"Aciel!! Cepat bangun!! Ini sudah pagi!!"
Suara teriakan seorang wanita tua terpancar, diikuti bunyi gedoran kuat yang mengguncang pintu gudang. Aku segera berlari melupakan tikus albino itu dan membuka pintu gudang dengan cepat.
Cahaya dari matahari yang mulai menanjak memasuki pandanganku, itu terasa menyilaukan karena mataku yang terbiasa dengan lingkungan gudang yang cukup gelap.
Aku mengedipkan mata beberapa kali untuk membiasakan diri dan melihat seorang wanita kurus yang berdiri tepat di depanku.
Dengan tubuh kurus tegap yang berlapiskan jas hitam dan kemeja putih, memiliki wajah berkerut layaknya rubah dengan tatapan matanya yang tajam, kacamata berantai dan aura intimidasi yang mengelilinginya.
Wanita tua di depanku bernama Anggrida Sena, dia adalah bibiku.
Aku biasa memanggilnya bibi An.
Kalau tidak salah untuk usianya tahun ini, 42 tahun? Aku tidak terlalu mengingatnya.
"Aciel, ini sudah jam enam. Mau sampai kapan kamu tidur?! Cepat bereskan tempatmu tidur dan masak sarapan! Brian dan pamanmu sudah kelaparan, tahu?! Kami sudah membiarkanmu tinggal di sini jadi pastikan untuk membayarnya dengan setimpal!"
Seperti biasa, tidak ada pagi tanpa satupun omelan yang memasuki telinga.
Saat ini aku tinggal di rumah pamanku bersama istri dan anaknya, tentu saja aku tidak benar-benar tinggal bersama mereka karena aku menempati gudang di belakang rumah.
Karena aku hanya hidup sebatang kara tanpa adanya sebuah keluarga, dari kecil aku sudah tinggal bersama para kerabat dari ayahku dan pindah rumah beberapa kali setiap tahunnya.
Itu membuatku merasa seperti sebuah Dodge ball dimana aku dilempar dari satu tangan ke tangan lainnya dan yang terkena akan menampungku selama beberapa waktu. Ini memang sedikit berat awalnya tapi aku sudah cukup terbiasa.
Dan untuk kedua orang tuaku, sayangnya aku sama sekali tidak bisa mengingat apapun tentang keduanya.
Aku juga sudah bertanya beberapa kali terkait barang peninggalan milik mereka pada para kerabat tapi yang aku dapatkan hanyalah omelan lainnya.
Setidaknya aku sudah cukup bersyukur karena para kerabat yang menerimaku sudah membiarkanku tinggal pada gudang ataupun loteng rumah mereka, ini jauh lebih baik dari tinggal di sebuah panti asuhan ataupun pinggir jalan.
Dan agar aku tidak lebih memberatkan mereka yang menampungku, aku menawarkan untuk membantu segala hal seperti bersih-bersih, memasak, memotong rumput, belanja dan lainnya.
Sebagai gantinya aku akan mendapatkan sebuah seragam sekolah dan beberapa makanan setiap hari.
Semua itu sudah cukup bagiku, setidaknya untuk saat ini.
"Maafkan aku bibi, aku akan segera bersiap dan memasak sarapan." Balasku dengan senyuman.
"Kalau begitu cepatlah!! Semuanya menunggu!! Kamu sudah tinggal disini selama setengah tahun jadi pastikan untuk mengingat semua peraturannya!! Jangan sampai kesiangan lagi!!"
"Baik! Aku akan segera ke dapur setelah ini!"
Meninggalkan helaan napas yang dalam pada setiap langkahnya, Bibi An akhirnya pergi. Aku memastikan jika orang itu sudah memasuki rumah, kemudian menutup pintu gudang dengan perlahan setelahnya.
Bagaimanapun, menghadapi situasi seperti ini berkali-kali membuatku cukup peka tentang cara untuk melewatinya. Kau hanya perlu diam dan mengangguk dengan senyum, kemudian semuanya akan segera lewat tanpa menyisakan masalah apapun.
Dan juga, sudah jadi hal biasa jika Bibi rubah itu mengomel di pagi hari. Lagipula orang ini sudah berusia empat kepala, mungkin darahnya mudah untuk naik saat menginjak usia itu.
Tapi itu memang fakta jika aku bangun sedikit lebih siang hari ini, padahal biasanya aku sudah menyelesaikan semua persiapannya di jam setengah enam pagi.
Apa mungkin karena aku tidak makan malam semalam? Atau tidur yang tidak nyaman karena suhu gudang yang sedikit dingin? Aku juga mengalami mimpi buruk yang sama selama dua sampai tiga hari ini.
Tidak, aku sudah terbiasa dengan semua itu, kecuali mimpi buruknya. Apa ini? Tubuhku juga terasa aneh. Rasanya seperti ada sesuatu yang membungkus kulitku dengan kain tak terlihat.
Ini sensasi yang akan aku rasakan saat ada sepasang mata yang mengawasiku. Tapi tidak ada Roh lain di gudang ini selain Jerry.
Apa hanya perasaanku saja, ya?
"Apapun itu, aku harus segera menyiapkan sarapan lalu bersiap-siap untuk sekolah! Akan gawat jika aku melakukan kesalahan lagi!!"
Aku segera melepas pakaian dan berlari menuju kamar mandi gudang, hanya menghabiskan waktu lima menit untuk seorang pria remaja sepertiku membersihkan diri di pagi hari.
