ACIEL'S DIARY : INDIGO
Aku tidak tahu apa yang menjadi pemicunya atau sejak kapan semua itu dimulai. Tapi sejauh yang aku ingat, sejak kecil aku sudah melihat cukup banyak hal dengan kedua mataku.
Tentunya hal itu tidak akan menjadi masalah jika aku melihat sesuatu yang memang biasa terlihat oleh banyak orang, tapi sayangnya tidak begitu.
Sesuatu yang bisa aku lihat, sedangkan tidak bisa dilihat oleh orang lain. Yaitu sesuatu yang ada di dunia ini tapi disaat yang sama juga tidak ada. Sesuatu yang tidak diketahui, dan tidak harus diketahui.
Mereka yang disebut Roh.
Atau begitu aku menyebutnya, karena mereka sendirilah yang memberitahuku tentang hal itu.
Untuk orang lain yang tidak bisa melihatnya, mereka biasa disebut sebagai hantu, mahluk halus ataupun arwah. Tapi jujur saja, para Roh itu akan kesal saat orang yang tidak bisa melihat mereka memanggil mereka dengan sebutan itu.
Kemampuan untuk melihat para Roh yang sudah aku miliki sejak lahir.
Saat aku kecil, tentunya tidak pernah sekalipun aku berpikir jika kemampuan itu adalah sesuatu yang aneh ataupun spesial, Karena itu jugalah aku beranggapan jika semua orang yang ada di sekitarku memiliki hal sama dan dapat melihat semua Roh yang berkeliling di sekitar mereka.
Tapi anggapanku itu salah besar.
Dan hasil dari kesalahan itu adalah diriku yang dicap banyak orang sebagai anak gila, seorang pembohong yang menginginkan sebuah perhatian, anak aneh dan anak menyeramkan.
Hal itu membuat semua anak seusiaku menjauhiku dan terkadang juga menggangguku dengan melemparkan beberapa batu ke arahku. Orang dewasa pun memandangku dengan tatapan yang dipenuhi akan rasa takut dan antisipasi.
Saat itu aku sangat tidak mengerti kenapa semua orang tidak bisa melihatnya, kemudian menyebutku pembohong dan membicarakan banyak hal menyakitkan di belakangku.
Dan untuk para Roh yang sadar jika aku bisa melihat mereka juga melakukan kejahilan dengan menggangguku demi menghilangkan rasa bosan mereka.
Mereka membuat cukup banyak kekacauan yang melibatkan orang-orang di dekatku, berkat itu aku memiliki julukan tambahan sebagai pembawa sial.
Saat itu aku juga sangat tidak mengerti kenapa semua Roh yang aku lihat begitu senang saat mereka tahu jika aku bisa melihat mereka.
Membuat mereka melakukan banyak hal untuk menggangguku, kemudian tertawa keras setelahnya.
Mereka benar-benar menambah banyak masalah yang ada pada hidupku.
Tapi seiring berjalannya waktu, seiring pertumbuhan yang aku alami, aku memahami banyak hal yang belum aku tahu sebelumnya.
Baik tentang kemampuan yang aku miliki, pandangan orang-orang yang ada di dekatku, juga pandangan dari para Roh yang aku lihat.
Semua itu merujuk pada kata aneh, abnormal, keterkejutan, ketakutan, waspada, antisipasi, menarik dan banyak hal lainnya. Tapi untuk diriku yang saat ini, aku sudah tidak tidak terlalu peduli dengan semua itu.
Aku menerima semuanya sebagai bagian dari diriku dan dengan sepenuh hati menjalankan kehidupan biasa selagi menyadari sebuah fakta dimana aku bisa melihat para Roh, yang tidak bisa dilihat oleh banyak orang di sekitarku.
Baiklah, dengan ini mari kita mulai perkenalan dirinya.
Namaku adalah Aciel Luciel.
Seorang remaja pria berusia empat belas tahun, duduk pada bangku kelas tiga SMP. Satu-satunya keunikan yang ada pada diriku adalah sebuah fakta dimana aku bisa melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh orang lain.
