Pertemuan Bima dan Sahla

"Ratih, tumben belanja banyak hari ini ?" Tanya Marni saat bertemu di warung sayur.

"Iya Mar, anak bujangku kemarin pulang." 

"Wah, aku ikut senang dengarnya."

"Makasih loh Mar. Oh ya, Neng Sahla gimana kabarnya sekarang ?"

"Alhamdulillah baik, kemarin sore baru nyampe."

"Udah lama Neng Sahla ga main ke rumah."

"Iya, katanya banyak kerjaan di sana, disuruh lembur terus. Padahal udah aku suruh berhenti kerjanya, biar tinggal disini aja. Kalau anak jauh rasanya khawatir terus, apalagi anak perempuan," cerocos Bu Marni, ibunda Sahla.

"Biarin aja Mar, mumpung masih muda. Buat cari pengalaman juga."

"Iya sih, tapi aku udah pengen nimang cucu, Tih."

"Sabar Mar. Kalau sudah waktunya, Neng Sahla bakal nikah juga."

Bu Marni terdiam, tak bisa berkata-kata lagi. 

"Bagaimana kalau kita jodohkan aja anakmu dengan anakku ?" Tanyanya setengah berbisik.

"Kamu ini ada-ada aja. Mana mau Neng Sahla sama Bima ?"

"Jangan begitu Ratih, siapa tahu berjodoh."

Bu Ratih hanya geleng-geleng kepala. "Udah ah! Aku pulang duluan, kasian Bima belum sarapan," pamitnya.

"Iya. Nanti siang aku main ya sama Sahla. Sekarang aku belanja dulu."

"Iya."

Siang hari, sesuai apa yang dikatakannya. Bu Marni dan Sahla berkunjung ke rumah Bu Ratih.

"Assalamu'alaikum," 

"Wa'alaikum salam. Ayo masuk!" Jawab Bu Ratih dan mempersilahkan mereka masuk. Tak lupa Sahla menyalami Bu Ratih. 

"Neng Sahla makin cantik aja," puji Bu Ratih.

"Bibi bisa aja. Dila gimana kabarnya Bi ?" Tanya Sahla.

"Ya begitu-begitu aja Neng," jawab Bu Ratih.

"Sahla nemuin Dila dulu ya Bi." Sahla langsung menuju kamar Dila. Sudah beberapa kali Sahla berkunjung ke rumah Bu Ratih, jadi sudah sangat hafal letak kamar Dila. 

Tiba di kamar Dila, pintunya terbuka sedikit. Tanpa ragu Sahla membuka pintu dan ternyata ada sosok pria yang sedang duduk bersama Dila. Pria tersebut langsung menengok ke arah pintu, karena mendengar suara pintu berderit.

"Eh! Maaf mengganggu." Sahla hendak menutup pintunya kembali.

"Tunggu! Siapa ya ?" 

Sahla terdiam, tak jadi menutup pintu. "Hmm, anu. Aku mau ketemu Dila."

"Temennya Dila ?"

"Iya."

Pria itu mengangguk. "Masuk, pasti Dila senang ada temannya yang berkunjung."

Sedikit sungkan Sahla masuk ke dalam kamar. 

"Pasti kamu senang ada teman yang mau main ke sini. Kakak keluar dulu ya," pamitnya pada Dila. Setelah kepergiannya, Sahla menghampiri Dila dan duduk di sampingnya.

"Hai! Dila. Sudah lama kita ga ketemu. Maaf ya, akhir-akhir ini lagi banyak kerjaan." Sahla menggenggam tangan Dila. Walau tak ada tanggapan darinya, namun bukan masalah bagi Sahla. Ia begitu prihatin pada Dila setelah mendengar apa yang terjadi padanya hingga Dila bisa seperti ini. 

"Oh ya. Tadi itu Kakakmu ya ? Wah… pasti kamu senang bisa berkumpul lagi dengan Kakakmu." 

Tanpa Sahla sadari, Kakaknya Dila yaitu Bima, memperhatikannya dari balik pintu. Sengaja ia tak menutup pintu rapat-rapat. Ia ingin tahu apa yang akan dilakukan Sahla dengan Dila yang hanya terdiam bagai patung. Namun baru sesaat mendengar percakapan Sahla, Bu Ratih memanggilnya.

"Iya Bu. Ada apa ?" Bima menghampiri ibunya di ruang tengah.

"Ini ada Bi Marni, pengen ketemu sama kamu." 

Bima menyalami Bi Marni. "Ganteng juga anak kamu, Tih," ucapnya sembari tertawa riang.

"Ya pastinya ganteng dong, orang laki-laki ya ganteng semua. Ga ada laki-laki yang cantik." Bu Ratih dan Bu Marni tertawa bersamaan. Sementara Bima hanya tersenyum saja.

"Bima udah punya calon belum?" Tanya Bi Marni.

"Calon apa Bi ?"

"Calon istri, Bima. Masa ga ngerti ?"

"Ga ada yang mau sama Bima, Bi."

"Ga ada yang mau, atau kamu nya yang pilih-pilih ?"

"Bener Bi, ga ada yang mau sama Bima." Ucap Bima sambil tersenyum.

"Ya sudah sama anak Bibi aja. Kebetulan, belum punya calon juga."

Bima terkejut, karena tak menyangka Bu Marni seberani itu berkata demikian. Padahal Bima dan anaknya belum saling kenal.

"Mar, jangan begitu. Lihat! Bima syok mendengar kamu berkata seperti itu ," ucap Bu Ratih sembari tersenyum geli karena Bima yang terpaku, tak bisa berkata apa-apa.

Bu Marni malah tertawa. "Ya udah, Bibi kenalin aja dulu ya." 

"Neng Sahla!" Panggil Bu Marni dengan suara yang lantang.

Bima mengernyitkan dahi, nama itu mengingatkannya ketika semalam ia ke warung. Ya! Ternyata wanita yang sedang bersama Dila adalah wanita yang ada di warung. Pantas saja ia seperti pernah melihatnya.

Tak lama Sahla telah berada di antara mereka bertiga.

"Sini Neng!" Bu Marni memanggil Sahla agar mendekat kepadanya.

"Kenalin Neng, ini Bima Kakaknya Dila. Dan Ini Sahla, anak Bibi." Sahla dan Bima saling mengangguk.

"Jangan canggung begini. Jadilah lebih akrab, siapa tahu kalian berjodoh," ucapnya sembari tertawa. Bu Ratih hanya menggeleng-gelengkan kepalanya saja sambil tersenyum. Sementara Bima dan Sahla tersenyum malu. 

Malam hari, selepas makan malam. Bima duduk di teras rumah, ditemani secangkir kopi dan rokok. Kejadian tadi siang sedikit mengganggu pikirannya.

"Neng Sahla cantik ya, Bim?" Pertanyaan Bu Ratih mengagetkan Bima.

"Ibu! Bikin kaget."

"Kenapa? Kepikiran Neng Sahla ya ?" Goda Bu Ratih.

"Ibu bisa aja." Bima tersipu malu.

"Ibu sangat senang kalau kalian benar-benar berjodoh. Apalagi Neng Sahla terlihat sayang pada Dila, padahal baru beberapa kali saja bertemu. Tapi ia memperlakukan Dila seperti adiknya sendiri."

"Bu, jangan terlalu berharap. Rasanya Bima tak pantas untuk Sahla."

"Kenapa ngomong kayak gitu, Nak ?" Bu Ratih merasa heran kenapa Bima bisa bicara seperti itu.

Bima tertegun cukup lama. "Entahlah Bu, hanya tidak yakin saja Sahla bakal mau sama Bima.

Bu Ratih menghela nafas. Sebenarnya ia juga tak terlalu yakin akan hal itu. Tapi tak ada salahnya kan untuk berharap. 

Bu Ratih mengangguk dan tersenyum. "Baiklah. Setidaknya Ibu mengetahui kalau kamu tak ada masalah dengan Sahla."

Bima mengernyitkan dahi. "Maksudnya, Bu ?"

"Sekarang Ibu tahu kalau kamu suka sama Sahla."

"Ibu tahu dari mana ? Ketemu juga baru, masa udah langsung suka."

"Namanya juga jodoh, walaupun baru bertemu,  bisa langsung cocok. Kan ada yang kayak gitu, Bim."

Bima terdiam. 

"Ibu doakan yang terbaik bagi kamu dan Neng Sahla."

"Kalau kita tak berjodoh, Ibu jangan terlalu kecewa. Ya ?"

"Iya, Ibu paham. Ya sudah, Ibu masuk duluan." Bu Ratih beranjak dari duduknya dan pergi ke peraduannya. Sementara Bima masih setia duduk di teras depan. Menikmati kembali secangkir kopi yang telah dingin dan rokok yang tadi sempat tertunda.

"Apa pantas orang sepertiku mendapatkan wanita seperti Sahla ?" Gumamnya. "Sepertinya Sahla terlalu baik buatku." Bima kembali terdiam, menikmati kesendiriannya.

"Bima!" Sekali lagi Bu Ratih mengagetkan anaknya yang masih duduk sendirian di teras rumah.

"Ibu! Seneng banget ngagetin anaknya." Bu Ratih hanya tersenyum dan kembali duduk di samping Bima. 

"Ada apa Bu ? Katanya mau tidur ?"

"Ibu hanya kepikiran saja."

"Kepikiran apa ?"

"Bagaimana kalau besok kita melamar Neng Sahla ?"

"Melamar ?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!