Sebuah ruangan bersalin di Rumah Sakit Bunda Kota Palembang, penuh kebahagiaan. Seorang ibu-ibu muda baru selesai melahirkan. Sepasang anak laki-laki kembar lahir sehat dan normal. Beberapa suster datang mengecek infus, kesehatan ibu dan bayinya, kemudian keluar. Ada yang dia katakan pada si ibu dan mertuanya. Yang duduk di sebuah kursi. Sementara itu seorang gadis berhijab pink sibuk maen handphone. Dia memfoto dua kemenakannya yang baru lahir dan dia upload di media sosial miliknya. Sementara Dua bayi masih merah tidur nyenyak di ranjang khusus.
"Bagaimana keadaanmu, Reze." Tanya ibu mertuanya mendekat setelah semua suster pergi.
"Alhamdulillah, baik Bu." Jawab Reze atas pertanyaan Ibu Mertuanya. Pintu kamar terbuka, seorang laki-laki muda membawa banyak belanjaan. Kemudian dia memberikan semua belanjaan pada adik perempuan untuk mengurusi.
"Siapkan ini, Pintan." Ujarnya sambil menunjuk belanjaan. Pintu toilet terbuka, seorang kakek-kakek keluar.
"Iya, Koyong." Jawabnya.
"Dinda, Bak-Umak, dan Gafur besok baru ke Palembang. Kakak Mansur menelpon Kanda, saat belanja di Indomaret." Kata laki-laki itu
"Iya, tak apa." Jawab Reze lemah.
"Bak, ada martabak." Ujar suami Reze.
"Anak Bak nian kau ini, Katara." Jawab ayah Katara. "Pintan." Panggilan kode, memang mertua laki-laki Reze hobi martabak kacang.
"Iya Bak, sebentar." Sahut Pintan sambil menata makanan di piring.
"Ayuk nak buah apa." Tanya Pintan pada Reze. Reze menjawab buah apa yang ada. Ibu mertua juga menganjurkan banyak makan sayur dan buah. Sebab ibu menyusui perlu asupan nutrisi yang banyak untuk memproduksi ASI. Mereka keluarga bahagia, selalu bercengkrama dengan ceria.
Suasana pun tenang, sambil memakan makanan Pak Katara menceritakan kejadian kemarin sore pada keluarganya. Ayah, Ibu dan Pintan terkejut sekali. Mereka tidak menyangka kalau Pak Katara dan Istrinya baru melewati keadaan buruk dan genting.
"Mungkin bapak baik itu, terbunuh." Kata Pak Katara lesu. Sementara ibunya memeluk Reze sambil menangis. Pintan juga berkaca-kaca matanya. Ayah Katara terdiam seribu bahasa, mengetahui anak dan menantunya mengalami musibah buruk itu.
"Apa kita diamkan dan biarkan saja, Kanda. Apakah kita tidak berdosa." Tanya Reze takut.
"Kanda juga mengerti dinda. Kita berhutang nyawa pada bapak itu. Kita akan cari alamatnya, bila perlu meminta bantuan polisi." Jawab Pak Katara.
"Bukan hanya kita, tapi dua anak juga." Ujar Reze sambil sesenggukan.
"Kalau demikian, segeralah kau melaporkan kejadian ini ke polisi. Apalagi mobilmu yang mereka rampas. Sebelum ada kejadian lain yang bersangkutan dengan mobil itu. Misalnya perampokan Bank atau apalah." Kata ayah Pak Katara.
...*...
Pak Katara dan Istrinya ternyata belum sempat melapor ke polisi. Reze istrinya tiba-tiba sakit perut dan segera akan melahirkan. Itulah mengapa Pak Katara langsung ke rumah sakit dan menunggu sampai persalinan istrinya selesai baru dia akan melaporkan kejadian sore itu. Beberapa saat di rumah sakit dia menelpon ayah dan ibunya untuk pergi ke rumah sakit. Setelah bercerita, akhirnya Pak Katara dan ayahnya pergi ke kantor polisi untuk melapor.
...*****...
Di rumah sakit, Reza terus dihantui rasa bersalah. Dia mengingat kejadian kemarin sore. Sebelum mereka begitu jauh. Reze menoleh sekilas ke belakang. Dia melihat si pemulung dikeroyok tiga orang. Reze dan suaminya juga masih melihat pemulung itu ditusuk berkali-kali oleh penjahat.
