celingungan mencari para kucing liar yang sering kali di kasih makan. Dan akan menceritakan keluh kesahnya. Tapi selang lima menit kucing itu tak nampak.
Allea menjatuhkan pantatnya di bangku panjang. Menatap pohon-pohon yang bergoyang di terpa angin. Dari kejauhan, terdengar bisingnya jalanan ibu kota.
Dia tersenyum hambar. Entah mengapa. Rasa rindu pada sang teman karib menyapa.
Allea mengambil ponsel dari saku snelli. Menekan galeri. Melihat album masa putih abu-abu. Dia menyunggingkan sudut bibirnya saat menggulir layar benda lima inci.
Namun, gerakan tangannya terhenti saat mendengar salam dari seseorang yang telah lama tidak dia dengar.
"Assalamualaikum, Allea."
Suara pria dewasa mengalun indah. Terdengar lembut, serak agak berat. Intonasi suaranya sangat berbeda saat dia usia belasan tahun.
Si empu nama melotot, tidak percaya. Setelah sekian lama, dia mendengar kembali salam yang mampu menggetarkan dadanya.
Sungguh, Allea merindukan salam itu dan juga kehadiran-nya. Namun dia sengaja mengikis rasa rindu serta rasa yang perlahan mulai tumbuh. Kejam memang, tapi begitulah caranya untuk melupakan pria itu.
"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh, Hei apa kabar?" Desis Allea tercekat.
Perlahan menoleh ke samping, menatap pria yang semakin tampan menawan itu. Benarkah pria itu kenalannya? Teman semasa SDnya? Teman yang pernah menunjukan rasa cinta-nya.
Dia mengejap. Setengah melongo. Sulit percaya, bahwa pria itu kembali menyapa.
Melvin Kyle. Pria yang mati-matian dia hindari. Bahkan berharap, pria ini melupakannya.
"Ehm. Kabarku? Kurang baik, Allea. Lalu kamu sendiri bagaimana?" balasnya lembut sambil tersenyum dan duduk di samping Allea.
Hang,
Blank,
Loading lama.
Itu yang di rasakan Allea saat mendengar suara Melvin. Ternyata rasa yang belum sempat dia sampaikan itu masih bersemayam di hati.
"Sialan. Kenapa suaranya jadi serak-serak basah, aduhai gitu? 'Kan kalau gini gue jadi pengen di ajak ke KUA. Astaga. Sadar, Allea. Emaknya kayak Nenek lampir. Ya Allah, Gusti. Kuatkan hati dan iman hamba yang lemah ini." Jerit Allea dalam hati.
Dia menyisir penampilan Melvin dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Allea menelan salivanya. Menghela napas panjang. Hatinya berdegup kencang.
Melvin-teman semasa SD yang dulu sering mengejek dan bertingkah menyebalkan. Anak yang sering usil itu, kini tumbuh menjadi pria keren, tampan, tinggi dan semakin menggetarkan dadanya.
"Astaghfirullah, ini tidak baik untuk kesehatan jantung gue. Please, Allea. Sadarlah!." Bathinnya meronta.
Beberapa kali Allea berdehem. Menetralkan kondisinya. "Aku. Ehm, gue baik. Masih napas sampai sekarang." Lalu dia melanjutkan ucapannya dalam hati. "Huwaaa. Sekarang gue tidak baik-baik saja, Vin. Gara-gara elu menampakkan diri."
Melvin tertawa kecil. "Alhamdulillah. Kamu kemana saja? kenapa tidak membalas suratku? Apa nomormu ganti?"
Rentetan pertanyaan Melvin, membuat Allea menelan ludah serta salah tingkah.
Lengang. Kedua insan beda jenis itu, sibuk dengan pikiran masing-masing dan perasaan campur aduk.
"Sori." Hanya itu yang keluar dari bibir ranum Allea.
Tidak ingin mengadu terkait kejadian beberapa tahun silam. Sepakat ingin melupakan.
Ada rasa sesak dalam dada Melvin, saat mendengar sepatah kata dari gadisnya. Bukan rangkaian huruf itu yang diinginkan.
Dia ingin mendengar gadisnya menceritakan kejadian tempo lalu, yang dulu pernah didengar dari Ghea.
"Kamu tidak ingin cerita waktu ketemu Mama?" retorik Melvin menatap lekat-lekat gadisnya.
