Istri Kontrak Boss Mafia
"Boss Mafia?! Tidak, aku tidak mau!" teriak Sarah menolak ketika sang ayah mengatakan jika ia akan diberikan kepada boss mafia untuk menjadi istrinya.
Plaak!!
Telapak tangan kanan Erick mendarat dengan keras di pipi mulus Sarah, seketika gadis dengan paras cantik itu pun merasakan sensasi panas sekaligus perih pada bagian itu, "Dasar anak tidak tahu diri! Seharusnya kau berterimakasih kepada ayah dan ibu karena telah berbelas kasih membiarkan mu hidup sampai sekarang. Setidaknya dengan menikahi boss mafia itu kau bisa sedikit berguna untuk kami." pekik Erick merasa kesal terhadap adiknya yang tak tahu balas budi itu.
"Tenanglah, Erick. Mungkin adik kita ini hanya perlu mendapat sedikit 'pelajaran' lagi, kurasa dia rindu dengan 'pelajaran' dariku." lirikan mata Sven yang tajam membuat Sarah bergidik ngeri walau pria itu melengkungkan senyuman dibibirnya.
Erick menyeringai setuju dengan ucapan sang kakak, "Benar, kakak juga pasti perlu melemaskan otot tangan setelah sekian lama tak ber-olahraga."
Erick menjambak rambut Sarah dengan sangat keras, sehingga gadis itu mau tak mau mengikuti kemana langkah Erick membawanya, "Tidak, kak Erick! Tolong lepaskan aku!" ia terus meronta walau Erick sama sekali tak menghiraukan permintaan adiknya itu dan tetap menyeretnya ke ruangan bawah tanah.
Sven mengikuti mereka berdua dari belakang dengan muka datar seolah hatinya tak tergerak melihat adik perempuan satu-satunya itu kesakitan.
Sedang, kedua orangtuanya, nampak sangat tak peduli dengan kehebohan itu dan tetap menyantap makan malamnya dengan santai.
Ruang bawah tanah keluarga Smith adalah saksi bisu atas kekejaman Sven dan Erick terhadap Sarah. Ia selalu mendapat 'pelajaran' ketika membuat kesalahan, contohnya seperti saat ini, menentang perintah ayahnya.
Entah itu pantas disebut kesalahan atau tidak, disaat seseorang hanya menyampaikan ketidakmauan-nya akan sesuatu.
Sedari kecil, Sarah tidak memiliki hak akan apapun dirumah ini. Hanya segudang kewajiban saja yang ia harus jalankan setiap harinya.
Sarah Smith, gadis yang belum genap berusia 20 tahun itu terus menjalani hidup yang menderita sejak ia lahir kedunia ini. Dicap sebagai pembawa sial oleh keluarganya sendiri karena telah menyebabkan ibunya meninggal saat melahirkan dirinya.
Namun apakah pantas menyalahkan itu kepada gadis yang bahkan tak meminta untuk dilahirkan. Bahkan ia sering berpikir jika lebih baik ia tak pernah dilahirkan, jika hanya akan mengalami nasib yang seperti ini seumur hidupnya.
"Ampun, kak... A-aku akan menuruti perintah ayah." rintihnya sembari menahan sakit.
"Bukankah lebih mudah jika dari awal kau menyetujuinya? Kau urus sisanya, Erick. Aku akan naik duluan dan memberitahu ayah jika dia telah menyetujuinya."
Jleb!
"Ahh, sa-sakit..." Erick dengan sengaja menginjak kaki Sarah untuk melampiaskan emosinya.
Awalnya, keluarga Smith adalah keluarga yang cukup terpandang di kota tersebut dan memiliki banyak bisnis. Tapi setelah kepergian sang istri, Harry Smith berusaha menghilangkan kesedihannya dengan mulai mencoba bermain judi yang berujung candu akut. Disana ia terpesona oleh seorang wanita yang bekerja sebagai penjual minuman di bar itu, tak lama kemudian mereka berdua memutuskan untuk menikah.
Sven dan Erick yang selama ini hanya hidup bak seorang pangeran yang selalu dimanjakan dengan kemewahan pun tak dapat berbuat banyak selain menerima nasib. Karena terlalu sering mengabaikan urusan bisnisnya dan lebih sibuk menghabiskan daripada menghasilkan uang, lama-kelamaan bisnis keluarga Smith jatuh bangkrut.
Karena tidak adanya rasa sadar diri dan kecenderungan melempar kesalahan kepada orang lain, Harry justru semakin menyalahkan Sarah akan nasib buruk yang kini menimpa keluarganya.
Sven dan Erick sebagai kakak yang seharusnya menjaga adik mereka pun malah mengikuti kelakuan sang ayah yang tak masuk akal dan menyiksa Sarah secara fisik setiap kali ia membatah. Bahkan ibu tiri Sarah juga ikut merundungnya tanpa sebab.
"Ayah, dia sudah menyetujuinya." ucap Sven dengan wajah yang amat riang.
Sang ayah pun tak kalah bahagia dan terlihat puas dengan apa yang telah dilakukan anak pertamanya itu, "Bagus, Sven. Kau memang anakku yang berguna."
"Kapan kita akan membawa dia kesana? Bukankah lebih cepat lebih baik?" tanya Sven pada sang ayah.
Harry meraba janggutnya yang polos tanpa rambut, "Hmm, seharusnya memang begitu. Kalau begitu suruh dia untuk membersihkan diri terlebih dulu, ayah akan membawanya kepada orang itu malam ini juga. Jika membawanya dalam keadaan seperti itu, aku takut uang yang akan ku dapat hanya sedikit. Meskipun aku tahu harga anak itu juga pasti tidak akan mahal juga, tapi lebih baik menjualnya dengan harga murah, daripada aku harus terus kehilangan uang ku yang berharga hanya untuk menghidupinya."