"Sudah Reze, nanti kalau kau sehat. Kita sekeluarga datang kerumah mereka. Kalau perlu istri atau anaknya kita berikan pekerjaan, santunan. Kita anggap mereka keluarga kita. Sekarang kau banyak istirahat. Semoga penjahat itu cepat ditangkap polisi. Kemudian dihukum setimpal perbuatannya." Ujar ibu mertua Reze sambil membelai rambutnya.
"Benar kata ibu, Yuk." Kata Pintan ikut menghibur. Sambil duduk Pintan membuka akun media sosial facebook miliknya. Dia menemukan berita yang sedang heboh. Tentang terbunuhnya seorang pemulung di samping rumah kosong. Pintan membaca berita, dan menunjukkan foto lokasi. Reze membenarkan lokasi itu. Dan membenarkan juga kalau orang di berita itu adalah orang yang menolongnya.
"Bapak itu bertaruh nyawa, ada lima tusukan di tubuhnya kata polisi." Jelas Pintan. Ibu mereka tampak bergidik ngeri mendengar itu.
TIBA-TIBA:
"Ting-Tung-Tung-Tung" Bunyi smartphone milik Reze berbunyi.
"Sebelah mana ruangan persalinan kamu, Ze." Tanya suara di telpon.
"Ruang Anak khusus, lantai tiga paman." Jawab Reze. Ibu mertua bertanya siapa, Reze menjawab Paman Redo. Pak Redo adik kandung ayah Katara.
"Arah sebelah mana kalau naik." Tanya lagi. Reze bingung, dia melirik Pintan. Lalu bertanya apakah Pintan mau menjemput paman dan keluarga di bawah. Pinta bersedia, dan segera keluar ruangan.
"Oh, menjelaskannya, Paman. Nanti Pintan yang menjemput. Atau paman ke resepsionis saja." Jawab Reze. Terdengar suara bayi menangis kecil dan diam lagi.
"Jangan-jangan lapar ini, cucu nenek." Kata mertua Reze. Tidak berapa lama paman, bibi, anak-anaknya tiba bersama Pintan. Mereka membesuk persalinan istrinya Pak Katara.
"Bibik Ziwa, sehat." Ujar Pintan sambil memeluk istri pamannya.
"Dudi, Futo, sudah besar kalian." Ujar ibu Pak Katara memanggil dua anak adik iparnya.
"Mengapa kontak Katara tidak aktif." Tanya Paman Redo.
"Kakakmu, dan Katara di kantor polisi." Jawab mertua Reze.
"Kantor polisiiiii." Paman Redo dan istrinya terkejut bukan kepalang. Setelah itu, Reze dan mertuanya menjelaskan peristiwa yang menimpa Pak Katara dan Reze kemarin sore.
"Pas hujan, sore kemarin. Inalillahi wa Inna ilaihi Raji'un." Kata Pak Redo diakhiri cerita.
...*****...
Ruang kelas tujuh SMP Negeri 40 Palembang terlihat tenang dan rapi. Semua siswa-siswi tertib duduk di bangku masing-masing. Siap menunggu pelajaran. Hari Sabtu siang mata pelajaran Bahasa Indonesia, yang bersifat kreatifitas menulis. Seperti puisi, cerpen, pantun, dongeng, dan andai - andai. Andai-andai adalah sastra lisan asli dari Sumatera Selatan yang bersifat fantasi, sejenis dongeng.
"Bagaimana, sudah tugasnya anak-anak." Tanya Wali Kelas Tujuh. Kemudian dia berkeliling ruangan, melihat sedikit atau bertanya-tanya.
"Yuzaka, kamu bikin cerita apa?." Tanya Ibu Guru sekaligus wali kelasnya.
"Rahasia Bu." Yuzaka malu-malu dan menutup tulisannya.
"Disin, buat apa?." Tanya ibu.
"Dongeng anak Bu." Jawab Disin.
"Bagus." Ibu guru kembali berkeliling ruangan.
"Kayba, bikin apa?." Kayba juga menutup buku tulisnya. Semua mata melihat ke arah Kayba.
"Pasti puisi, itu pun kalau jadi." Ujar seorang siswa laki-laki. Kayba yang badan gemuk dan tinggi tampak kelagapan mendengar kata-kata temannya itu. Terdengar suara tawa disekeliling kelas.
"He, kali ini pasti selesai." Ujar Kayba sambil mengacungkan tinju. Semua kembali tertawa melihat tingkah Kayba.
"Katanya mau jadi penulis terkenal, buat puisi trus dari awal masuk kelas." Celetuk teman satunya lagi. Kembali ruangan penuh dengan tawa lagi.
