Separuh Hati Milik Sahla

Separuh Hati Milik Sahla

Bima (1)

Matahari tenggelam dibalik gunung menyisakan semburat merah pada dinding-dinding langit. Angin sepoi-sepoi menerpa dedaunan, menghasilkan irama yang bergemuruh. Suara kodok dan jangkrik saling bersahutan, di antara gemericiknya air sungai yang mengalir. Keindahan ini tercipta seakan-akan sedang menyambutnya pulang setelah 12 tahun merantau di kota besar.

Suara deru mobil menambah irama kegaduhan, setelah sebelumnya menurunkan seorang pemuda dengan menggendong tas ransel yang cukup besar, dan menenteng 2 kantong buah jeruk sebagai oleh-oleh. Ia tersenyum dan sesekali menghirup udara segar pesawahan, mengingat kembali aroma tempat tinggalnya yang dulu pernah ia tinggalkan.

Hanya butuh beberapa menit menyusuri jalanan setapak di tengah sawah, kini ia sudah sampai di depan rumahnya. Tak banyak yang berubah, hanya terlihat lebih kokoh dari terakhir ia melihatnya.

Tok… tok… tok…

"Assalamu'alaikum," sapanya.

Hening, tak ada yang menyahut. Ia mencoba lagi mengetuk pintu. Dan kali ini terdengar suara kunci pintu dibuka dari dalam.

"Wa'alaikum salam," jawab seorang wanita paruh baya dari balik pintu.

"Ya Allah Ya Gusti!" Pekiknya. "Bima! Beneran ini kamu, Nak?" Dengan suara bergetar ia bertanya.

"Iya Bu, ini Bima, anak Ibu." Jawabnya sambil meraih tangan wanita itu yang tak lain adalah ibunya sendiri, Bu Ratih.

"Ya Allah, Bima anakku." Bu Ratih memandang Bima dengan seksama, sedikit tak percaya anak lelakinya kini tengah berdiri di hadapannya. Setelah meyakinkan diri bahwa pemuda di hadapannya benar-benar anaknya, Bu Ratih memeluknya dan menumpahkan semua kerinduan di dada bidang milik anaknya. Bima membalas pelukan ibunya, dan membiarkannya sampai Bu Ratih puas.

"Ayuk masuk Nak!" Ajak Bu Ratih setelah reda tangisannya.

"Ini Bu, tadi Bima beli di jalan." Bima menyerahkan 2 kantong plastik yang ditentengnya.

Bu Ratih tersenyum haru saat menerimanya, "kamu masih inget buah kesukaan Dila ?"

"Tentu saja Bu. 12 tahun tak bertemu tak akan membuat Bima lupa kesukaan Ibu dan Dila," ucapnya.

Lagi-lagi perkataan Bima membuat hati ibunya terenyuh dan berkaca-kaca. "Terima kasih ya, Nak!"

"Sudah Bu, Bima udah ada disini, jangan ditangisi lagi!" Bima malah menggoda Bu Ratih sambil memeluknya. Bu Ratih hanya tersenyum malu dan  buru-buru mengusap air matanya.

"Dila mana Bu ?" Tanya Bima, dari tadi ia belum melihat sosok adik perempuannya.

"Ada di kamarnya."

"Keadaannya bagaimana sekarang ?"

"Kamu lihat sendiri saja." Bima mengangguk.

Bima ke kamarnya terlebih dahulu, menyimpan tas ranselnya. Lalu berjalan ke kamar Dila yang berada tepat di samping kamarnya.

Perlahan Bima membuka pintu kamar Dila, wangi aroma jeruk dari pengharum ruangan menyambutnya. Terlihat seorang wanita tengah duduk di bangku yang menghadap ke jendela, dari sana bisa terlihat jelas kebun sayur dan beberapa tanaman bunga milik ibunya. Pemandangan tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi Dila. Sambil menghirup udara segar yang masuk lewat jendela yang terbuka lebar. Dila sangat betah duduk di sana, bahkan bisa sampai berjam-jam tanpa mengubah posisinya sedikit pun.

Dila masih tak bergeming, ketika Bima masuk ke dalam kamarnya. Entah dia menyadari kehadiran Bima atau tidak. Bima perlahan menghampirinya. Memandang Dila dari ujung rambut sampai kaki. Seketika perasaan amarah menyusup ke hatinya. Marah karena tak bisa berbuat apa-apa untuk menolong Dila. 

Tanpa sadar air mata sudah membasahi pipinya tatkala ingatan peristiwa naas yang menimpa Dila muncul kembali. 

"Bu Ratih! Bu Ratih!" Dengan suara yang lantang, seorang bapak-bapak memanggil Bu Ratih sambil menggedor-gedor pintu dengan keras. Bu Ratih yang sedang berdzikir setelah menunaikan shalat Isya, langsung berhenti dan bergegas ke ruang tamu untuk membukakan pintu. Begitu pun dengan Bima yang sedang berada di kamarnya langsung keluar. Alangkah terkejutnya Bu Ratih dan Bima, ternyata di depan rumahnya sudah ada Pak RT dan beberapa warga.

"Ada apa Pak RT kok ramai-ramai ke rumah saya?" Bu Ratih bertanya dengan suara yang bergetar karena sangat kaget dengan kedatangan warga yang tiba-tiba.

Pak RT menghiraukan pertanyaan dari Bu Ratih.

"Cepat bawa Dila masuk!" Perintah Pak RT. 

