Gadis Kecilku

Gadis Kecilku

Bab 1

Awal tahun selalu menjadi puncak musim penghujan. Hampir setiap hari sebagian besar wilayah diguyur hujan.

Namun, siang itu sang surya bersinar terang. Awan cumulus, yang bentuknya menyerupai kembang kol, menghiasi langit kota Z yang berwarna biru cerah.

Di bawah pohon mangga yang rindang, seorang pria duduk di kursi panjang yang terbuat dari kayu mahoni. Dia berkulit putih dengan rambut hitam halus yang menutupi separuh dahinya. Hidungnya mancung dan alisnya tebal. Matanya yang berbentuk almond memancarkan kehangatan. Sebatang rokok terselip diantara jari-jarinya yang panjang dan ramping.

Pada saat itu telepon genggam di sakunya berdering. Pria itu mengetuk ikon jawab sebelum mendekatkan benda pipih itu ke telinga. "Ada apa, Mega?"

—Ayo putus

Pria itu mengerutkan kening. Tak ada angin tak ada hujan, kekasihnya tiba-tiba ingin mengakhiri hubungan.

—Kau mendengarku? Kubilang kita putus.

Meskipun terkejut, sikap dan suaranya setenang danau ketika pria itu menjawab, "Ya, aku dengar."

—Mulai detik ini kita tidak punya hubungan apapun lagi.

"Baiklah."

—Baiklah? hanya itu yang kau katakan?

"Haruskah aku mengatakan hal lain?"

—Tidakkah kau ingin tahu mengapa aku meminta putus?

Pria itu menghisap rokoknya sebelum melemparnya ke tanah. Dia menginjaknya sambil berkata dengan acuh tak acuh, "Apakah itu penting sekarang?"

—Yah, itu tidak penting. Sejak awal hingga akhir, aku tidaklah penting bagimu.

Wanita diseberang telepon mulai terisak. Akan tetapi tangisnya tetap tak mampu menggerakkan hati Farhan, pria sombong itu.

—Ijinkan aku bertanya untuk yang terakhir kali, apa kau pernah mencintaiku?

“Apa aku mencintainya?”

Usianya hampir mencapai kepala tiga. Namun, sejujurnya hingga saat ini Farhan masih tidak mengerti apa itu cinta.

Jika menyukai atau tertarik pada seseorang disebut cinta, maka dia mencintainya.

—Mengapa diam saja? Mas Farhan hanya perlu menjawab ya atau tidak, apakah sesulit itu?

Tak peduli dengan desakan Mega, Farhan tetap bungkam. Pria itu seolah tuli dan juga bisu.

—Tidak perlu dijawab lagi, aku sudah tahu jawabannya. Kau tidak pernah mencintaiku.

"Kalau begitu tidak ada yang perlu kukatakan lagi."

—Apakah kau punya hati nurani? Tidakkah kau merasa bersalah?

Mereka bukan lagi sepasang kekasih. Farhan merasa tidak perlu menjelaskan apapun tentang dirinya. Dia juga tidak berniat mendengar keluhan, rengekan ataupun makian darinya lagi. Baginya, ketika hubungan mereka berakhir, maka segala sesuatunya juga berakhir.

Suaranya lembut ketika Farhan berkata, "Apa kau sudah selesai? Jika tidak ada hal lain, aku akan menutup telepon."

—Dasar pria egois brengsek! Kuharap selamanya kau tetap sendiri dan tidak pernah mendapatkan istri!

Mega mengakhiri panggilan dengan marah. Sementara Farhan hanya mengernyitkan alis sambil meletakkan ponselnya ke meja.

Farhan baru saja dicampakkan sekaligus mendapat kutukan. Namun, dua hal itu tampaknya tidak menggangu ataupun mempengaruhinya sama sekali.

Menyandarkan punggungnya ke belakang, Farhan kembali merokok dengan santai. Bahkan sudut mulutnya melengkung ke atas saat memperhatikan gadis-gadis di seberang.

"Kecoanya benar-benar sudah pergi?" kata gadis mungil yang berdiri di kursi rotan.