"Pagli, Teram. Sudah jangan menggoda temannya. Dalam berkarya kita harus saling mendukung. Supaya karya kita bertambah baik. Masukkan dan saran-saran untuk kebaikan sebuah karya. Itu yang perlu kalian lakukan. Kalau mau hebat menulis kalian harus terus berlati." Nasihat ibu Wali Kelas.
"Aram, kamu bikin apa?."
"Saya bikin syarce, Bu." Jawab Aram datar.
"Apa syarce, baru dengar." Sahut ibu guru.
"Syarce sastra baru yang Aram baca di internet. Syarce singkatan dari syair dan cerita. Syair atau puisi bahasanya sulit dipahami oleh semua orang. Jadi kalau digabungkan dengan cerita semua orang akan mengerti. Syarce, ada yang fiksi ada yang non fiksi. Non fiksi berarti berasal dari kejadian sebenarnya walau disampaikan secara abstrak." Jelas Aram.
"Ok, baiklah. Ibu tunggu karya kamu." Ujar ibu Wali Kelas. Dia kemudian kembali keliling ruangan menyapa murid yang lain. Ruang kelas kembali ramai dengan candaan mereka. Tapi mereka tetap menulis dan berkarya yang terbaik.
"Sabtu depan, boleh dibagikan pada teman yang mau menjadi relawan untuk membacakan karya. Atau dibacakan sendiri oleh penulis." Kata ibu Wali Kelas. Beberapa saat kemudian jam pelajaran berakhir, ditandai bunyi bel sekolah. Maka, semua mengumpulkan tugas karya tulis di meja guru.
"Yang bagus, nanti ibu upload pada website sekolah. Atau dikirim ke lomba literasi tingkat nasional." Kata ibu Wali Kelas sambil menyusun buku-buku tugas mereka. Setelah terkumpul semuanya, kelas hari itu berakhir.
...*****...
Di gapura sekolah.
*
"Yuzaka, kalau saya ada salah. Saya minta maaf, sampaikan juga pada teman-teman." Kata Aram lesuh, tapi dia tersenyum. Aram menyodorkan sepucuk surat padanya.
"Kau tak ada salah Aram. Kenapa juga meminta maaf, aneh. Kalau kau ada salah padaku, sebelum kau memintanya. Ada apa, aneh-aneh kamu." Jawab Yuzaka sambil tersenyum, dia bahagia kalau Aram menyapanya. Tanpa curiga, Yuzaka mengambil sepucuk surat dari tangan Aram. Sekilas dia membaca kalau surat itu ditujukan pada Wali Kelas mereka.
"Tidak apa-apa, Aku duluan ya." Ujar Aram, dia kemudian melangkah pulang berjalan kaki seperti biasa. Yuzaka mengiakan, lalu duduk dibangku di depan pagar sekolah. Memperhatikan Aram yang berjalan tanpa menoleh diantara siswa-siswi pulang. Bangku besi memanjang diteduhi pohon angsana yang rindang. Tempat biasa siswa-siswi menunggu jemputan. Yuzaka menunggu jemputan, ayah atau kakaknya. Beberapa anak sekolah juga duduk di sekitarnya. Sementara siswa-siswi sekolahnya terus mengalir keluar. Ada yang bersepeda, jalan kaki, atau bersepeda motor.
"Yuzaka, saya duluan ya." Panggil seorang siswi satu kelas dengannya. Dia pulang dengan kakaknya yang sudah kelas sembilan.
"Iya Disin, jangan lupa main kerumah nanti, rujakan."
"Okkk." Teriak Disin sambil melambaikan tangan.
"Jangan lupa ajak yang lain." Teriak Yuzaka, dan dibalas kode oke oleh Disin.
...*****...
Sudah tujuh hari meninggalnya ayah Aram. Itu bertepatan dengan habisnya masa sewa kontrakan bulan itu. Tinggal tiga hari lagi waktu bayar.
"Pak, kontrakan Pak Marang hampir habis bulan ini. Bagaimana, dia sudah meninggal dan hanya anak-anak saja." Ujar ibu pemilik kontrakan pada suaminya.
"Bagaimana lagi, mereka juga tidak bisa membayar yatim-piatu." Jawab suaminya bingung.
"Apa tak ada keluarga mereka." Tanya istrinya.
"Mereka tidak tahu, mereka bilang ada keluarga tapi tidak tahu di mana." Jelas suaminya.
