Leo menyetujui syarat yang diberikan oleh Sarah karena syarat itu sama sekali tak akan membuatnya rugi, justru mereka berdua sama-sama diuntungkan, "Tenang saja, aku juga berpikiran sama denganmu. Apa ada syarat lainnya lagi?" tanya pria itu coba memancing Sarah, ia ingin tahu syarat apalagi yang akan Sarah ajukan, pasti tak jauh-jauh dari uang, pikir Leo.
"Ternyata anda cukup cermat juga. Apa waktunya tidak bisa dikurangi? Bukankah 5 tahun itu waktu yang cukup lama?" tawar Sarah yang justru tak ingin lama-lama hidup berkecukupan sebagai Nyonya dari mansion mewah ini membuat Leo semakin penasaran gadis didepannya itu.
Leo tak bisa menjawabnya dengan pasti, namun yang terpenting bukanlah berapa lama waktu pernikahan ini melainkan seberapa berpengaruh pernikahan ini untuk dapat menyakinkan papa Leo, Peter pemilik Black Libels, "Entahlah, apa kamu sudah punya kekasih yang lain? Sampai kamu terburu-buru seperti ini." timpal Leo.
"Tidak. Saya kan sudah bilang jika saya ini lajang dan bahkan tidak berpengalaman, berbeda dengan anda yang sudah sangat berpengalaman." tutur Sarah yang terdengar seperti sebuah sarkas untuk Leo.
Leo menyeringai mendengar ucapan yang berani dari gadis itu, "Tidak berpengalaman ya? Lalu bagaimana kau bisa yakin jika kau akan dapat memenuhi keinginan ku jika kita menikah?" ledek nya.
Sarah menjadi sedikit malu dibuatnya namun ia harus bisa meyakinkan sang boss mafia dihadapnya ini jika ingin keluar dari gubuk deritanya, "Sa-saya akan berusaha keras untuk menyenangkan anda." jawabnya dengan terbata-bata karena malu dan gugup.
"Jika besok ternyata benar kau masih gadis, aku akan mengurangi kontrak nya menjadi 3 tahun." kata Leo sembari merapikan rambut nya yang menghalangi mata.
"Emmm, bagaimana jika jadi 2 tahun saja?" tawar Sarah.
Leo menatap gadis didepannya dengan penuh kekesalan, "Wahh, tidak sekalian saja kau minta untuk berpisah dalam semalam? Apa bagimu aku ini lelucon?" Leo nampak tak senang seolah Sarah begitu menggampangkan dirinya yang seorang boss mafia itu, disini dia lah yang memiliki kuasa. Bisa-bisanya anak kecil ini terus meminta semaunya sendiri padaku, ucap Leo yang kesal dalam hati.
Bukankah dirinya sendiri yang memperlakukan oranglain dengan seenaknya dan menganggap ku layaknya permen karet yang habis manis sepah dibuang? Dasar mafia berhati dingin. gerutu Sarah dalam hati.
Leo mengernyitkan dahi nya, "Kenapa diam saja? Kau berubah pikiran?" tanya nya dengan penuh tekanan.
"Ba-baiklah. Terimakasih atas kebaikan anda." Mau tak mau, Sarah harus mengikuti kemauan sang boss mafia. Tak ada untungnya juga bagi Sarah jika perjanjian ini batal, sebab begitu ia kembali ke rumah ayah nya pasti keluarga nya akan menyambut dia dengan sangat 'meriah'.
Leo menyodorkan sebuah surat kontrak dan pena kepada Sarah, "Bacalah lebih dulu, mungkin ada beberapa hal yang tidak kamu suka."
Sarah mengambil kertas itu kemudian membacanya dengan seksama dari point ke point. Hingga mata nya terbelalak ketika membaca point kelima.
Sarah menatap kertas itu dengan tatapan aneh kemudian melirik kearah Leo, "Harus memanggil anda sayangku?"
