Ep. 4 - Marahnya Jo : mengusir

“Ih... Jo! Lo marah-marah terus sih sama gue.” rengek Edelweis, dia menggerutu dan terlihat sedih namun tersenyum lebar dan merasa puas ketika berada di belakang Jonathan.

“Gue udah bilang, jangan ganggu gue! Tapi, lo malah batu! Lagian juga, buat apa lo bilang kayak tadi? Lo pikir bagus? Iya?”

Jonathan masih kesal dengan kejadian di kantor pagi tadi, dimana Edelweis yang mengganggunya dan berakhir mengucapkan satu kalimat yang mengubah semuanya. Masalahnya, mungkin jika hanya mereka berdua, kalimat itu tak akan berarti apa-apa, hanya akan dianggap angin lalu oleh Jonathan sendiri. Namun, masalahnya adalah banyak pasang telinga yang mendengar juga pasang mata yang menyaksikan, terlebih ada Retha disalah satunya. Heboh sudah berita tentang Jonathan yang merupakan calon suami Edelweis.

“Loh, emangnya gue salah? Lo kan emang calon suami gue, gimana sih.”

“Lo pikir gue mau married sama lo? Enggak! Gak akan pernah!”

Edelweis mendengus dalam hati, Jonathan pikir Edelweis juga mau? Tidak, jawabannya tidak.

“Ya ampun, Jo... Jangan gitu deh. Mau, gak mau lo akan tetap married sama gue.”

“In your dream!”

“Ya, gakpapa di dalam mimpi juga. Siapa tahu emang jadi nyata.”

Jonathan mengepalkan tangannya, menahan emosi atau kelakuan Edelweis. Dia hanya bisa menggeram kesal dan berlalu pergi meninggalkan Edelweis yang masih juga mengekorinya.

“Jo, tapi tangan gue masih sakit.”

“Bukan urusan gue,”

“Tapi kan karena ketiban badan lo, makanya keseleo gini.”

“Lo yang bikin ulah.”

“Tapi—”

“Edel, Jo. Ini kalian kenapa sih ribut terus? Gak capek apa, dari pagi sampai malam, pagi lagi, ribut terus. Setiap hari loh, gak pernah ada sehari pun mama lihat kalian ini akur. Bisalah, akur sebentar aja. Pusing mama dengarnya, kalian kan bukan anak-anak lagi, udah pada dewasa.”

Emmeline yang datang langsung berucap demikian, dia menggeleng heran melihat kelakuan dua anak manusia di hadapannya yang tak pernah absen untuk beradu mulut.

Jonathan diam.

Lain halnya dengan Edelweis, “Aku sebenarnya gak mau ribut, tante. Tapi, aku juga gak ngerti kenapa Jo selalu ngibarin bendera perang terus sama aku. Dia bawaannya pengen ribut terus sama aku.” jawab Edelweis, dia mulai mendramatisir suasana.

“Hari ini aja, tangan aku kekilir tante gara-gara Jo.”

Jonathan membelalakan matanya, dia sudah bosan dengan drama yang akan Edelweis ciptakan.

“Drama!” batin Jonathan.

“Kekilir?”

“Iya, tante. Tuh, sampai bengkak gitu.”

Emmeline bisa melihat jika pergelangan tangan Edelweis sedikit membiru dan bengkak, “Ya ampun... Kok bisa sih, gimana ceritanya coba?” Emmeline meringis saat Edelweis meringis tangannya ia sentuh. “Bengkak gini loh...”

“Itu tante, Jo. Dia timpa badan aku.”

Agak sedikit ambigu jawaban Edelweis itu, namun memang itu niatnya. Edelweis sengaja mengatakan seperti itu agar ada kesalahanpahaman dan Jonathan yang akan kembali jadi korban.

“Hah, maksudnya gimana?”

“Gitulah tante,”

Jonathan mendengus kesal, “Ngomong apa sih lo? Jangan asal deh! Jelas-jelas gue jatuh juga karena lo—”

“Jo, udah deh ah. Tangan aku ini sakit karena kamu, please deh gak usah marah-marah sama aku. Gak kasihan apa kamu.”

“Jo, Edel benar. Udah, ya kamu gak usah marah-marah sama dia.”

Jonathan berdecak, memutar bola matanya jengah. “Terserah lah! Terus aja Mama percaya sama dia daripada aku, anak Mama sendiri.” ketus Jonathan sambil berlalu pergi begitu saja.

“Tante, Jo tambah marah.”

“Udah, gakpapa. Yaudah, yuk kita obatin dulu tangan kamu. Biar tante olesin salep atau minyak angin, ya. Nanti tante dokter datang kesini.”