"Kalau tidak bisa membayar, sesuai aturan Pak." Kata istrinya. Suaminya diam saja, dia tidak dapat memutuskan bagaimana. Rasa kasihan pada Aram juga memenuhi hatinya. Tapi kontrakan itu juga mata pencaharian mereka.
Sekitar pukul sembilan malam, ibu pemilik kontrakan mendatangi kontrakan Aram. Waktu itu, dia masih belajar bersama adik-adiknya.
"Krettt." Pintu tiba-tiba terbuka. Aram dan adik-adiknya melihat ke pintu, masuk ibu-ibu gemuk. Mendekati Aram dan adik-adiknya. Aram yang menelungkup berbalik bangkit, dan duduk. Adik-adik Aram diam memperhatikan penuh tanda tanya.
"Aram, kontrakan kalian tinggal tiga hari lagi. Kalau kalian tidak bisa membayar, silakan tinggalkan kontrakan ini. Bawak semua barang-barang kalian." Kata ibu kontrakan, dengan sinis. Aram hanya mengangguk saja, dia merasakan kengerian dari wajah dan pandangan ibu gemuk itu. Setelah itu, ibu pemilik kontrakan pergi. Aram begitu sedih, dia pandangi adik-adiknya. Teringat pesan ibunya, dia harus menjaga adiknya.
"Umakk. Baakkk." Itulah suara jeritan hati Aram.
...*****...
TIGA HARI KEMUDIAN.
*
Aram mendorong gerobak peninggalan ayahnya. Sinar matahari sudah cukup panas, sekitar pukul sebelas siang. Di dalam gerobak: pakaian mereka, tas sekolah, alat dapur yang tidak begitu banyak. Satu lusin piring plastik, cangkir plastik, sendok satu lusin, kuali, periuk, cedok, sekit, kompor gas, terpal, parang, pisau dapur, galon air, cerek plastik, dan alat lainnya. Aram tidak tahu mau pergi ke mana, yang jelas dia melangkah saja diikuti adik-adiknya, meninggalkan kontrakan. Mereka pergi sebelum waktunya subuh, sehingga tidak ada yang tahu.
"Koyong, kita kemana." Tanya Figan, dia tampak kecapean berjalan dan minta minum, dia haus.
"Koyong, Aku lapar." Kata Luran. Aram ingat Ubi rebus yang dia masak tadi. Kemudian mencari tempat rindang dan jauh dari jalan raya. Dia mengajak tiga adiknya makan ubi rebus beralas tikar plastik yang lapuk. Air minum sebotol plastik bekas air mineral.
...*****...
Di Sekolah Aram.
*
"Lapor, upacara telah selesai." Kata pemimpin regu paling kanan pada pemimpin upacara bendera hari Senin. Beberapa pemimpin regu juga mengikuti.
"Laporan selesai, upacara selesai." Laporan pemimpin regu.
"Bubarkan." Jawab pemimpin upacara. Setelah itu, semu diistirahatkan, lalu membubarkan diri. Para guru masuk ruang kantor sekolah, sedangkan siswa-siswi istirahat lima belas menit sebelum masuk kelas.
...*****...
Di Kelas Aram.
*
"Ibu, ini surat dari Aram. Sepertinya dia tidak sekolah hari ini." Kata Yuzaka, setelah itu dia berbalik dan menuju bangkunya.
"Oh, iya." Ibu Wali Kelas mengambil surat, dan meletakkan di atas map tebal. Kemudian dia segera mengabsen siswanya. Sebelum absen dia menandai nama Aram dengan izin. Lalu dia mulai memanggil siswa-siswinya satu per satu.
"Ada yang tahu mengapa Aram tidak sekolah." Tanya ibu Wali Kelas sambil menutup buku absensi.
"Pasti takut baca syarce karyanya yang aneh itu, Bu." Kata Ramda teman sebangku Aram. Terdengar tawa beberapa orang siswa, langsung dibantah oleh gurunya.
"Hus, tak boleh begitu." Sangga si Wali Kelas.
"Aram sii, masih kecil bikin karya cinta-cintaan. Makanya dia malu Bu. Ngaji saja belum tamat." Celetuk Boby. Kali ini semua tidak bisa menahan tawa, sehingga ibu Wali Kelas juga ikut tertawa.
"Jangan bercanda begitu pada Aram. Dia tidak pernah pacar-pacaran." Yuzaka membela Aram.
"Yeeeeee." Satu kelas temannya berbunyi seperti itu.