Allea menggeleng. "Bukankah informan lu sudah cerita? Buat apa gue cerita lagi?"
Melvin mengulum senyum. Gadisnya memang luar biasa, bukannya menjawab justru melempar balik pertanyaan. Dan itu yang dia rindukan.
"Aku pengen denger dari kamu, Allea."
Deg.
Dada Allea berdegup tidak karuan. "Ini enggak baik. Gue harus cepet-cepet minggat dari hadapannya." Bathin Allea sambil berdeham memalingkan muka. "Bukankah sama saja?" intonasi suaranya agak bergetar, gugup.
Melvin menggeleng, mengulum senyum."Ehm. Baiklah jika kamu tidak ingin cerita. So, aku minta maaf atas nama Mama, Allea. Maaf bila perkataan Mama menyakiti hatimu. Dan mungkin itu alasanmu menjahuiku." Ungkapnya lembut sambil menarik napas. Lalu dihembuskan pelan-pelan.
"It's oke, Vin. Semua sudah berlalu." Desis Allea, menyugar rambutnya. "Gue baik-baik saja kok."
"Benarkah?" Melvin memastikan. Menoleh gadisnya disamping. "Aku harap kamu mau cerita, Allea."
Allea tertawa kecil. Menunduk. "Itu sudah lama berlalu, Vin." Dia memalingkan mukanya ke arah Melvin. "Elu masih komunikasi dengan Ghea?"
"Sudah lama tidak komunikasi, Allea. Mungkin pas kalian kelas tiga atau malah sebelumnya." Melvin menggeleng. "Nomornya juga tidak aktif."
"Dia menepati janjinya." Gumam Allea mengulum senyum.
"Ya? Apa, Allea?" kernyit Melvin, samar-samar mendengar ucapan Allea.
"Eh. Ehm. Bukan apa-apa, Vin. Oke, Mungkin sampai di sini. Gue harus balik." Ucap Allea akan beranjak.
Namun hatinya enggan. Dia masih ingin berbincang ringan dengan pria ini.
"Tunggu, Allea." Cegah Melvin, membuat Allea bersorak gembira dalam hati.
"Ada yang ingin elu tanyakan?" tanya Allea sambil berusaha menyembunyikan semburat kebahagiaan diwajahnya.
"Hmm, ada." Angguk Melvin. "Boleh aku bertanya?" ragu-ragu Melvin berucap.
"Apa?"
Melvin berpikir sejenak. "Benarkah, kamu tunangan kak Yohan?"
"Ck. Elu percaya sama gosip murahan itu?" retorik Allea mencibir.
"Tidak. Aku hanya ingin memastikan." Sahut Melvin cepat.
"Good bro." Allea mengacungkan jempolnya sembari tersenyum tipis.
Senyum tipis Allea, mampu mengkoyak hati si Tuan muda. Sesekali dia berdeham, menertalkan dadanya.
"BTW, elu ada hubungan apa sama dokter Yohan? Kelihatannya kalian dekat." Imbuhnya ingin tahu.
"Dia sepupuku, Allea." Balasnya mengulum senyum. "Ehm. Kemarin aku tidak sengaja lihat ada cowok yang menghampirimu, dia siapa?"
Allea mengernyit. "Hmm. Siapa?," lalu dia menjentikkan jarinya. "Oh Itu kak Oji, yang sering nyamper ke RS." Kekehnya sembari menyibak anak rambut yang berantakan diterpa angin. "Ehm. Maksud gue, Kak Fauzi. Kakak kelas gue, ingat 'kan?"
"Kak Fauzi?" beo Melvin dalam hati. Menggeleng mengingat nama pria itu. "Emmm. Cowok yang membuatmu kena hukuman?" kekehnya.
Allea tertawa kecil. Mengangguk. "Benar. Elu masih ingat?"
"Semua tentangmu. Aku selalu ingat, Allea." Melvin mengulum senyum. "Apa kalian menjalin hubungan?"
Allea mengangguk sambil mengulum senyum.
Melvin terlihat sangat shock. Hatinya langsung mencelos. Lamat-lamat dia menatap gadis yang diklaim sebagai pujaan hati sekaligus calon istri. Hatinya sangat sakit saat membayangkan gadis di hadapannya ini menikah dengan pria lain.
Melvin menghela napas panjang. "Apa kita bisa ketemu lagi?" lirihnya lesu.
