Sandiwara

Sandiwara

Ep. 1 - Tawaran untuk menikah

“EDEL!”

Edelweis Nequila Putri Badja, wanita muda yang tengah berkutat dengan kuku-kuku cantiknya yang baru melakukan perawatan beberapa saat yang lalu seketika melonjak kaget mendengar suara yang menggelegar itu. Sontak saja, dia yang tengah berbaring di ranjang nya langsung beranjak seketika, memilih bawah ranjang untuk tempatnya bersembunyi kini.

Ceklek...

Suara pintu yang terbuka membuat Edelweis yang tengah bersembunyi langsung memejamkan mata, menutup mulutnya agar tak mengeluarkan suara. Jangan sampai dia ketahuan.

“Edel, dimana kamu?”

“Edel!”

Edelweis terus merapal kan doa dalam hatinya, berharap semoga pria itu tak menemukan dirinya. Jangan sampai mereka dipertemuan, akan menjadi bencana jadinya. Dan, Edelweis tak mau harus menjadi samsak hidup untuk menghadapi kemarahan pria itu, meskipun dia tahu jika dirinya lah sebab pria itu marah.

“Edel, dimana kamu? Keluar sekarang juga!”

Edelweis menggeleng, dia tak mau berhadapan dengan pria itu. Dia belum siap jika diminta memberikan alasan, dia belum sempat memikirkan alasan apa yang bisa diterima untuk kesalahan yang baru saja dibuatnya.

Bumi Jonathan Woko, seorang pria dewasa yang tampan juga mapan, berkharisma dan digandrungi banyak wanita. Putra dari seorang Angga Woko yang terkenal dikalangan pengusaha, terutama yang bergerak di bidang industry yang sama seperti mereka, yaitu industri hiburan.

“Edel...”

Jonathan, yang akrab dipanggil Jo itu mengalunkan lembut suaranya, memanggil perempuan yang sejak tadi dicarinya. Jonathan yakin jika Edelweis ada disini, dikamar perempuan itu. Mbak rumah sendiri lah yang memberitahunya. Tapi, saat dia datang, Jonathan justru tak menemukan keberadaan perempuan itu. Dimanakah Edelweis? Bersembunyi kah?

“Edel... Ayo, keluar! Aku gak akan marah kok sama apa yang baru aja kamu lakuin, asalkan kamu jelasin kenapa bisa kamu ngelakuin itu.” bohong Jonathan, dia berkata demikian agar Edel luluh saja.

“Edel... Sayang...”

Edelweis masih diam, dia tak mau termakan tipu Jonathan lagi. Sudah cukup selama ini dia tertipu, diiming-imingi jika Jonathan tak akan marah, sedangkan pada nyatanya pria itu marah besar padanya.

Jonathan berdecak pinggang, sepertinya Edelweis memang tak ada dikamar ini. Baru saja dia berniat pergi, matanya justru menemukan helai rambut yang muncul begitu saja dibawah ranjang. Senyum miring pun langsung tercetak di bibirnya. Ternyata, Edelweis bersembunyi dibawah ranjang.

Jonathan berdecak, “Kayaknya Edel emang gak ada deh disini. Mending gue keluar aja deh, cari cewek itu ditempat lain.” gumam Jonathan, dia hanya berucap saja upaya membuat Edelweis percaya.

Jonathan berjalan keluar dari kamar Edelweis.

Dan, saat melihat Jonathan yang memang benar keluar, Edelweis langsung berucap syukur seketika. Perlahan dia coba untuk keluar dari bawah ranjang, dengan berhati-hati agar tak terpentok dipan. Namun, alangkah terkejutnya Edelweis saat pintu kamarnya kembali terbuka secara tiba-tiba.

“Edel!”

Dan, kepalanya pun yang harus menjadi korban.

***

“Maksud lo apa bilang gitu sama Retha? Bosan hidup, lo?”

Edelweis berdecak kesal, dia menatap sebal Jonathan yang sejak tadi terus mengintimidasi nya, terus mencecar dirinya.

“Apaan sih, lo! Gak jelas!”

“Gak jelas dari hongkong! Udah jelas itu lo ngomong bohong sama Retha, buat dia jauhin gue sekarang. Masih mau ngelak?”

Edelweis mengerjap-ngerjapkan matanya, dia mendesis sambil menatap sinis Jonathan. “Apa sih? Gak jelas banget lo.” elak Edelweis, dia berniat melenggang pergi. Namun, Jonathan justru menarik tangannya, mendorongnya hingga dia terhimpit diantara tubuh pria itu juga tembok. Tak ayal, apa yang dilakukan Jonathan itu membuat bola mata Edelweis membelalak seketika.

“Jo, a-apaan sih lo!”

Jika boleh jujur, Edelweis gugup ditatap sedekat ini oleh Jonathan. Bahkan, Edelweis bisa merasakan deru napas pria itu.

“Gue udah bilang sama lo, jangan ganggu gue. Kenapa lo ngeyel? Kenapa lo batu?”

Edelweis menggeleng, “Gue gak ganggu lo kok. Gue—”

“Harus pakai cara apa supaya lo ngerti, kalau hadirnya lo tuh amat sangat menggangu kehidupan gue. Udah cukup dari kecil lo usik gue. Tolong, kasih gue napas buat sedikit bebas sekarang. Kita udah bukan anak kecil lagi, kita udah dewasa dan gue pengen bahagia. Dan, bahagia gue adalah bebas dari lo. Jadi, gue minta tolong nih. Jangan ganggu gue, jangan usik kehidupan gue apalagi sampai lo ganggu cewek gue.”

Edelweis terdiam seketika mendengar ucapan panjang lebar dari Jonathan. Ini kali pertamanya Jonathan berbicara sepanjang itu, biasanya pria itu hanya akan berucap sekedarnya saja dan kebanyakan menyentil hatinya.

“Ngerti?”

Jonathan menarik tubuhnya, masih menatap kesal pada Edelweis. Dia berniat pergi, namun ucapan Edelweis kembali menghentikan langkahnya.

“Gue cuma mau ngasih tahu lo, kalau Retha itu gak sebaik yang lo kira. Dia itu cewek munafik, Jo. Dia cuma jadiin lo buat bisa gabung di perusahaan, cuma buat ngedompleng karir dia di TV aja. Dia itu gak tulus sama lo, Jo. Dia itu cuma parasit!”

Jonathan memejamkan matanya, dia mendengus.

“Oh, ya?” Jonathan menaikkan sebelah alisnya, tersenyum sinis. “Terus apa bedanya sama lo? Bukannya selama ini lo juga parasit di hidup gue, di kehidupan keluarga gue? Gak sadar?”

Edelweis ternganga mendengar balasan Jonathan, “Parasit? Gue parasit? Sorry, Jo. Asal lo tahu aja, almarhum bokap nyokap gue punya adil juga di perusahaan, keluarga gue juga punya saham yang sama besarnya kayak keluarga lo punya. Dan, soal gue yang tinggal sama lo. Lo pikir, gue mau? Enggak tuh! Tanya tante Em, kenapa dia sampai paksa gue buat tinggal sama kalian.” kesal Edelweis, dia paling tak suka jika direndahkan. “Dan, satu hal lagi. Jangan samain gue sama cewek kampung lo itu! Dia gak selevel sama gue, level dia dibawah gue!”

Jonathan tersenyum sinis, dia sudah sering melihat keangkuhan Edelweis, ini bukan kali pertama nya lagi.

“Sayangnya, dia yang level nya dibawah lo, punya attitude. Gak kayak lo, yang katanya level atas tapi attitude...” Jonathan sedikit mencondongkan tubuhnya. “...Nol.” bisik Jonathan.

Edelweis mengepalkan tangannya, menahan amarah atas penghinaan Jonathan yang tak ada hentinya. Pria itu selalu mengganggap rendah dirinya.

Melihat marahnya Edelweis membuat Jonathan tersenyum lebar, dia senang melihat Edelweis yang terlihat marah seakan apa yang dia ucapkan benar adanya. Nyatanya memang benar, attitude Edelweis itu nol. Beruntung saja Edelweis punya wajah yang cantik juga nama keluarga di belakang namanya, sehingga dia bisa diterima di beberapa tempat dengan alasan dua hal itu.

“Sekali lagi gue ingetin sama lo. Jangan ganggu gue sama Retha atau lo bakalan tanggung sendiri akibatnya. Ngerti?”

Setelah mengucapkan itu, Jonathan langsung melenggang pergi meninggalkan Edelweis yang masih diliputi kemarahan juga kekesalan.

“Sialan lo, Jo! Lihat aja nanti, gue buat lo jatuh cinta sama gue, baru tahu rasa!”

***

“Papa banyak banget dengar kabar gak sedap, entah itu di media atau di kehidupan asli kita.”

Semua mata tertuju pada Angga Woko, yang baru saja membuka obrolan ditengah acara makan malam mereka ini. Emmeline Puteri Woko, melihat suaminya dengan kening mengerut.

“Kabar apa, Pa?” tanya Emmeline penasaran, apakah kabar yang didengar suaminya ini sama seperti kabar yang dia dengar juga.

Angga melipat tangan diatas meja, menatap bergantian Jonathan dan Edelweis yang duduk berhadapan. “Soal kalian.” jawab Angga yang membuat Edelweis bingung.

“Soal kita, om? Maksudnya?”

“Kabar buruk tentang kalian, udah menyebar luas. Sebenarnya Papa bisa aja untuk bungkam semua media, sayangnya gak semuanya setia. Ada beberapa pihak yang justru tetap menyebarkan dengan status anonim. Hal itu gak bisa dicegah, pasti ada aja.”

“Tapi, soal apa Pa?” tanya Jonathan, dia akhirnya buka suara sejak tadi hanya diam menikmati makanannya.

“Soal kalian yang tinggal bareng.”

“Hah? Maksudnya, om? Ada berita yang ngejelekin kita gitu cuma karena aku tinggal sama kalian, gitu?”

Angga mengangguk, “Iya.”

Edelweis berdecak, “Apaan banget sih tuh berita. Masa iya, cuma karena aku tinggal disini, mereka jadi ngejelekin aku. Padahal kan aku tinggal disini bukan baru, tapi udah sejak lama. Sejak aku SMP juga.”

“Kamu kayak gak tahu aja dunia entertainment.”

“Iya sih, tapi om—”

“Harusnya lo tuh sadar! Ini semua terjadi tuh karena lo! Keluarga gue di cap jelek, lo sebab nya!”

Disaat yang lain menyikapi permasalahan ini dengan tenang, lain halnya dengan Ghani yang justru langsung tersulut emosi, lebih tepatnya terus menerus menyalahkan Edelweis dalam segala hal.

“Gue? Kenapa jadi gue?” Edelweis tak terima jika dia disalahkan untuk kesalahan yang bahkan dia tak lakukan.

“Lo itu pura-pura gak tahu atau emang beneran gak punya malu?”

“Eh, Jo! Lo apaan sih! Apa-apa salahin gue, ini itu salah gue. Semuanya lo limpahin kesalahannya ke gue. Kayaknya, gue napas aja salah dimata lo!”

“Emang, iya. Sejak lo datang di keluarga gue, semuanya jadi kacau. Lo emang biang dari semua masalah yang ada asal lo tahu.”

Edelweis membulatkan matanya, “Jo—”

“Udah-udah, Edel, Jo! Jangan ribut!”

“Kalian ini udah dewasa, gak malu apa sama umur. Masa cuma karena masalah kecil, kalian ribut terus.” Emmeline yang tadi diam, kembali membuka suara saat Jonathan dan Edelweis terus bertengkar. Tak ada hari untuk mereka akur sebentar saja, pasti ada saja yang jadi permasalahan diantara mereka.

“Jo tuh tante yang nyebelin, terus-terusan salahin aku.”

“Lah, nyatanya begitu kan?”

Edelweis mendengus kesal, dia menghentakkan kakinya kesal kemudian beranjak dengan kasar dari duduknya, melenggang pergi tanpa memperdulikan Emmeline yang memanggilnya.

“Jo...” Jonathan memutar bola matanya jengah mendengar peringatan dari Mama nya.

“Dasar lebay!”

“Jo, Papa gak suka, ya kalau kamu kayak gitu sama Edel. Gak seharusnya kamu seperti itu sama dia.”

“Terus aja dibela,” kesal Jonathan, dia jengah dengan ini semua.

“Jo, kamu—”

“Aku udah selesai.”

Jonathan beranjak cepat saat Papanya kembali berucap, dia melenggang pergi begitu saja meninggalkan meja makan. Bahkan, dia tak memperdulikan teriakan Mama nya saat melihat dia sudah melenggang pergi keluar dari rumah.

Emmeline mendesah pelan, dia mengusap pelan keningnya, menatap suaminya dengan lelah. “Pa, Papa emang harus ambil keputusan. Secepatnya, rencana itu harus terlaksana. Mama gak bisa ngeliat ini semua.”

Angga yang mendengar permintaan istrinya, terdiam untuk beberapa saat. Hingga akhirnya, dia mengangguk. Memang, dia harus segera mengambil keputusan.

***

“Edel...”

Emmeline perlahan masuk ke kamar Edelweis, mencari keberadaan perempuan itu di kamarnya. Namun, dia tak menemukan Edelweis disini, hingga matanya melihat pintu balkon kamar yang terbuka. Dia yakin, Edelweis di sana.

“Edel,”

Emmeline menghampiri Edelweis yang tengah duduk meringkuk diatas sofa kecil yang ada di balkon kamar perempuan itu. Edelweis hanya diam, menatap sekilas Emmeline dan kembali menatap langit malam yang banyak ditaburi bintang.

Emmeline duduk di samping Edelweis, “Jangan sedih, ya. Maafin, Jo.” kalimat yang sama yang selalu dia ucapkan untuk kesalahan putranya.

“Jo, kenapa sih tante benci banget sama aku. Padahal aku gak pernah tuh usik dia, gak pernah jahil sama dia. Tapi, kayaknya semua yang aku lakuin, salah terus di mata dia.”

Emmeline sebenarnya bingung harus menjawab apa, pasalnya apa yang diucapkan Edelweis memang benar adanya. Dia sendiri bingung dengan putranya, ada apa sebenarnya sehingga selalu bersitegang dengan Edelweis. Padahal selama yang dia lihat, Edelweis tak membuat masalah dengan putranya itu.

Edelweis menghela napas kasar, dia menatap Emmeline yang terdiam. “Kayaknya aku emang harus pindah dari sini, tante.”

“Pindah?”

“Iya, pindah. Kayaknya emang benar, semua masalah yang datang ke keluarga ini, aku penyebabnya. Omongan Jonathan benar, tan.”

“No... Enggak, Del. Jangan ngomong gitu lah.”

“Tapi, tante—”

“Gini, aja. Kamu mau masalah nya selesai?” Edelweis mengangguk membuat Emmeline tersenyum lebar. “Kalau begitu, menikah dengan Jo. Semuanya masalah akan selesai. Gimana?”

“Apa?”

***

to be continued...

Episodes
1 Ep. 1 - Tawaran untuk menikah
2 Ep. 2 - Let's married
3 Ep. 3 - Calon suami
4 Ep. 4 - Marahnya Jo : mengusir
5 Ep. 5 - Come and Go
6 Ep. 6 - Penuh Arti
7 Ep. 7 - Cemburu?
8 Ep. 8 - Sebuah Penghinaan
9 Ep. 9 - Fine, kita menikah.
10 Ep. 10 - Setelah Menikah
11 Ep.11 - Sebuah Perjanjian Pernikahan
12 Ep. 12 - Baik, tapi nyebelin!
13 Ep.13 - Pujian menyebalkan
14 Ep.14 - Perkara Lampu
15 Ep. 15 - Keterlaluan
16 Ep.16 - Teringat Masa lalu
17 Ep. 17 - Terjebak di Lift
18 Ep. 18 - Jonathan Sakit
19 Ep.19 - Berdebar Hatiku
20 Ep.20 - Sebuah Tamparan Halus
21 Ep.21 - Pelecehan tak terduga
22 Ep.22 - Sebuah Rencana
23 Ep.23 - Tak terduga
24 Ep.24 -
25 Ep.25 - Insiden Makan Siang
26 Ep.26 - Mencari Cara untuk Jatuh Cinta
27 Ep.27 - Langkah Pertama (Mata-Mata)
28 Ep.28 - Hamil
29 Ep.29 - Siapa yang ngidam?
30 Ep.30 - Waffle buatan Edelweis
31 Ep.31 - Kemeja Jonathan
32 Ep.32 - Jonathan tahu, Edelweis hamil.
33 Ep.33 - Permintaan Edelweis
34 Ep.34 - Sikap yang berbeda
35 Ep.35 - Makasih, ya, kamu.
36 Ep.36 -
37 Ep.37 - Tumpah
38 Ep.38 - Obrolan di Rumah Sakit
39 Ep.39 - Sadar diri
40 Ep.40 -
41 Ep.41 - Ngidam
42 Ep.42 - Ngidam Seblak
43 Ep.43 - Perkara Seblak dan Nasi Uduk
44 Ep.44 — Sebuah Tamparan
45 Ep.45 — Perubahan Edelweis
46 Ep.46 — Sikap Edelweis
47 Ep.47 - Akan Jatuh Cinta
48 Ep.48 — Perubahan Edelweis (a)
49 Ep.49 — Kenyataan : Edel hamil?
50 Ep.50 — Pertengkaran
51 Ep.51 — Kissing
52 Ep.52 — Sosok Menyedihkan
53 Ep.53 — Tak ingin kehilangan
54 Ep.54 —
Episodes

Updated 54 Episodes

1
Ep. 1 - Tawaran untuk menikah
2
Ep. 2 - Let's married
3
Ep. 3 - Calon suami
4
Ep. 4 - Marahnya Jo : mengusir
5
Ep. 5 - Come and Go
6
Ep. 6 - Penuh Arti
7
Ep. 7 - Cemburu?
8
Ep. 8 - Sebuah Penghinaan
9
Ep. 9 - Fine, kita menikah.
10
Ep. 10 - Setelah Menikah
11
Ep.11 - Sebuah Perjanjian Pernikahan
12
Ep. 12 - Baik, tapi nyebelin!
13
Ep.13 - Pujian menyebalkan
14
Ep.14 - Perkara Lampu
15
Ep. 15 - Keterlaluan
16
Ep.16 - Teringat Masa lalu
17
Ep. 17 - Terjebak di Lift
18
Ep. 18 - Jonathan Sakit
19
Ep.19 - Berdebar Hatiku
20
Ep.20 - Sebuah Tamparan Halus
21
Ep.21 - Pelecehan tak terduga
22
Ep.22 - Sebuah Rencana
23
Ep.23 - Tak terduga
24
Ep.24 -
25
Ep.25 - Insiden Makan Siang
26
Ep.26 - Mencari Cara untuk Jatuh Cinta
27
Ep.27 - Langkah Pertama (Mata-Mata)
28
Ep.28 - Hamil
29
Ep.29 - Siapa yang ngidam?
30
Ep.30 - Waffle buatan Edelweis
31
Ep.31 - Kemeja Jonathan
32
Ep.32 - Jonathan tahu, Edelweis hamil.
33
Ep.33 - Permintaan Edelweis
34
Ep.34 - Sikap yang berbeda
35
Ep.35 - Makasih, ya, kamu.
36
Ep.36 -
37
Ep.37 - Tumpah
38
Ep.38 - Obrolan di Rumah Sakit
39
Ep.39 - Sadar diri
40
Ep.40 -
41
Ep.41 - Ngidam
42
Ep.42 - Ngidam Seblak
43
Ep.43 - Perkara Seblak dan Nasi Uduk
44
Ep.44 — Sebuah Tamparan
45
Ep.45 — Perubahan Edelweis
46
Ep.46 — Sikap Edelweis
47
Ep.47 - Akan Jatuh Cinta
48
Ep.48 — Perubahan Edelweis (a)
49
Ep.49 — Kenyataan : Edel hamil?
50
Ep.50 — Pertengkaran
51
Ep.51 — Kissing
52
Ep.52 — Sosok Menyedihkan
53
Ep.53 — Tak ingin kehilangan
54
Ep.54 —

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!