Membuat Yuzaka malu setengah mati. Malah Yuzaka dibilang suka sama Aram dan parahnya Yuzaka diledek mau jadi istri Aram. Betapa kesalnya Yuzaka di goda teman sekelasnya begitu. Wajahnya merah padam dan tidak bisa berkata-kata lagi.
"Stopppp. Sudah. Panjang urusan, belajar sekarang." Kata ibu Wali Kelas.
...*****...
Pelajaran di mulai, satu demi satu membacakan karya mereka. Ibu guru sekaligus Wali Kelas menjelaskan kelemahan dan kelebihan karya mereka. Mana tata bahasa yang salah dan benar. Sehingga semua menjadi paham dan mengerti. Semua sangat bersemangat dan seru ketika giliran Kayba. Ternyata puisi Kayba memang belum selesai. Saat dia membacakan dan terpotong alurnya.
"Kan tidak selesai." Kata Boby, Teram, dan Pagli hampir bersamaan, lalu seisi kelas tertawa. Ibu Wali Kelas tidak dapat lagi menahan tawa juga. Wajah Kayba gembul menjadi merah, menahan malu.
"Adu kalian ini, bikin puisi itu dengan perasaan dan imajinasi tinggi. Tidak hanya asal tulis, seperti karya tulis lain." Ujar Kayba bermaksud menjelaskan mengapa puisi miliknya tidak selesai. Keadaan semakin riuh ketika penjelasan Kayba diutarakan. Wali Kelas menenangkan dan meminta Kayba duduk.
"Ini, karya Aram ada yang mau membacakan." Tanya Ibu Wali Kelas. Lama semua terdiam, tidak ada yang mau membacakan.
"Biar saya saja, Bu." Tawar Yuzaka.
"Yeeeee." Kembali suara satu ruangan penuh.
"Sudah, silakan Yuzaka." Ujar ibu guru. Yuzaka maju dan mengambil kertas putih dua lembar di atas meja. Lalu maju ke tengah, depan kelas. Berdiri menghadap teman-temannya.
*
Palembang, Januari 2019.
Syarce: Kemana Aku
Karya: Mohammad Aram.
SYARCE:
Waktu masih ada ibu, Aku tertawa setiap hari.
Walau perutku dan perut adik-adikku belum makan. Karena kami selalu bermain bersama. Menunggu ibu dan ayah pulang dari memungut sampah. Tapi Ibu telah pergi berbulan-bulan lalu. Membuat tawaku berkurang setiap hari. Sedih dari segalah sedih yang terjadi. Lalu tujuh hari lalu ayah juga pergi. Pergi menyusul ibu, jauh. Dan tidak akan pernah kembali lagi.
Hanya gerobak ayah yang diantar polisi. Ada bekal ayah sekantung ubi, dan besi berkarat. Polisi bilang Ayahku di bunuh penjahat yang keji. Kami pun menangis dan bersedih bagaikan tidak bernafas lagi. Masih ada waktu belajar dan bermain. Menghela nafas dalam hari-hari kami. Sampai ibu kontrakan datang memberi tahu. Sewa kontrakan kami telah berakhir.
KEMANA AKU
Kemana Aku.
Dan adik-adikku.
Mencari tempat berteduh.
Dari hujan dan terik matahari.
Dingin malam dan tidur yang bermimpi.
Keman Aku.
Mendorong gerobak peninggalan Ayahku.
Menyusuri jalan panjang ini.
Makan apa kami nantinya.
Tidur pasti berlantai bumi.
Kemana Aku.
Yang sengsara ini.
Anak yatim-piatu.
Membawa adik-adik ku.
Mencari jalan hidup.
Ayah, Ibu mengapa kalian pergi.
Setelah ibu pergi, tawaku berkurang.
Saat ayah pergi tawaku padam.
Hanya tangisanku dan tangis adik-adikku.
Yang masih Aku punya.
*
...*****...
Air mata Yuzaka meleleh di pipi. Dia langsung duduk dan menangis. Disini langsung memeluk Yuzaka. Semuan-teman terdiam sedih. Ibu Wali Kelas juga bersedih. Seketika ceria mereka tadi hilang dan berganti keprihatinan.
"Apa itu syarce, yang bikin orang sedih." Ujar Halimah.
"Itu hanya karya sastra, berarti bohong. Kesedihan dan kegembiraan memang efek dari karya sastra, begitu saja tidak tahu." Jelas Boby.
"Benar kamu, kita jadi sedih mendengar itu. Bagaimana kalau benar-benar nyata." Kata Saen.