Kata 'menghidupi' yang keluar dari mulut seorang Harry Smith memang terdengar seperti layaknya ucapan orangtua pada umumnya, tapi sebenarnya kenyataan yang ada sangatlah berbanding terbalik.
Setiap harinya Sarah mendapatkan jatah makan sebanyak tiga kali. Terlihat normal bukan jika menilik dari jumlah nya? Namun jangan salah, Sarah hanya mendapatkan nasi sisa kemarin untuk dia makan. Tanpa lauk. Benar, tanpa lauk.
"Astaga, apa kau tidak bisa membedakan hari penting atau tidak? Kita akan pergi ke orang itu, tapi apa-apaan baju mu ini? Ganti dengan yang lebih pantas, cepat!" teriak Harry.
"Tapi ayah, dia kan memang tidak punya baju, yang dia pakai sekarang juga dulunya adalah baju ku." sahut Erick mengingatkan ayah nya jika mereka hanya memberikan Sarah baju bekas pakai milik mereka.
Ayah dari ketiga anak itu mengangguk, "Benar juga..." Lalu Harry menoleh kearah istri nya yang ada disamping, "Istriku, bisakah kau memberikan anak itu seonggok pakaian mu yang tak lagi terpakai? Nanti ketika aku telah mendapatkan uang itu, aku akan mengajakmu berbelanja pakaian yang baru. Bagaimana?"
"Janji?" ucap wanita itu memastikan.
"Tentu saja, aku berjanji. Memangnya suami mu ini pernah berbohong?" tutur Harry sambil melingkarkan tangan nya ke pinggang sang istri.
"Sebenarnya ada perhiasan baru yang inginku beli." kini nada bicara nya dibuat semanis dan semerdu mungkin.
"Iya, iya, nanti kita beli perhiasan juga." imbuh Harry.
Suzana, yang akrab disapa mami Ana oleh ibu-ibu komplek sekitar, kerap menjual barangnya yang sudah bosan ia pakai. Karena sifatnya yang mudah bosan itu, ia sering kali khilaf mata ketika melihat barang keluaran terbaru.
Ana melemparkan sebuah dress lawas miliknya tepat ke muka Sarah.
"Cepat ganti bajumu!" perintah Harry tanpa ada rasa iba sedikitpun melihat anaknya sendiri diperlakukan seperti itu oleh ibu tirinya.
Dress dengan motif norak yang kedodoran, mau tak mau harus Sarah pakai, ketimbang menerima 'pelajaran' lagi dari kedua kakaknya.
"Nahh, beginikan lebih enak jika dipandang mata." kata sang Ayah senang.
"Itukan karena bajunya saja yang bagus." ledek Ana karena cemburu mendengar suaminya memuji penampilan Sarah barusan.
"Memang pilihan istriku adalah yang terbaik. Kalau begitu ayah pergi dulu."
"Semoga dapat uang yang banyak ya, yah!" kata Erick tanpa merasa kasihan sedikitpun kepada sang adik yang mereka paksa bertanggung jawab untuk menuruti keegoisan mereka itu.
Dengan langkah dan hati yang berat ia memasuki sebuah rumah mansion yang dijaga ketat oleh para anggota mafia. Sarah pun tak menyangka jika didalam rumah yang nampak megah dan memiliki taman luas nan indah ini adalah sarang dari sebuah kelompok mafia paling berkuasa.
Mansion yang mengusung gaya desain modern kontemporer ini terlihat sangat bersih dan nyaman. Setiap furnitur dan hiasan rumah bahkan tertata amat rapi, membuat Sarah sempat curiga, apakah pemilik mansion ini punya kelainan OCPD? Semacam penyakit yang membuat sang penderita melakukan aktivitas secara detail dan perfeksionis guna meningkatkan efisiensi.
Namun tentu saja itu hanya pikiran sepintas Sarah. Karena tidak mungkin seorang boss mafia yang mempunyai wilayah teritori tanpa batas menderita OCPD, apalagi rumor yang beredar ia terkenal sangat playboy.
Drap! Drap! Drap!
Seorang pria muda dengan atasan kaos putih polos dan celana jeans pendek selutut tengah menuruni tangga.
"Harry? Kau cukup tebal muka juga yah datang ke rumah ku. Apa kau hendak membayar hutang mu sehingga kau jadi berani seperti ini?" kata pria itu yang terdengar cukup tak sopan menilik dari perbedaan usia diantara mereka. Sekilas usia pria itu nampak seumuran dengan Sven, kakak pertama Sarah.
"Ahh, ti-tidak begitu boss.. Jadi," Harry tak bisa menyembunyikan ketakutannya yang membuat lutut hingga bibirnya gemetaran. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Sarah melihat sang ayah gemetar hebat seperti itu.
"Saya dengar jika anda sedang mencari calon istri? Ini adalah Sarah, putri bungsu saya. Dan saya rasa kriteria khusus yang anda cari dimiliki oleh anak saya ini, boss." tutur Harry sembari sedikit mendorong anaknya untuk maju ke hadapan sang boss mafia.
Visual Sarah Smith kurang lebih seperti Kak Aisyah Aqilah
Cr : instagram @aisyahaqilahh
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
artsiska
seru nihhh berbau mafia
2023-03-09
1
Mebang Huyang M
hidup seperti tidak adil ya, bagi para perempuan yg bernasib kayak Sarah thor. di dunia nyata maksud bunda. padahal tanpa seorang perempuan tidak akan ada seorang laki2 ...
2023-03-02
1
Rice Btamban
semangat
2023-02-16
1