Mereka yang memiliki mata untuk melihat banyak hal yang tidak terlihat. Dengan kata lain, aku adalah seorang Indigo.
Salam kenal.
____________________________________
Kring! Kring! Kring! Kring!
Suara jam alarm yang memberikan tekanan pada telinga menggelegar dan menyebar ke segala penjuru dari gudang yang ada di sekitarnya. Getaran suara membuat beberapa keping debu berjatuhan dari langit-langit, turun menghampiri hidungku dan—
"—Hachoooww!!"
Dengan seperempat kesadaran yang masih melekat pada kepalaku, aku segera duduk sembari bersin beberapa kali.
Kemudian mengusap mataku yang membentuk sebuah garis horizontal dan mengambil sapu tangan untuk mengeluarkan ingus dari hidungku.
Kring! Kring! Kring! Kring! Kriiiiiiiiing!!
"Berisik!! Aku juga mengalami mimpi buruk yang sama hari ini!!" Tanpa sadar, aku melayangkan tangan dan menghantam alarm tanpa jarum yang bergetar hebat di sampingku. Membuatnya terlempar dan menabrak dinding dengan keras.
Alarm itu langsung mati di tempat.
Berusaha untuk mengumpulkan kesadaran lebih banyak, aku menghirup napas panjang dan menepuk pipi dengan pelan, kemudian melihat pada lantai gudang yang sedikit berdebu, atau lebih tepatnya pada sesuatu yang bergerak disana.
Yaitu pada seekor tikus, tentunya itu bukanlah seekor tikus biasa.
Lebih tepatnya seekor tikus putih dengan kumis abu-abu lebat, memiliki dua ekor dan enam kaki ditambah tiga tanduk kecil yang tumbuh pada kepalanya. Tikus itu menyeret sebuah roti di belakangnya selagi berjalan tegak di depanku.
Dia adalah Roh tikus yang mendiami gudang dimana aku tinggal, aku memanggilnya—
"—Jerry, jam berapa sekarang?" Tanyaku dengan nada pelan.
Jerry menghentikan langkahnya dan menolehkan wajah tikus berbulu putihnya ke arahku.
Hidungnya berkedut diikuti beberapa pergeseran pada raut wajahnya, untuk manusia biasa perubahan seperti itu memang tidak terlalu jelas tapi tentunya berbeda bagiku yang sudah terbiasa. Jerry saat ini memasang ekspresi kesal.
"Bocah, siapa yang kau panggil Jerry? Bukannya aku sudah bilang padamu sebelumnya, jika setiap Roh memiliki namanya tersendiri? Jangan seenaknya memberi kami nama. Aku sudah mengatakan berkali-kali dan ini akan jadi yang terakhir kalinya, selanjutnya akan aku pastikan untuk memberimu kutukan."
Berbeda dengan penampilan kecilnya, Jerry memiliki suara yang sangat berat dan cukup untuk memberikan tekanan. Hal itu membuat ancaman yang dia keluarkan terdengar meyakinkan, aku mengangkat bahu untuk meresponnya.
"Dan bukannya aku sudah berkali kali mengatakan ini sebelumnya? Untuk memberitahukan namamu jika kau tidak ingin aku beri nama panggilan lain. Kau bisa menghitungnya sebagai balas budi karena aku membiarkanmu mencuri roti dari dapur milik keluarga yang menampungku." Ucapku, memberikan nada yang cukup kuat.
"Bagi Roh seperti kami, sebuah nama adalah sesuatu yang menggambarkan nyawa kami sendiri. Bahkan ada beberapa Roh yang menganggap nama mereka jauh lebih berharga dari nyawa mereka, mana mungkin aku memberitahukan hal sepenting itu pada seorang bocah manusia sepertimu, kan?"
Jerry meludah, kemudian melanjutkan.
"Dan juga, kau mengatakan balas budi? Karena aku mencuri roti ini? Dari awal aku tidak membutuhkan bantuan darimu untuk mendapatkannya jadi kenapa aku harus membalas budi? Untuk seukuran bocah manusia, kau cukup gila."
"Tidak tidak, karena kau mencuri roti itu keluarga yang menampungku saat ini mulai mencurigai diriku sebagai pencurinya. Mereka bahkan memberikan beberapa pertanyaan padaku sepulang sekolah kemarin dan menghukum diriku dengan tidak membiarkan ikut makan malam."
"Bukannya kau hanya perlu memberitahu mereka jika aku yang mencurinya?"
"Tentu saja aku akan melakukan hal itu dengan senang hati, jika bisa. Masalahnya hanya aku manusia yang bisa melihatmu sedangkan orang-orang lainnya tidak, mereka akan menganggap diriku gila dan membuatku berpindah tempat lagi. Aku sudah cukup nyaman tinggal di gudang ini jadi setidaknya biarkan aku tinggal dua sampai tiga bulan lagi, oke? Jangan mencuri sampai saat itu." Aku menyatukan tanganku dan menundukkan kepala, ke arah Jerry.
Pemandangan di mana seorang manusia memohon pada seekor tikus, hal ini membuatku sedikit pusing saat memikirkannya tapi aku tidak punya pilihan lain yang bisa dilakukan saat ini.
Dan jawaban dari permohonan tulus itu adalah—
"—Kenapa aku harus mendengarkan permintaan bocah manusia sepertimu? Enyahlah." Ucap Jerry dengan nada yang menggambarkan rasa jijik.
Tikus ini, bukannya dia mengangkat dirinya terlalu tinggi? Padahal dia hanya Roh Tingkat Rendah. Aku mencoba untuk menyelesaikan masalah baik-baik di sini tapi sepertinya itu tidak berguna.
Kalau begitu aku hanya perlu menggunakan opsi lain, yaitu paksaan.
Aku berdiri dan berjalan mendekati Jerry, mengulurkan tanganku ke arahnya dan sebuah sinar berwarna biru keputihan dengan perlahan muncul dari telapak tangan yang aku arahkan pada Roh tikus albino itu.
"Hm? Apa yang kau lakukan?" Tanya Jerry.
Aku mengabaikannya dan tanpa mengatakan apapun, terus mendekatkan tanganku ke arahnya sampai—
"Aciel!! Bangun!! Ini sudah pagi!!"
—Sampai sebuah suara gedoran yang kuat datang pada pintu gudang di depan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Melki Kotok
a
2022-12-01
0
YT FiksiChannel
are
2022-11-27
0
alterna.nas
Halo, Kak. Saya Nanas.
Anu, sebelumnya saya meminta maaf apabila komentar saya ini akan berfokus kepada sesuatu yang sedikit menyinggung. hehe. mohon maaf sebelumnya.
Cerita kakak bagus, menggunakan sudut pandang orang pertama pula, saya terkesan dengan judul dan sinopsis ceritanya. Akan tetapi, bukan itu yang hendak saya utarakan.
Pada paragraf ini, dialog merujuk pada dialog tag. Namun, penggunaan dialog tag yang kakak terapkan kurang tepat sehingga terlihat seperti dialog narasi, tapi juga bukan dialog narasi itu sendiri.
dialog tag :
"Achiel itu bisa lihat hantu," kata Roh. (ini penggunaan yang tepat.
"Achiel itu bisa lihat hantu." Kata Roh. (ini penggunaan yang kurang tepat.
kenapa toh begitu?
Sebab pada dialog tag, ketika kalimat dalam tanda kutip sudah selesai dan dikasih tanda baca (pada dialog tag biasanya menggunakan beberapa tanda baca mulai dari koma sampai tanda tanya dan tanda seru, kecuali tanda titik), maka pada kata selanjutnya menggunakan huruf kecil dan bukannya huruf besar.
Berlainan dengan dialog narasi. Sebelum kalimat dalam tanda kutip ditutup oleh tanda kutip lagi, berikan tanda baca titik/tanda baca tertentu sesuai intonasi yang terkandung dalam kalimat.
Wah, maaf yaa, begitu saya datang kemari malah komentar begini.
ceritanya menarik sekali, Kak. saya suka karena saya juga sedang menulis cerita tentang indigo, tapi nggak di sini. saya sedang cari referensi sih. semangat, ya, Kak!
2022-11-25
2