“Iya, tante. Thank you, ya...”

“Iya, sayang... Ayo!”

***

Jonathan sampai di kamarnya, dia menjatuhkan bokongnya di sofa dan langsung mengeluarkan ponsel. Hal pertama yang dia lakukan saat membuka ponsel adalah mencari nomor seseorang, sedangkan sebenarnya ponselnya terus memunculkan deretan pesan dari grup sekolahnya dulu, dimana dia yakin isinya akan membicarakan tentang dia juga Edelweis. Mungkin, berita tentang dia yang merupakan calon suami Edelweis sudah menyebar luas.

Retha. Orang yang jadi tujuannya saat ini. Tanpa membuang waktu, Jonathan langsung menekan ikon panggilan, menelpon perempuan itu.

Tak butuh waktu lama, panggilan langsung terhubung.

“Hallo, Tha.”

“Hallo, mas Jo. Hm... Ada apa, ya mas?”

“Kamu lagi sibuk?”

“Enggak kok, aku lagi break ini. Mungkin 15 menit lagi mau take. Ada apa, ya mas?”

Jonathan bingung harus menjelaskan darimana. “Tha, soal tadi di kantor. Kamu percaya sama itu semua?” tanya Jonathan cemas.

“Soal apa, ya mas?”

“Soal aku sama Edel.”

Hening untuk beberapa saat sebelum akhirnya Retha membuka suara, “Emangnya, ada hal yang buat aku harus gak percaya sama apa yang mbak Edel omongin mas? Masalahnya, ini bukan sekali dua kali mbak Edel ngomong begitu. Dan, setelah melihat tadi, kayaknya emang benar deh apa yang mbak Edel omongin selama ini.”

Jonathan memejamkan matanya, Edelweis memang sudah keterlaluan. “Tha, tapi itu semua gak benar. Aku gak mungkin menikah sama Edel.”

“Apanya yang gak mungkin, mas? Kita semua tahu loh, mas sama Mbak Edel itu tinggal bareng. Gak menutup kemungkinan untuk kalian menikah atau mungkin sebenarnya kalian udah menikah cuma ditutupi dari media karena itu juga kalian tinggal bareng. Mungkin aja kan, mas?”

“Tapi, Tha aku tuh gak cinta sama Edel. Untuk masalah kami tinggal bareng, itu karena orang tua aku.”

Retha terkekeh di seberang sana. “Ya ampun, mas... Ada apa sih sama kamu? Lagian, kamu kenapa sih kekeh banget menyakinkan aku untuk gak percaya omongan mbak Edel? Kenapa coba mas?”

“Aku cuma gak mau kamu salah paham.”

“Ya, tapi kan— Mas, maaf ya aku udah mau mulai take ini. Telpon nya aku matiin, ya. ”

“Sebentar, Tha. Besok kamu ada acara gak?”

“Gak ada sih mas, kayaknya.”

“Yaudah, kalau begitu nanti aku kirimin kamu alamat, kita ketemuan di tempat itu. Ada yang mau aku obrolin sama kamu.”

“Oke deh, mas. Yaudah, aku matiin ya.”

“Iya. Makasih ya...”

Panggilan terputus. Jonathan menatap ponselnya, meremasnya perlahan dengan benak yang kini memikirkan kelakuan Edelweis.

“Bener-bener cewek itu, emang harus dikasih pelajaran!”

***

“Jo... Jo... Gak mau! Jo, gue gak mau! Jonathan!”

Teriakan Edelweis sudah menggelegar sejak tadi, lebih tepatnya sejak Jonathan menarik tangannya untuk keluar dari rumah.

Tadi, tiba-tiba Jonathan masuk ke kamar Edelweis membuat perempuan itu terkejut bukan main. Tanpa bicara apapun, Jonathan membuka lemari Edelweis, mengambil asal satu koper milik perempuan itu dan memasukkan asal beberapa pakaian milik Edelweis.

“Jo, lo apa-apaan sih? Ini pakaian gue mau lo apain?” tanya Edelweis saat melihat apa yang dilakukan Jonathan, dia menarik tangan Jonathan untuk menghentikan kegiatan pria itu.

“Jo! Lo gila, ya! Jo!”

“Diam, lo!”

Edelweis tersentak saat Jonathan meneriakinya, bahkan tubuhnya sampai bergetar apalagi melihat kemarahan yang terpancar begitu jelas dimata pria itu.

“Gue udah kasih lo peringatan buat gak ganggu gue. Tapi, apa? Lo tetap aja ganggu gue! Lo pikir, ancaman gue selama ini pura-pura, cuma main-main doang? Gak! Gue gak main-main sama apa yang gue omongin!”

Edelweis menggeleng pelan, “Gue gak ganggu lo kok, Jo. Gue—”

“Shut up!”

Kembali, Edelweis dibuat diam karena kemarahan Jonathan.

“Pergi lo dari rumah gue sekarang!”

Jonathan menutup kasar koper tersenyum, menarik paksa Edelweis yang masih memberontak meminta dilepaskan.

“Jo, lo apaan sih? Jangan paksa gue. Tangan gue sakit.”

Seakan tuli, Jonathan tak memperdulikan ringisan Edelweis, pria itu tetap menarik paksa juga mencengkram kuat pergelangan tangan Edelweis yang masih bengkak itu.

“Jo...” ringis Edelweis, dia merasakan sakit yang luar biasa karena cengkraman juga tarikan tangan Jonathan di pergelangan tangannya.

Setelah sampai di pintu, Jonathan langsung menghempaskan tangan Edelweis membuat perempuan itu jatuh tersungkur. Jonathan juga melempar koper milik Edelweis. Benar-benar, malam ini Edelweis diperlakukan seakan dia tak punya harga dirinya.

“Pergi lo dari rumah gue sekarang!”

“Jo!”

Belum sempat Edelweis beranjak, Jonathan sudah lebih dulu menutup pintu, benar-benar menutup akses untuk Edelweis masuk kembali.

“Jonathan!”

***

“Edel kok belum turun juga, ya? Gak kayak biasanya.”

Emmeline menatap kearah tangga, terus menantikan kedatangan Edelweis untuk ikut sarapan bersama seperti biasanya. Namun, ini sudah lewat dari waktu biasanya, perempuan itu tak terlihat kehadirannya, bahkan suaranya pun belum terdengar sedikitpun.

Jonathan yang mendengar keluhan Mamanya hanya diam, karena dia tahu yang sebenarnya. Dia memilih menikmati sarapannya, meskipun tanpa selera.

“Susulin aja, Ma ke kamarnya. Atau, Jo, kamu telpon Edel coba.” saran Angga, dia pun sama bingungnya seperti istrinya.

“Malas,” jawab Jonathan acuh, dia cepat-cepat menyelesaikan makannya.

“Bu, bu, Non Edel bu.”

Bi Ami yang merupakan pekerja disini yang sudah bekerja hampir seumur Jonathan, datang dengan sedikit berlari, tak lupa wajah cemas terlihat jelas.

Emmeline yang mendengar nama Edelweis ikut cemas juga, apalagi melihat ekspresi Bi Ami. “Edel kenapa, bi?”

“Non Edel, bu, pak.”

“Iya, Edelnya kenapa?”

“Non Edel gak ada dikamarnya, Bu. Terus kamarnya berantakan, banyak baju-baju non Edel yang berserakan.”

“Apa!?”

Jonathan selesai dengan makanan, dia meneguk jus jeruknya dan beranjak berdiri. Dia tak terkejut dengan apa yang diucapkan Bi Ami. “Ma, Pa, aku berangkat, ya.”

Disaat semuanya cemas karena Edelweis tak ada di kamarnya, justru Jonathan dengan santainya berucap demikian.

“Jo, kamu tuh, ya! Edel gak ada di kamar, Jo! Dia gak ada di kamarnya!”

“Ya, terus?”

“Ya, terus? Ya ampun, Jo... Mama tahu kamu gak akur Edel, tapi gak gini juga, Jo. Masa kamu gak ada peduli sedikitpun tahu Edel gak ada.”

“Ya, buat apa aku peduli? Orang aku sendiri yang usir dia.”

“Apa!?”

***

to be continued...

Episodes
1 Ep. 1 - Tawaran untuk menikah
2 Ep. 2 - Let's married
3 Ep. 3 - Calon suami
4 Ep. 4 - Marahnya Jo : mengusir
5 Ep. 5 - Come and Go
6 Ep. 6 - Penuh Arti
7 Ep. 7 - Cemburu?
8 Ep. 8 - Sebuah Penghinaan
9 Ep. 9 - Fine, kita menikah.
10 Ep. 10 - Setelah Menikah
11 Ep.11 - Sebuah Perjanjian Pernikahan
12 Ep. 12 - Baik, tapi nyebelin!
13 Ep.13 - Pujian menyebalkan
14 Ep.14 - Perkara Lampu
15 Ep. 15 - Keterlaluan
16 Ep.16 - Teringat Masa lalu
17 Ep. 17 - Terjebak di Lift
18 Ep. 18 - Jonathan Sakit
19 Ep.19 - Berdebar Hatiku
20 Ep.20 - Sebuah Tamparan Halus
21 Ep.21 - Pelecehan tak terduga
22 Ep.22 - Sebuah Rencana
23 Ep.23 - Tak terduga
24 Ep.24 -
25 Ep.25 - Insiden Makan Siang
26 Ep.26 - Mencari Cara untuk Jatuh Cinta
27 Ep.27 - Langkah Pertama (Mata-Mata)
28 Ep.28 - Hamil
29 Ep.29 - Siapa yang ngidam?
30 Ep.30 - Waffle buatan Edelweis
31 Ep.31 - Kemeja Jonathan
32 Ep.32 - Jonathan tahu, Edelweis hamil.
33 Ep.33 - Permintaan Edelweis
34 Ep.34 - Sikap yang berbeda
35 Ep.35 - Makasih, ya, kamu.
36 Ep.36 -
37 Ep.37 - Tumpah
38 Ep.38 - Obrolan di Rumah Sakit
39 Ep.39 - Sadar diri
40 Ep.40 -
41 Ep.41 - Ngidam
42 Ep.42 - Ngidam Seblak
43 Ep.43 - Perkara Seblak dan Nasi Uduk
44 Ep.44 — Sebuah Tamparan
45 Ep.45 — Perubahan Edelweis
46 Ep.46 — Sikap Edelweis
47 Ep.47 - Akan Jatuh Cinta
48 Ep.48 — Perubahan Edelweis (a)
49 Ep.49 — Kenyataan : Edel hamil?
50 Ep.50 — Pertengkaran
51 Ep.51 — Kissing
52 Ep.52 — Sosok Menyedihkan
53 Ep.53 — Tak ingin kehilangan
54 Ep.54 —
Episodes

Updated 54 Episodes

1
Ep. 1 - Tawaran untuk menikah
2
Ep. 2 - Let's married
3
Ep. 3 - Calon suami
4
Ep. 4 - Marahnya Jo : mengusir
5
Ep. 5 - Come and Go
6
Ep. 6 - Penuh Arti
7
Ep. 7 - Cemburu?
8
Ep. 8 - Sebuah Penghinaan
9
Ep. 9 - Fine, kita menikah.
10
Ep. 10 - Setelah Menikah
11
Ep.11 - Sebuah Perjanjian Pernikahan
12
Ep. 12 - Baik, tapi nyebelin!
13
Ep.13 - Pujian menyebalkan
14
Ep.14 - Perkara Lampu
15
Ep. 15 - Keterlaluan
16
Ep.16 - Teringat Masa lalu
17
Ep. 17 - Terjebak di Lift
18
Ep. 18 - Jonathan Sakit
19
Ep.19 - Berdebar Hatiku
20
Ep.20 - Sebuah Tamparan Halus
21
Ep.21 - Pelecehan tak terduga
22
Ep.22 - Sebuah Rencana
23
Ep.23 - Tak terduga
24
Ep.24 -
25
Ep.25 - Insiden Makan Siang
26
Ep.26 - Mencari Cara untuk Jatuh Cinta
27
Ep.27 - Langkah Pertama (Mata-Mata)
28
Ep.28 - Hamil
29
Ep.29 - Siapa yang ngidam?
30
Ep.30 - Waffle buatan Edelweis
31
Ep.31 - Kemeja Jonathan
32
Ep.32 - Jonathan tahu, Edelweis hamil.
33
Ep.33 - Permintaan Edelweis
34
Ep.34 - Sikap yang berbeda
35
Ep.35 - Makasih, ya, kamu.
36
Ep.36 -
37
Ep.37 - Tumpah
38
Ep.38 - Obrolan di Rumah Sakit
39
Ep.39 - Sadar diri
40
Ep.40 -
41
Ep.41 - Ngidam
42
Ep.42 - Ngidam Seblak
43
Ep.43 - Perkara Seblak dan Nasi Uduk
44
Ep.44 — Sebuah Tamparan
45
Ep.45 — Perubahan Edelweis
46
Ep.46 — Sikap Edelweis
47
Ep.47 - Akan Jatuh Cinta
48
Ep.48 — Perubahan Edelweis (a)
49
Ep.49 — Kenyataan : Edel hamil?
50
Ep.50 — Pertengkaran
51
Ep.51 — Kissing
52
Ep.52 — Sosok Menyedihkan
53
Ep.53 — Tak ingin kehilangan
54
Ep.54 —

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!