"Semoga bisa bertemu lagi, Allea. Apa kau mencintai cowok itu? Hah. Hatiku sakit." Rintih Melvin dalam hati. Menatap gadisnya lekat-lekat.
Allea diam. Tidak segera menjawab.
Bertemu lagi? Tentu saja mau. Tapi bagaimana jika Indi tahu? Akankah dilabrak seperti waktu itu?
Allea mendengus. "Gue nggak janji, Vin. Sori, gue harus nerima telepon dari Bubu. Bye." Datarnya sambil berlalu.
Dia menatap ponselnya yang meredup. Enggan menjawab. Sekilas menoleh kebelakang. Melihat Melvin yang masih bergeming.
"Sori, Vin. Mungkin elu salah paham maksud dari hubungan gue sama kak Oji. Sengaja. Supaya elu nggak mendekati gue." Desisnya melanjutkan langkah menuju kost-an.
Allea mendengus. Memasukkan satu tangannya ke saku snelli. Dan tangan kanannya menekan nomor Bubunya. Menelepon balik.
...***...
"Eh, denger-denger anaknya si bos besar gabung di perusahaan." Celetuk Risma pegawai bagian penjualan.
"Enggak sabar euy pengin lihat. Kabarnya, dia itu keren, ramah, alim dan dipastikan tampan bagaikan pangeran turun dari kayangan." Balas Ani pegawai bagian HRD.
Lalu pegawai lain pun ikut menimbrung obrolan mereka. Kantin kantor pun mendadak bagaikan pasar. Berbisik membicarakan si bungsu pemiliki gedung.
Istirahat pertama itu mereka gunakan untuk membahas ketampanan, riwayat pendidikan serta gadis yang di kencani si putra bungsu. Bahkan mereka pun penasaran dengan akun sosial medianya.
"Pak Milan dan Pak Martin saja gantengnya enggak ketulungan, apa lagi adiknya. Pasti bikin rahim anget." Celetuk Nenda si pegawai akuntan sembari menghela napas dan menopang dagu.
Para pegawai lain pun tergelak dengan omongan konyol Nenda. Lalu atensi mereka teralihkan ke pintu masuk kantin, Si direktur operasional yang tampan namun juga menyebalkan.
Berjalan memasuki kantin bersama seorang pria muda tampan paripurna. Mata kaum hawa pun tidak berkedip melihat nikmat Tuhan yang tersaji.
Decak kagum para pegawai wanita menyambut mereka berdua. Ini pemandangan langka yang harus di abadikan. Segera pegawai wanita mengaktifkan kameranya. Memotret diam-diam.
"Ehm. Setelah rehat, mari meeting.” Interupsi si direktur operasional sembari mengulum senyum. Dan helaan napas berat dari para manajer sebagai jawaban. Mereka sudah ketar-ketir jika di minta laporan mingguan.
"Demen banget sih bikin mood ambyar." Lirih Emi-Manajer penjualan tim 1.
"All staf." Imbuhnya sembari melangkah keluar setelah membeli kopi. Informasi itu membuat para pegawai saling tatap lalu mengangkat bahu.
Tepat pukul 10.00, para pegawai gedung mewah nan elegan-KF grop itu memasuki ruang rapat. Mereka menunggu para petinggi perusahaan. Berbisik menebak sesuka hati.
Dan tentu saja hati mereka was-was, takut di PHK bila performa kinerjanya tidak sesuai target perusahaan.
"Selamat pagi semua. Maaf menyita sebentar waktu kerja kalian." Ucap si wakil direktu-Milan Kyle.
"Pagi pak." Para pegawai serentak menjawab. Namun mata mereka fokus pada pria tampan di samping Milan.
"Baiklah. Kalau begitu langsung saja. Saya tahu pekerjaan kalian banyak, bukan?." Kekeh Milan sembari mengedarkan pandangan.
Para pegawai pun hanya mengulum senyum kompak bersitatap ke samping kanan-kiri sembari berbisik.
"Hari ini kita kedatangan keluarga baru. Saya harap kalian bisa membimbing dan memperlakukan dia dengan baik." Ungkap Milan semabri menoleh ke sebelah kanannya. Dan para pegawai pun langsung berbisik. Mengomentari sesuka hati.
"Gila ganteng banget."
"Pasti punya orang dalam."
"Enaknya kalau punya orang dalam. Tanpa harus tes ini-itu."
"Ssst, itu pangeran ke tiga royal family Kyle. Jangan iri dengki kalian. Tolong mulutnya di kondisikan." Bisik Nenda yang menyadari wajah si pegawai baru itu mirip si wakil direktur dan direktur operasional.
"Iya kah? dia pangeran ke tiga?" bisik Risma sambil melirik Melvin.
Nenda mengangguk mantap.
"Silakan, Vin. Perkenalkan nama dan apa saja yang mereka ingin tahu terkait dirimu.” Imbuh Milan.
"Terima kasih, Pak Milan. Assalamualaikum bapak-bapak dan ibu-ibu. Salam kenal saya Melvin." Ucapnya sembari tersenyum ramah.
"Waalaikumsalam." Para pegawai kompak menjawab.
"Ya gusti, suaranya deep sekali. Berasa di ajak nikah." Bisik Nenda terpesona.
"Allahu akbar. Calon suamiku. Akhirnya menampakkan diri." Gumam Risma melongo menatap si pegawai baru.
"Ya Robbii, ikhlas hamba punya suami modelan gini." Ratih tidak mau kalah. Ia menyuarakan isi hatinya.
"Sopan, Gagah, tampan. Cocok sekali jadi calon mantuku." Manajer logistik pun tidak mau kalah, dia ikut bergumam.
Dan masih banyak lagi bisik-bisik dari pegawai wanita yang mengagumi sosok pria ini. Tidak hanya kaum wanita. Para laki-laki pun bergumam ingin menjodohkan adik perempuan dan anak gadisnya.
Melvin tersenyum mendengar bisikan mereka. "Ehm. Senang bisa bergabung dengan kalian. Mohon bimbingan dan kerjasamanya. Mohon maaf, tapi saya sudah punya kekasih." Ungkap Melvin sambil menyunggingkan sudut bibirnya.
Peduli amat, bila si gadis pujaan hati sedang menjalin kasih dengan pria lain atau malah sudah bertunangan. Bukankah masih bisa di tikung lewat doa sepertiga malam?
Yap, itulah niat Melvin. Dia tidak akan menyerah menaklukkan hati gadisnya. Dan meluluhkan sang Ibunda untuk menerima si gadis pujaan hati.
Para pegawai pun kaget dan mendadak lesu. Baik Milan dan Martin pun melotot, mereka tidak percaya dengan ucapan adiknya.
"Siapa cewek bocah ini?" kompak Bathin Milan dan Martin.
Dan rasa lesu mereka bertambah saat si direktur operasional-Martin Kyle meminta laporan mingguan, paling lambat hari Jumat pagi. Sedangkan ini sudah kamis menjelang siang. Para pegawai di setiap departemen pun memakinya dalam hati.
Melvin mengulum senyum melihat wajah-wajah jengkel dari rekannya.
"Vin, jangan kira kamu lolos dari tugas. Segera tinjau laporan keuangan semester pertama. Penyesuaian fix assets. Rekapan AR, yang bisa ditagih dan yang berpotensi tak tertagih. Lalu segera layangkan penagihan. Oh iya. Dari 15 anak cabang, baru lima yang setor laporan." Celetuk Milan saat para pegawai bubar.
"Tapi yang paling penting. Siapa kekasih mu?" selidik Martin.
"Benar. Aku penasaran. Apa Mama sudah mengenalkan mu dengan anak temannya?" timpal Milan menggelengkan kepalanya.
Melvin mendengus. "Tidak. Aku akan menolak pertemuan dengan cewek pilihan Mama."
"Percuma, Vin. Ujungnya kamu juga akan seperti kita. Harus menikah dengan pilihan Mama-Papa." Decak kesal Martin dan berlalu ke ruangannya.
"Oke, boy. Aku pengen denger ceritamu. Mungkin tidak sekarang. Dan semoga kamu bisa meluluhkan hati Mama. Aku dukung pilihanmu." Ungkap Milan tersenyum tipis sambil menepuk bahu adik bungsunya dan beranjak, akan menghadiri rapat.
Melvin mendengus, menautkan jemarinya."Terima kasih, bang Milan. Aku pasti bisa membuat Mama-Papa menerima Allea."
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Atha Diyuta
smangat ka
2024-01-05
0