"Ya Allah! Kenapa Dila Pak RT?" Sekali lagi Bu Ratih bertanya dengan suaranya yang makin bergetar. Air matanya sudah tak terbendung lagi tatkala melihat Dila yang tak sadarkan diri dibopong beberapa warga dengan berselimutkan kain sarung saja.

"Kamarnya dimana Bu ?" Tanya salah satu warga yang membopong Dila.

"Disini Pak!" Dengan sigap Bima langsung membuka pintu kamar Dila. Sementara Bu Ratih sudah terduduk lemas di lantai dengan pertanyaan yang masih belum terjawab.

Setelah para warga keluar kamar, Bima langsung memakaikan baju dan menyelimuti adiknya dengan selimut. Lalu mengamati wajah Dila dengan seksama. Ada gurat ketakutan yang tergambar pada wajah adiknya. Lalu ia pun mengusap lembut pipi adiknya yang sedikit lebam, seperti bekas pukulan. Kemudian menghapus air mata yang menggenang di kelopak mata adiknya. 

"La, apa yang sebenarnya terjadi padamu?" Tanya Bima. Dila masih tak sadarkan diri. Kemudian Bima beranjak dari duduknya, karena mendengar ibunya berteriak histeris.

"Kenapa Bu ?" Tanya Bima dan langsung memeluk ibunya. Karena tak mendapatkan jawaban dari ibunya, Bima langsung bertanya pada Pak RT.

"Sebenarnya apa yang terjadi dengan adik saya Pak ?" 

"Begini Nak Bima, tadi Pak Somad menemukan Dila tergeletak di kebun dekat kandang kambing miliknya. Dila sudah tak sadarkan diri dan tak memakai baju sehelai pun," ucap Pak RT hati-hati.

"Apa?" Teriak Bima tak percaya. Sementara Bu Ratih masih hanyut dengan tangisannya.

"Betul Nak Bima, ba'da Maghrib Bapak ke kebun mau ngasih makan kambing-kambing. Dan Bapak menemukan Dila tergeletak begitu saja dekat kandang kambing. Beruntung Bapak selalu membawa sarung, jadi Bapak tutupin pake sarung. Lalu Bapak lapor Pak RT dan kita membawanya kesini," terang Pak Somad.

Bima terdiam, hatinya sangat syok mendengar penuturan Pak Somad.

"Kita ikut prihatin dengan apa yang terjadi pada adik Nak Bima. Semoga apa yang kita sangka tak pernah terjadi pada Nak Dila," ucap Pak RT.

"Terima kasih Pak sudah mengantarkan adik saya ke rumah."

"Tidak usah sungkan. Ya sudah, Bapak dan warga yang lain pamit dulu. Kalau ada apa-apa hubungi Bapak." Bima mengantarkan mereka sampai teras depan. Namun tiba-tiba terdengar suara teriakan dari kamar Dila.

"A… Tolong! Tidak!"

Bima bergegas ke kamar Dila. Disusul Bu Ratih dan Pak RT serta beberapa warga yang belum pulang. Disana terlihat Dila sedang meronta dengan mata yang masih terpejam, seperti sedang berusaha melepaskan diri dari sesuatu yang mencengkramnya. Sontak Bima langsung memeluk Dila, tapi Dila makin menjadi. 

"Dila! Tenang! Ini Kakak!" Bima mencoba menenangkan adiknya.

"Tidak! Lepaskan! Tolong!" Dengan sekuat tenaga Dila mendorong Bima. Dan Bima pun terjengkang. Sigap Pak RT langsung membantu Bima berdiri. Bu Ratih langsung menghampiri Dila.

"Dila, sayang. Ini Ibu Nak!" Dengan derai air mata,  Bu Ratih perlahan mendekap anaknya. Tapi tak  berhasil, Dila tetap menolak. 

"La, sayang. Ini Ibu!" Bu Ratih kembali mendekat, perlahan mencoba meraih kedua tangannya. Dan tak disangka, tak ada penolakan dari Dila. Mungkin dia mulai percaya bahwa suara yang didengarnya benar-benar berasal dari ibunya. 

"Dila, anakku! Ini Ibu! Jangan takut! Ada Ibu disini," dengan lembut Bu Ratih menenangkan Dila.

Perlahan Dila membuka matanya. " Ibu!" Pekiknya, Dila langsung menghambur ke pelukan ibunya. Kekuatan cinta ibu kepada anaknya memang tak bisa disangkal lagi. Lebih dari segalanya. 

Bima dan warga lain yang melihat adegan tersebut tak kuasa menahan air mata. Tak ingin menjadi pengganggu, Pak RT langsung mengajak warga lain untuk keluar dari kamar Dila. Begitu pun dengan Bima, ia mengikuti Pak RT keluar kamar Dila.

"Nak Bima, sepertinya keadaan Dila sedang tidak baik. Bapak sarankan sebaiknya beberapa orang berjaga di sini," ucap Pak RT.

"Saya nurut aja Pak," jawab Bima pelan.

Lalu Pak RT dan para warga mulai berdiskusi. Dan hasilnya 3 orang mulai berjaga mulai malam ini termasuk Pak RT, dan bergiliran setiap harinya sampai keadaan Dila membaik.

Terpopuler

Comments

A̳̿y̳̿y̳̿a̳̿ C̳̿a̳̿h̳̿y̳̿a̳̿

A̳̿y̳̿y̳̿a̳̿ C̳̿a̳̿h̳̿y̳̿a̳̿

💙👍🤗

2023-01-28

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!