____________________________________
Keluarga Sena.
Itu adalah nama Marga dari kerabat yang memberiku tempat tinggal saat ini. Aku sudah tinggal bersama ketiganya kurang lebih selama enam bulan, sejak bulan September pada tahun lalu hingga Februari tahun ini.
Setidaknya mereka akan membiarkanku tinggal di sini sampai aku lulus SMP bulan April nanti.
Hal itu juga membuatku cukup senang karena mereka adalah satu-satunya kerabat yang membiarkanku tinggal selama lebih dari enam bulan.
Dengan jatah makan dua kali sehari, tinggal di gudang belakang rumah dan penggunaan fasilitas lainnya, ini adalah pertama kalinya aku mendapatkan perhatian sebanyak ini.
Sebagai pembuka hari, aku menyiapkan sarapan untuk porsi tiga orang. Kemudian duduk makan di meja yang sama dengan Keluarga Sena.
"Ya ampun, kenapa Aciel ikut makan bersama kita lagi kali ini? Bukannya tadi malam aku sudah bilang tidak mau makan satu meja bersama anak ini karena bau badannya? Dia tinggal di dalam gudang yang kotor jadi aromanya juga masuk ke dalam tubuhnya!"
Ucap seorang anak gendut berseragam yang duduk di sampingku, memegang hidungnya dan menampakkan ekspresi mual yang terlalu berlebihan. Dia adalah Brian Sena, anak dari Bibi An dan Paman Daniel.
Memiliki tubuh bulat dengan leher yang terlipat, pipi menggembung layaknya seekor tupai bersama perutnya yang hampir menembus celah seragamnya, dan kaki serta tangannya yang pendek.
Dari apa yang aku pahami, kedua orang tuanya menganggap Brian memiliki tubuh bulat mungil yang imut seperti kelinci tapi di mataku anak ini hanya tampak seperti seonggok daging babi dengan nafasnya yang terengah-engah.
Aku tidak tahu dari mana penilaian kejam ini berasal. Meskipun aku merasa sangat berterimakasih pada Bibi An dan Paman Daniel tapi aku sama sekali tidak merasakan hal itu dari Brian.
Apa mungkin karena dia tidak memberikan kontribusi apapun padaku dan hanya menghinaku secara sepihak?
Ya, mungkin begitu. Bukan berarti aku merasa iri dengan tubuh gemuknya sedangkan aku hanya memiliki tubuh yang relatif kurus.
Cih, sialan.
Di saat aku mempercepat suapan nasi pada mulutku dan sepenuhnya mengabaikan perkataan babi di sampingku, bibi An membalasnya.
"Ya ampun, dasar Brian. Mau bagaimanapun Aciel sudah membantu menyiapkan sarapan jadi dia harus ikut makan. Akan repot jika dia malah pingsan di sekolah, kan?"
Bibi memang mengatakan itu tapi orang ini semalam tidak membiarkanku menyentuh makan malam. Jadi itu artinya dia pikir tidak masalah jika aku pingsan di dalam gudang? Bahkan aku pun merasa sedikit tersakiti dengan itu.
"Tapi tidak harus makan di satu meja bersama kita juga, kan?! Beri dia satu atau dua potong roti lalu lemparkan saja di depan pintu gudang dan dia akan memakannya sendiri nanti! Dia juga mencuri beberapa roti tadi malam jadi dia pasti sudah sarapan juga pagi ini! Tidak perlu memberinya makanan!!" Brian menggebrak meja, membuat sup yang ada di piringnya berserakan pada permukaan meja.
Apa katamu, babi? Apa kau pikir aku ini seekor anjing penjaga atau sesuatu yang lain? Dan yang mencuri roti bukanlah aku, tapi Roh Tikus!! Lalu roti yang dicuri itu hanya satu, bukan beberapa!!
Aku benar-benar ingin menghajarnya tapi dia tetaplah anak dari Bibi An dan Paman Daniel. Aku harus menahan diri untuk mempertahankan tempatku di rumah ini sementara waktu.
Suasana di meja makan sedikit memanas dan ketegangan akhirnya mulai mencapai puncaknya, hanya tersisa satu dorongan sampai ledakan emosi memenuhi ruangan ini. Dan—
—Brakk!!
Saat aku berniat mengangkat pantat dari kursi untuk melarikan diri, suara pukulan menghantam meja dengan cukup keras dan menghamparkan semua piring serta gelas di atasnya.
Dalam sesaat saja meja makan sudah benar-benar berantakan.
Ini juga membuat hatiku sedikit sakit melihat makanan yang aku buat dengan sepenuh hati di buang dengan cara keji seperti itu. Tapi melihat tangan orang yang melakukannya membuatku tidak bisa mengeluarkan protes apapun.
Pelakunya tentu saja, Paman Daniel.
Diantara kebingungan serta keheningan yang menyelimuti meja itu, suara Paman Daniel terdengar sangatlah jelas.
"Kenapa kalian sangat berisik saat sarapan?"
Pada akhirnya keadaan segera menjadi tenang dengan satu kalimat menyeramkan itu dan tanpa menghiraukan apapun, aku berangkat dengan langkah perlahan menuju sekolah.
Aku biasa menempuh sekolah dengan berjalan kaki selama lima belas menit, berbeda dari babi Brian yang diantarkan ibunya menggunakan mobil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments