Ep. 2 - Let's married

“Apa? Menikah sama Edel?”

Tawa hambar pun langsung menggelegar kala telinganya mendengar permintaan yang baru saja dilontarkan Papa nya.

“Jo, Papa serius! Kamu lebih baik menikah sama Edel, supaya meredam semua berita-berita yang ada. Semuanya akan kembali baik, kalau ternyata status antara kamu juga Edel itu jelas, jadi gak akan ada lagi prasangka buruk tentang alasan kalian tinggal bersama. Dan, itu semua menguntungkan semuanya, Jo.”

Jonathan terdiam seketika, menatap datar Papa nya. “Pa, kenapa harus menikah coba? Ada banyak cara supaya kita bisa bungkam media, gak harus dengan menikah. Lagipula, aku gak mau, ya menikah sama Edel yang jelas-jelas Papa tahu sendiri kalau aku gak suka sama dia.”

Angga tahu jika putranya memang menaruh rasa tak suka pada Edelweis sejak dulu, entah apa sebabnya dia sendiri tak tahu. Yang jelas, hanya ada kebencian di mata Jonathan untuk Edelweis.

“Oke, kalau gitu dengan cara apa supaya berita-berita diluar sana berhenti bikin gosip buruk tentang kita, tentang keluarga kita? Coba kasih tahu Papa!”

“Gampang!” jawab Jonathan cepat. “Edel keluar dari rumah dan semuanya selesai, gak akan ada lagi berita-berita sampah tentang keluarga kita. Gampang kan?”

Angga berdecak, dia memejamkan matanya mendengar solusi yang diberikan putranya. “Itu bukan solusi, itu emang keinginan kamu. Solusi yang tepat adalah kamu menikahi Edel, buat kalian punya status hubungan serius.”

“No! Itu juga bukan solusi, tapi itu keinginan Papa.” tolak Jonathan, dia menggeleng heran. “Lagipula aku bingung, apa sih, Pa yang buat Papa sama Mama gak mau banget ngelepasin dia? Dia udah dewasa kali, dia bisa jaga diri dia sendiri!”

“Jo, tolong lah. Kamu tahu sendiri, Edel itu gak punya siapapun lagi selain kita. Almarhum orangtua nya adalah sahabat dekat Papa, dia menitipkan Edel sama keluarga kita. Jadi, gak mungkin Papa biarin Edel hidup seorang diri di luaran, gak mungkin.”

“Pa, tapi kan aku udah bilang kalau dia itu udah dewasa, udah bisa jaga dirinya sendiri. Dia—”

“No, Jo, no! Papa gak bisa biarkan Edel hidup sendiri. Dia itu gak sekuat yang kamu kira, Jo. Edel itu rapuh asal kamu tahu.”

Jonathan menarik tipis sudut bibirnya, tersenyum sinis. “Emang dia nya aja yang manja, lemah.” sinis Jonathan.

“Jo, Papa mohon sama kamu. Tolong nikahi Edel, buat dia jadi istri kamu.”

Jonathan beranjak dari duduknya dengan kasar, “No!” jawab Jonathan sambil berbalik melenggang pergi dari ruangan Papa nya.

***

“Mas Jo,”

Wajah masam penuh kemarahan yang awalnya ditunjukkan Jonathan, berubah seketika saat seseorang datang menghampirinya. Retha Franklin, seorang aktris yang baru meniti karir satu tahun terakhir ini. Perempuan itu juga merupakan perempuan yang berhasil memikat hatinya, bukan hanya sekedar wajahnya yang cantik, namun juga hatinya yang baik. Tutur katanya yang lembut, segala tindakannya yang selalu tenang juga penampilan sederhana yang tak pernah menonjol, sederhana namun terlihat istimewa dimata Jonathan.

“Hai, Tha.”

Retha tersenyum simpul, “Mas Jo, kenapa? Kok keliatannya sedikit murung gitu. Semuanya baik-baik aja kan, mas?” tanya Retha penuh perhatian.

Hal sederhana, hanya bertanya tentang kabar namun ternyata efeknya luar biasa Jonathan rasakan. Hatinya berbunga-bunga hanya karena pertanyaan seperti itu.

“Everything is okay, don't worry. Makasih ya, udah nanyain kabar aku.”

Retha mengangguk-angguk, “Syukurlah kalau ternyata semuanya baik-baik aja.”

Jonathan mengangguk, “Iya, baik-baik aja kok. Btw, kamu ada shooting hari ini?” tanya Jonathan, setahu dia hari ini tak ada jadwal Retha untuk shooting di perusahaan nya.

Retha tersenyum simpul, “Gak ada sih, mas.” Jonathan mengangguk dengan kening mengerut bingung. “Sebenarnya aku kesini mau ketemu mas Jo.”

“Ketemu aku?”

“Iya, mas.” Retha mengulurkan tangannya, menyerahkan lunch box ditangannya. “Ini buat mas Jo, kebetulan aku abis bikin content masak gitu mas. Pengen, mas Jo cobain juga masakan aku.” jelas Retha, kedua pipinya bersemu merah, malu.

Jonathan mengulum bibirnya, “Ya ampun, makasih banget, gak sangka ternyata kamu ingat sama aku.”

Retha hanya terkekeh saja.

“Yaudah, gimana kalau kita makan ini bareng?” tawar Jonathan, dia menaikkan kedua aslinya. “Jadi, maksudnya kamu bisa lihat reaksi sekaligus komentar dari aku secara langsung. Gimana?”

“Emangnya, aku gak ganggu waktu mas Jo?”

Jonathan dengan cepat menggeleng, untuk Retha waktunya selalu kosong, ada waktu fleksibel yang bisa di luangkan demi Retha, perempuan yang dia cinta. “Enggak kok. Gimana, mau? Atau, kamu ada urusan lain?”

“Oh, enggak kok. Aku gak ada jadwal apapun sih sampai sore ini. Jadi, boleh deh, mas.”

“Yaudah, ayo ke ruangan aku!”

Dan, disinilah mereka kini, di ruangan milik Jonathan, duduk berdampingan di sofa panjang yang ada di ruangan ini.

“Aku makan, ya!”

“Iya, mas.”

Jonathan langsung membelalakkan matanya merasakan nikmat dari makanan yang dibawa Retha untuknya, dia tersenyum sambil mengangguk-angguk menatap perempuan itu. “Enak banget masakan kamu, aku suka loh.”

“Ya ampun... Syukur deh kalau mas Jo suka, gak sangka juga aku.”

“Gak nyangka, selain kamu hebat kerja, tapi kamu juga hebat ya kalau urusan dapur.”

Retha kembali terkekeh, tersenyum simpul mendengar pujian Jonathan. “Ya ampun, mas. Gak usah berlebihan gitulah puji aku nya, biasa aja. Aku jadi malu.”

“Tapi aku emang beneran kagum sama kamu, Tha. Kamu pintar banget dalam segala hal, bahkan aku masih ingat banget pas SMA kamu juga banyak prestasinya. Kalau ada manusia sempurna, mungkin itu kamu. Pintar, cantik, dewasa, mandiri, bisa kerja, bahkan kamu bisa masak makanan selezat ini.”

Jonathan memang tak ada hentinya jika sudah memuji Retha, benar-benar luar biasa perempuan itu matanya. Just info saja, mereka dulu pernah sekolah di SMA yang sama, Retha itu adik kelasnya dan dari situlah muncul perasaan kagum Jonathan untuk Retha, apalagi dia tahu bagaimana dulunya perempuan itu sampai kini sudah sukses sekarang. Meskipun sampai sekarang, hubungannya dengan Retha belum ada status pastinya, tapi Jonathan sudah mengklaim Retha sebagai miliknya.

“Mas Jo... Udahlah, jangan memuji aku terus, aku malu.”

“Tapi, itu nyatanya Tha.”

“Sebenarnya, mungkin karena aku berasal dari panti, aku gak punya orangtua, gak ada sosok yang benar-benar mengajarkan aku gitu. Karena itu pula aku dipaksa harus dewasa dan mandiri sejak dulu, apalagi sekarang aku masih punya adik-adik panti yang masih butuh aku.”

Jonathan tersenyum lebar, dia semakin kagum sama Retha. Lihat, bahkan Retha tumbuh tanpa orangtuanya, namun perempuan itu bisa sedewasa ini. Lalu, kenapa Edelweis tidak? Edelweis bahkan ditinggal orangtuanya saat masih SMP, dimana disitu seharusnya Edelweis sudah bisa hidup mandiri. Tapi, nyatanya apa? Dari dulu sampai sekarang, Edelweis manja. Berbanding terbalik dengan Retha.

Tck, untuk apa juga Jonathan membandingkan mereka? Retha tak pantas jika harus dibandingkan dengan Edelweis yang manja itu. Heh.

“Eh, yaudah kamu ikut makan. Ayo, makan bareng!”

“Enggak, ah mas. Aku cuma pengen tahu reaksi mas Jo aja, siapa tahu juga ada masukan buat aku supaya aku bisa belajar lagi gitu.”

“Enak kok, ini enak banget malah. Ayo, makan!”

“Enggak, mas. Gak usah, mas Jo aja.”

“Retha, aku gak enak lah. Masa aku makan, kamu cuma diam ngeliatin. Gak papa, ayo makan bareng!”

“Yaudah, deh. Aku juga ikutan makan. Mas Jo ini, bisa banget ya kalau paksa orang.”

“Iya dong.”

Mereka pun menikmati makanan itu dengan tenang, dibarengi obrolan yang terus mengalir begitu saja. Bahkan, tanpa canggung Jonathan membersihkan sudut bibir Retha saat ada sisa makanan disana. Senyum, kehangatan sosok Jonathan muncul seketika saat bersama Retha. Berbanding terbalik dengan dia saat bersama Edelweis.

Hingga ketenangan diantara mereka pun pecah saat kedatangan seseorang yang benar-benar tak disangka.

“Jo!”

Baik Jonathan ataupun Retha langsung menoleh ke sumber suara, dimana ada Edelweis yang tiba-tiba datang, mendorong kasar pintu ruangannya dan langsung meneriakan nama Jonathan.

“Eh, maksud lo apa, ya ngelakuin itu?”

Edelweis berhadapan langsung dengan Jonathan, menarik kasar kerah kemeja pria itu, ditatapnya marah. “Maksud lo apa ngeblokir kartu kredit gue? Gue malu tadi, lagi belanja gak bisa bayar. Mau ditaruh dimana muka gue!”

Jontahy senang tahu jika Edelweis harus merasakan malu, namun dia tak mungkin langsung mengatakan itu dihadapan Retha. Bisa hancur citranya didepan perempuan itu.

Retha yang terkejut dengan kedatangan Edelweis pun langsung beranjak berdiri, semakin terkejut saat Edelweis menarik kerah kemeja Jonathan.

“Mba Edel, lepasin dulu dong. Jangan kayak gini, kasihan mas Jo.” ucap Retha, dia mencoba melepaskan tangan Edelweis dari kerah Jonathan.

“Diam lo! Gue gak punya urusan sama lo!”

“Mbak, tapi—”

Edelweis berdecak kesal, dia melayangkan telunjuknya pada Retha. “Gak usah sok cari muka! Gue gak mempan sama kepalsuan lo itu! Jadi, gak usah sok baik sama gue!”

Retha menggeleng, dia tak berpura-pura.

“Edel, lo apaan sih! Gak usah marah-marah sama Retha, dia gak salah apapun!”

“Diam, lo!”

Retha hendak kembali mengeluarkan suaranya, namun Edelweis lebih cepat menarik tangannya yang membuat Retha juga Jonathan melayangkan protes.

Edelweis membuka pintu ruangan Jonathan, menarik Retha keluar. “Gak usah banyak omong! Gue gak punya urusan sama lo!" setelahnya, Edelweis menutup pintu ruangan itu, tak lupa menguncinya dari dalam sehingga kini hanya tinggal dirinya juga Jonathan disini.

“Lo apaan sih, Del?”

Edelweis menahan Jonathan, dia mendorong pria itu sehingga membuat Jonathan jatuh terduduk diatas sofa.

“Lo yang apaan? Lo ngapain pakai acara blokir kartu gue? Maksud lo apa?” kesal Edelweis, dia masih teringat jelas bagaimana malunya dia saat sudah mengantri untuk membayar belanjaannya, namun justru semua kartu kreditnya terblokir. Dan, Edelweis tahu pelakunya pasti Jonathan.

Jonathan membenarkan duduknya, menatap Edelweis dengan kerutan di keningnya. “Ya, biar lo sadar untuk gak boros lagi. Lagian, lo tuh gak bosen atau capek apa setiap hari belanja terus? Dan, harus lo tahu, belanjaan lo tuh selalu over limit!”

“Harusnya, lo ngomong langsung sama gue! Gak usah main blokir-blokiran. Lo tahu, gimana malunya gue tadi?”

“Gue gak peduli,”

“Jo! Lo kenapa tega banget sih sama gue! Gue salah apa sama lo!?”

Edelweis tak bisa menahan nya, kali ini Jonathan keterlaluan. Dia sudah membuatnya malu, sehingga dia harus mendengar bisik-bisik orang merendahkan dirinya.

Jonathan beranjak berdiri, menatap Edelweis dengan wajah mendongak angkuh. “Banyak.” jawab Jonathan, dia melenggang melewati Edelweis.

Siapa sangka, Edelweis justru memeluk Jonathan dari belakang. “Jo, please... kasih tahu gue apa yang buat lo benci sama gue? Gue gak akan sadar ataupun memperbaiki diri, sedangkan gue gak tahu salah gue dimana. Kasih tahu gue, Jo. Apa alasannya?” Edelweis semakin mengeratkan pelukannya saat Jonathan sejak tadi berusaha melepaskan tangannya yang melingkar di perut pria itu.

“Lepasin gue!”

“Gak, sebelum lo kasih tahu gue alasannya apa.”

“Edel... Edelweis!”

“Jo, tell me...”

Jonathan menghela napas kasar, “Karena gue gak suka, lo ada di kehidupan gue.” jawab Jonathan yang membuat Edelweis merenggangkan pelukannya, membuat Jonathan dengan cepat melepaskan diri dari perencanaan itu. “Ngerti sekarang?”

Edelweis mengerjap-ngerjapkan matanya, raut wajahnya sulit diartikan. “Jadi, lo gak suka gue ada di kehidupan lo? Itu sebabnya lo selalu buat gue dalam masalah?” tanya Edelweis, dia mengangguk-angguk.

“Ya!”

Edelweis ber'oh'ria, dia tersenyum angkuh. “Oke, kalau begitu, let's married!”

***

to be continued...

Episodes
1 Ep. 1 - Tawaran untuk menikah
2 Ep. 2 - Let's married
3 Ep. 3 - Calon suami
4 Ep. 4 - Marahnya Jo : mengusir
5 Ep. 5 - Come and Go
6 Ep. 6 - Penuh Arti
7 Ep. 7 - Cemburu?
8 Ep. 8 - Sebuah Penghinaan
9 Ep. 9 - Fine, kita menikah.
10 Ep. 10 - Setelah Menikah
11 Ep.11 - Sebuah Perjanjian Pernikahan
12 Ep. 12 - Baik, tapi nyebelin!
13 Ep.13 - Pujian menyebalkan
14 Ep.14 - Perkara Lampu
15 Ep. 15 - Keterlaluan
16 Ep.16 - Teringat Masa lalu
17 Ep. 17 - Terjebak di Lift
18 Ep. 18 - Jonathan Sakit
19 Ep.19 - Berdebar Hatiku
20 Ep.20 - Sebuah Tamparan Halus
21 Ep.21 - Pelecehan tak terduga
22 Ep.22 - Sebuah Rencana
23 Ep.23 - Tak terduga
24 Ep.24 -
25 Ep.25 - Insiden Makan Siang
26 Ep.26 - Mencari Cara untuk Jatuh Cinta
27 Ep.27 - Langkah Pertama (Mata-Mata)
28 Ep.28 - Hamil
29 Ep.29 - Siapa yang ngidam?
30 Ep.30 - Waffle buatan Edelweis
31 Ep.31 - Kemeja Jonathan
32 Ep.32 - Jonathan tahu, Edelweis hamil.
33 Ep.33 - Permintaan Edelweis
34 Ep.34 - Sikap yang berbeda
35 Ep.35 - Makasih, ya, kamu.
36 Ep.36 -
37 Ep.37 - Tumpah
38 Ep.38 - Obrolan di Rumah Sakit
39 Ep.39 - Sadar diri
40 Ep.40 -
41 Ep.41 - Ngidam
42 Ep.42 - Ngidam Seblak
43 Ep.43 - Perkara Seblak dan Nasi Uduk
44 Ep.44 — Sebuah Tamparan
45 Ep.45 — Perubahan Edelweis
46 Ep.46 — Sikap Edelweis
47 Ep.47 - Akan Jatuh Cinta
48 Ep.48 — Perubahan Edelweis (a)
49 Ep.49 — Kenyataan : Edel hamil?
50 Ep.50 — Pertengkaran
51 Ep.51 — Kissing
52 Ep.52 — Sosok Menyedihkan
53 Ep.53 — Tak ingin kehilangan
54 Ep.54 —
Episodes

Updated 54 Episodes

1
Ep. 1 - Tawaran untuk menikah
2
Ep. 2 - Let's married
3
Ep. 3 - Calon suami
4
Ep. 4 - Marahnya Jo : mengusir
5
Ep. 5 - Come and Go
6
Ep. 6 - Penuh Arti
7
Ep. 7 - Cemburu?
8
Ep. 8 - Sebuah Penghinaan
9
Ep. 9 - Fine, kita menikah.
10
Ep. 10 - Setelah Menikah
11
Ep.11 - Sebuah Perjanjian Pernikahan
12
Ep. 12 - Baik, tapi nyebelin!
13
Ep.13 - Pujian menyebalkan
14
Ep.14 - Perkara Lampu
15
Ep. 15 - Keterlaluan
16
Ep.16 - Teringat Masa lalu
17
Ep. 17 - Terjebak di Lift
18
Ep. 18 - Jonathan Sakit
19
Ep.19 - Berdebar Hatiku
20
Ep.20 - Sebuah Tamparan Halus
21
Ep.21 - Pelecehan tak terduga
22
Ep.22 - Sebuah Rencana
23
Ep.23 - Tak terduga
24
Ep.24 -
25
Ep.25 - Insiden Makan Siang
26
Ep.26 - Mencari Cara untuk Jatuh Cinta
27
Ep.27 - Langkah Pertama (Mata-Mata)
28
Ep.28 - Hamil
29
Ep.29 - Siapa yang ngidam?
30
Ep.30 - Waffle buatan Edelweis
31
Ep.31 - Kemeja Jonathan
32
Ep.32 - Jonathan tahu, Edelweis hamil.
33
Ep.33 - Permintaan Edelweis
34
Ep.34 - Sikap yang berbeda
35
Ep.35 - Makasih, ya, kamu.
36
Ep.36 -
37
Ep.37 - Tumpah
38
Ep.38 - Obrolan di Rumah Sakit
39
Ep.39 - Sadar diri
40
Ep.40 -
41
Ep.41 - Ngidam
42
Ep.42 - Ngidam Seblak
43
Ep.43 - Perkara Seblak dan Nasi Uduk
44
Ep.44 — Sebuah Tamparan
45
Ep.45 — Perubahan Edelweis
46
Ep.46 — Sikap Edelweis
47
Ep.47 - Akan Jatuh Cinta
48
Ep.48 — Perubahan Edelweis (a)
49
Ep.49 — Kenyataan : Edel hamil?
50
Ep.50 — Pertengkaran
51
Ep.51 — Kissing
52
Ep.52 — Sosok Menyedihkan
53
Ep.53 — Tak ingin kehilangan
54
Ep.54 —

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!