Farhan telah melihat banyak sekali wanita cantik. Namun, baru kali ini dia melihat wanita cantik yang begitu memikat.

Matanya yang seperti rusa betina—besar dan berair, memancarkan kelembutan, polos sekaligus ingin tahu. Bibirnya kecilnya montok dan merah alami, membuat seseorang tertentu tidak sabar untuk mencicipinya. Hidungnya kecil.

Farhan memalingkan muka. Menyeruput kopinya sedikit sebelum menatap gadis itu lagi.

Tubuhnya tampak lemah dan rapuh. Kaki kecilnya yang tidak terlalu panjang mungkin akan patah atau terkilir jika dia tidak berhati-hati. Untungnya gadis itu berhasil mendarat di tanah tanpa cedera. Farhan menghela nafas lega tanpa disadari.

Gadis itu mengenakan celana jeans dan kaos oversize putih berpotongan pendek. Ketika dia mengangkat kedua tangan untuk mengikat rambutnya, pinggang dan perutnya tak sengaja terekspos.

Farhan, yang sejak tadi memperhatikannya menangkap pemandangan indah itu. Jakunnya naik turun karena hasrat. Adegan dewasa nan liar seketika memenuhi kepalanya.

Dia ingin membelai pinggang rampingnya. Membasahi perutnya yang putih dengan liurnya dan menanam beberapa stroberi kecil di sana.

Suara sepeda motor membuyarkan lamunan Farhan. Ketika menoleh dia melihat Sandi sudah mematikan mesin dan sedang melepas helm. Setelah itu berjalan menuju ke arahnya.

"Apa yang membawamu kemari? Kau tidak bekerja?"

Sandi mengabaikan pertanyaannya. Dia terus melangkah mendekati Farhan sambil menyembunyikan sesuatu dibalik punggungnya. Dengan seringai di wajahnya, Sandi berkata, "Coba tebak apa yang aku bawa?"

Alih-alih menjawab, Farhan justru memalingkan muka. Maksudnya jelas. Pria itu tidak tertarik dengan apa yang dia bawa dan enggan menebaknya.

Farhan mengambil sebatang rokok, menyelipkannya diantara bibir dan menyalakan korek. Segera, asap putih menyelimuti sisi wajahnya yang tampan.

Meski sudah terbiasa, Sandi tetap merasa kesal setiap kali melihat kekurang ajaran serta sikap acuh tak acuhnya. Mengingat temannya pemegang sabuk hitam di taekwondo, Sandi mengurungkan niatnya untuk menendangnya. Dia hanya bisa melampiaskan kekesalannya dengan membanting benda di tangannya ke atas meja. "Selamat, kamu dicampakkan."

Farhan melirik kertas itu, yang tertera beberapa baris kata yang diukir dengan tinta emas. Detik berikutnya salah satu sudut mulutnya melengkung ke atas. Tatapannya penuh ejekan.

“Satu jam belum berlalu semenjak kami resmi berpisah. Kini undangan pernikahannya sudah terpampang di depan mata. Betapa hebatnya!”

"Mengapa kau malah tersenyum? Apa kau sudah gila?" Sandi merasa campur aduk. Dia sangat senang karena temannya—yang sangat tampan, memiliki nasib yang sama seperti dirinya, dicampakkan. Namun, dia sedikit khawatir kalau-kalau Farhan menjadi gila karena putus cinta.

"Apa yang kau harapkan dariku? Apa kau ingin melihatku menangis?"

Sandi menganggukkan kepala. "Ya. Orang normal seharusnya menangis saat putus cinta."

"Kalau begitu anggap saja aku tidak normal."

Dia menangis? terlebih lagi menangisi seorang wanita?

Dalam mimpi pun Farhan tidak akan melakukannya, takkan pernah.

Terpopuler

Comments

NR

NR

Hai kak, aku mampir ni😊
Uda like dan subscribe juga. Ceritanya bagus, semangat terus ya kak💪😁

Silahkan mampir kekarya ku "GARA".
Kita saling support terus ya kak biar sama-sama sukses😁

2022-11-27

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!