"Sepertinya benar, ibu Aram kan sudah meninggal. Aram bilang kemarin kalau sastra syarce ada fiksi dan ada non fiksi." Kata Guki. Semua menatap tajam pada Guki.
...*****...
Sementara itu, ibu wali kelas Aram duduk di meja kerjanya. Dia membuka surat Aram yang dia kira surat izin tidak masuk sekolah biasa.
*
Assalamualaikum, Ibu Tuyahan, Wali Kelas, kelas 7.1. Aram tidak dapat mengikuti pelajaran hari Senin ini. Bahkan mungkin hari-hari kemudiannya. Sampaikan salam Aram pada Bapak kepala sekolah. Mohon maaf belum bisa membayar tunggakan SPP. Mohon maaf atas kenakalan Aram selama ini Bu. Sampaikan salam maafku pada teman-teman semua.
Assalamualaikum warahmatullahi wa barokatu.
Dari Aram:
...*****...
Air mata Ibu Tuyahan memercik dari sisi kedua matanya. Jatu membasahi kertas surat Aram. Dia menduga ada hal yang terjadi pada Aram. Ada apa sampai kata-kata suratnya begitu dalam maknanya.
Apa dia pergi? Apa mau berhenti? Atau karena belum membayar SPP. Pertanyaan itu menghantui pikiran Ibu Tuyahan. Dia memutuskan untuk menemui Aram di kontrakannya bersama teman-temannya. Semua setuju, kelas berakhir dan memasuki jam istirahat pertama.
...*****...
Empat mobil angkot berhenti di depan jalan setapak. Segerombolan anak-anak SMP turun dari setiap angkot. Diantaranya ada Ibu Guru Tuyahan yang sedang hamil muda. Baju gamisnya tampak sedikit menonjol. Lalu berjalan beriringan menyusuri jalan setapak menuju kontrakan Aram.
"Pak, anak-anak pak Marang di mana." Tanya ibu guru pada Pak Kabas yang sedang melipat kardus. Tampak disekitarnya berserakan barang-barang bekas.
"Siang kemarin ada, Bu. Tapi pagi ini tidak kelihatan, gerobaknya juga tidak ada. Saya juga bertanya-tanya kok sepi." Jawab pak Kabas sambil bekerja. Mendengar suara berisik, dari dalam setiap kontrakan keluar ibu-ibu. Lalu duduk berkumpul di teras kontrakan Pak Kabas dan ibu Tuyahan bergabung.
"Mungkin cari barang bekas. Kan kedua orang tua mereka tidak ada lagi. Kasihan mereka jadi yatim piatu. Saya sudah masak banyak pagi ini, mau membagi mereka." Ujar istri Pak Kabas.
"Main mungkin, si Luran itu selalu sama adiknya itu." kata Istri Pak Bakir. Ibu-ibu itu menceritakan tentang Aram pada ibu Tuyahan. Sehingga si ibu tahu duduk persoalan yang dihadapi Aram.
...*****...
"Aram. Aram." Panggil Yuzaka di depan pintu. Tanpa sengaja, Disin mendorong pintu. Ternyata pintu tidak terkunci. Ruangan kontrakan kosong tak ada apa-apa. Baru sadar semuanya kalau Aram dan adik-adiknya telah pergi. Saat bertanya pada ibu kontrakan dia bilang tidak tahu. Tapi dia senang mendengar Aram dan adik-adiknya telah pergi. Tinggal cari penyewa baru pikirnya sambil senyum-senyum.
...*****...
Waktu Istirahat:
*
"Kita tidak peka pada Aram." Ujar Disin. Sementara Yuzaka masih diam dan matanya berkaca-kaca. Memang Yuzaka yang paling peduli pada Aram. Beberapa teman wanita Yuzaka datang dan membicarakan tentang Aram.
"Oh, orang tua yang dibunu penjahat di televisi itu, ayah Aram." Kata Halimah. Semua jadi terkejut dan baru mengetahuinya.
"Tega sekali ya, kasihan Aram." Ujar Saen.
"Kita coba cari saja Aram, kalau ketemu kita bantu apa yang dapat kita lakukan." Saran Halimah. Semua setuju, dan mereka mencari di hari-hari libur, tapi Aram tak kunjung ditemukan. Sehingga mereka semua menyerah dan mulai melupakan Aram dalam kehidupan mereka. Hanya Yuzaka yang terus berusaha menemukan Aram.
...*****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments