Penyesalan Almira
Kehidupan Mira jauh berbeda dengan teman-teman sabayanya. Setiap hari saat jam istirahat ada saja cerita dari teman-temannya tentang kebersamaan bersama keluarga. Sedangkan dirinya hanya bagian mendengarkan dan menanggapi. Dia tidak punya cerita tentang hangatnya sebuah keluarga.
Kedua orang tuanya sama-sama sibuk dengan pekerjaan mereka. Ayahnya bekerja sebagai manager di sebuah hotel sedangkan ibunya bekerja sebagai Direktur keuangan di sebuah perusahaan besar. Perbedaan penghasilan membuat Wisnu Ardana merasa direndahkan oleh sang istri. Alhasil sering terjadi percekcokan dan mengabaikan Mira.
Untuk menghindari percekcokan, kedua orang tua Mira memilih untuk fokus pada pekerjaan. Sehingga mereka pulang saat Mira sudah tidur dan berangkat lebih awal.
"Mir?" Gina-temannya menepuk pundak Mira yang melamun. "Mikirin apa sih, anteng banget."
"Lagi mikir setelah kita lulus nanti mungkin kita akan jarang duduk seperti ini lagi 'kan. Semua pasti sibuk dengan kehidupan masing-masing. Ya aku merasa belum siap aja gitu berpisah sama kalian," papar Mira.
"Ya aku juga kepikiran tentang itu. Mungkin aku adalah orang pertama yang akan nyebar undangan," timpal Ema membuat mereka bertiga tertawa.
"Kayanya Mira deh yang akan nyebar undangan lebih dulu. Iya kan Mir? Kan katanya sudah punya cowok."
"Emang punya pacar jadi jaminan bakal nikah lebih dulu," sanggah Mira.
"Ya bisa jadi kalau seandainya kamu gak kuat nahan godaan." Mereka kembali tertawa sampai akhirnya bel tanda pelajaran di mulai membuat mereka kembali ke kelas.
Ya Mira sudah punya pacar, namanya Dion. Wajahnya tampan, dan yang paling Mira sukai dari Dion adalah sikap royalnya. Apa yang Mira minta selalu diberikan oleh Dion.
Mira tentu merasa senang. Apa lagi dia tidak mendapatkan perhatian seperti itu dari kedua orang tuanya.
Bel tanda pelajaran usai sudah terdengar, suasana kelas menjadi ramai karena satu persatu anak mulai beranjak dari duduknya. Mira sendiri masih memasukan buku-bukunya ke dalam tas. Kemudian menyusul Gina dan Ema yang sudah lebih dulu ke luar.
"Ngopi yuk," ajak Ema.
"Yuk, dah lama kita gak ngopi. Santai dikitlah sebelum minggu depan ujian semester. Biar gak tegang." Gina menyetujui ajakan Ema. "Mir?"
"Enggak bisa soalnya ...."
Belum selesai Mira bicara, sebuah motor sport berwarna merah berhenti di depan mereka. Si pengendara yang memakai helm Fullface menaikan kacanya. "Mir, ayo naik!" Ternyata Dion menjemput Mira.
"Aku duluan ya," pamit Mira pada kedua temannya.
Mereka mengangguk tapi setelah motor itu melesak jauh, Gina dan Ema saling pandang. "Beneran itu pacar Mira?"
"Ya mungkin, tapi kok ...."
"Apa pikiran kita sama?"
"Kamu mikir apa? Kalau Aku mikirnya dia tuh kayak terlalu dewasa lah buat Mira."
"Em, bahkan aku pikir dia sudah menikah."
Tidak melanjutkan bahasan tentang Mira dan kekasihnya mereka tetap pada rencana awal. Ngopi di kafe.
***
Mira tersenyum bahagia karena Dion menjemputnya. Bahkan ia berpikir teman-temannya akan iri melihat dia punya kekasih se-keren Dion.
"Kita makan dulu ya," teriak Dion karena menggunakan helm fullface pasti suaranya tidak akan jelas.
"Apa?" teriak Mira dari belakang.
Motor Dion memasuki tempat parkir sebuah hotel. Mira mengerutkan kening karena dia di bawa ke sana. "Kalau gak salah dengar tadi mas Dion bilang mau ngajak aku makan, tapi kok kesini?"
"Memang, kita akan makan di dalam. Lagian aku tuh capek baru pulang dari luar kota, makanya kita nge-date nya di sini aja. Biar aku bisa sambil istirahat. Gak papa ya. Oh ya aku juga sudah menyiapkan hadiah di dalam. Masuk yu!"
Mira mulai merasa khawatir tapi dia tetap melangkah mengikuti Dion. Dion sengaja menyewa sebuah kamar untuk mereka.
"Kita gak nginep, kan?" tanya Mira.
"Ya enggak lah, nanti sore aku antar kamu pulang. Oh ya gimana sekolahnya seru?" Dion mengalihkan pembahasan.
"Seru lah, kan masa-masa SMA itu masa-masa paling indah. Ya bersyukur aku masih bisa sekolah di tengah keluarga yang ... ya begitulah." Mira mendudukan tubuh pada sebuah sofa.
"Mereka masih seperti biasa?" Mereka yang dimaksud adalah orang tua Mira. Inilah yang Mira suka dari Dion, lelaki itu selalu memperhatikan perasaannya. Menghiburnya kala ia merasa tidak memiliki siapa pun.
"Lebih parah malah, sekarang mereka itu kayak dua orang asing yang hidup satu rumah. Bertahan karena aku, tapi mereka juga lupa kalau yang aku butuhkan bukan sekedar mereka bersama dalam satu atap. Tapi sebuah kehangatan dalam keluarga."
Dion duduk di sebelah Mira dan merengkuh tubuh itu. "Sabar ya, mungkin mereka masih butuh waktu. Tapi aku akan selalu ada untuk kamu. Kamu mau kan nikah sama aku?"
"Nikah? Kamu yakin mau nikah sama anak korban broken home seperti aku?" Ada rasa bahagia tapi juga cemas.
Dion mengangguk, "kalau kamu mau, kalau enggak ya aku gak akan maksa."
Mira tampak berpikir, benarkah lelaki ini yang akan menemani perjalanannya. Kasih sayang yang diberikan Dion laksana pupuk yang menyuburkan harapannya.
"Mir?" Dion mengangkat wajah Mira, memberikan kecupan pada kening lalu turun ke bibir. "Aku mencintaimu, nikah sama aku ya!"
"Ya, aku mau," jawab Mira penuh keyakinan.
Dion bersorak dalam hati, umpan yang ia lempar sudah dimakan buruannya. Dion semakin berani, dari sebuah kecupan pergerakan bibirnya berubah menjadi pemantik gairah. Dia mendorong Mira agar rebah di atas sofa.
Mira menahan tangan Dion kala kekasihnya itu hendak meraba bagian dada. Ia menggelengkan kepala.
"Please hanya meraba, aku tidak akan minta lebih," pinta Dion memasang wajah memelas. Dia kembali menyatukan nafas nya dengan Mira, membuai Mira dengan sentuhan-sentuhan kecil di area leher.
Mira yang terbuai tak mampu menyingkirkan tangan Dion dari bagian dada. Rasa aneh yang belum pernah ia rasakan, meminta tubuhnya bereaksi lebih.
"Boleh ya, aku akan menikahi kamu setelah ujian sekolah kamu selesai. Hanya tinggal menunggu beberapa bulan lagi kan?" Dion kembali meleparkan umpan. Dia juga merayu Mira dengan kalimat pujian. "Kamu sangat cantik, aku takut kumbang lain membawamu pergi. Aku ingin menandai bahwa kamu adalah milikku. Hanya milikku."
Sebenarnya Mira sangat pintar dalam urusan akademik tapi dia bodoh membaca karakter orang. Sehingga Dion berhasil merayunya membuat tubuh mereka tak berjarak. Hanyut dalam gelora yang belum seharusnya Mira rasakan.
Mira sesekali tertawa ringan kala Dion menggodanya dengan cumbu dan rayu. Sampai akhirnya mereka tiba di puncak haram nirwana. Bahkan lelaki yang belum pasti menjadi suaminya itu menebar benihnya di ladang Mira tanpa pengaman.
"Berjanjilah tidak akan meninggalkanku," pinta Mira pada Dion yang terbaring di sebelahnya.
Ada rasa sesal juga khawatir dalam diri Mira. Begitu mudahnya ia melepaskan apa yang menjadi simbol kesucian seorang perempuan pada lelaki yang mengatakan akan menjadi suaminya melalui kalimat bukan pembuktian.
Semuanya sudah terjadi, dan Mira hanya berharap Dion tidak mengingkari janjinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
VaNava Fianava
y wo aifg ug46ccskkcjc qoo🤑🤩
2023-01-21
0
Murni Zain
baru Nemu karya baru... kenalan mbk author.. mampir ni like dn favorit 🙏salam kenal ❤️🥰
2022-11-27
0
Nani kusmiati
nyimak langsung masuk vaforit,👍🏻👍🏻👍🏻
2022-11-20
0