Leo tetap memasang wajah yang datar seolah itu bukan suatu hal yang aneh menurutnya, "Bukankah itu hal yang wajar dilakukan oleh sepasang suami istri?" jawabnya santai.
Sarah yang merasa keberatan tak menyukai syarat yang satu itu, "Tapi itukan untuk pasangan yang memang menikah karena cinta, saya rasa kita tidak termasuk pasangan yang seperti itu." terang nya.
Walau memang bagian itu tak begitu penting tapi entah mengapa Leo sedikit kesal ketika Sarah menunjukkan keberatan nya tentang syarat itu, "Dasar banyak maunya. Coret saja bagian itu jika kau tak suka! Padahal diluar sana banyak wanita yang mengantri untuk sekedar memanggilku sayang." pria itu mendengus kesal.
Sarah mencoret bagian itu dengan senang hati, "Sayangnya saya tidak termasuk." tutur gadis itu dengan wajah polosnya.
Lalu Sarah menandatangani kontrak tersebut dan mengembalikan nya kepada Leo setelahnya.
Leo mengambil kontrak itu lalu menyimpan nya di sebuah laci yang berada di dekatnya, Sarah merasa heran seharusnya barang penting seperti surat kontrak itu harusnya disimpan pada tempat yang aman tetapi ia justru menyimpan dengan asal di laci ruang tamu. Untuk sesaat Sarah lupa, jika ini adalah rumah seorang boss mafia siapa juga yang akan berani datang kemari dengan niat buruk. Mungkin orang itu hanya ingin mencari cara termudah dan cepat untuk mati jika melakukannya.
"Soal pernikahan, mungkin baru bisa dilakukan dalam beberapa hari lagi. Aku berencana untuk mengadakan acara pernikahan yang privat, jadi hanya keluarga ku, keluarga mu dan beberapa orang penting saja yang akan hadir. Apa kau ingin mengundang teman mu juga?" tanya Leo kepada Sarah.
"Tidak perlu, aku tak memiliki teman atau sejenisnya untuk dapat di undang ke acara itu." tutur Sarah tanpa tersirat kesedihan sedikitpun di raut wajah nya, ia nampak biasa saja walau ia tak memiliki teman.
Leo menatap Sarah lekat-lekat sembari mengernyitkan dahi nya, "Mata ku sejak tadi sangat terganggu dengan baju yang sedang kamu pakai. Untuk gadis seusia mu, selera mu sangatlah aneh, dress berwarna orange mencolok dengan motif bunga-bunga. Selera mu ini sangat ketinggalan jaman."
"Ahh, baju ini milik ibu tiri saya." kata Sarah polos sambil memegang baju nya.
Leo terlihat sedikit merasa iba dengan gadis yang akan menjadi istrinya itu. Daripada ke canggungan ini semakin menjadi-jadi, Leo segera berdiri, hendak mengantarnya ke kamar tamu untuk beristirahat.
"Sudah larut, aku lelah. Ayo pergi tidur." ajak Leo pada Sarah yang masih duduk ditempatnya.
Sarah melongo kaget mendengar ajakan sang boss mafia itu, bagaimana pria itu bisa mengajak tidur dengan nada sesantai itu. Seolah hal itu adalah suatu kewajaran baginya, "Ti-tidur? Tapi anda dan sa-saya belum sah menjadi suami istri." tutur Sarah dengan ragu dan wajah polosnya yang sedikit merona malu.
Leo menatap Sarah dengan tatapan yang entah, "Aku menyuruhmu untuk tidur, is.ti.ra.hat, bukannya 'tidur' yang kau maksud itu. Penampilan mu yang lugu dan polos benar-benar bertolak belakang dengan pikiran mu yang absurd." ucapnya sembari berlalu meninggalkan Sarah.
Sarah menutup mukanya yang memerah dengan kedua telapak tangannya, saking malunya ia sampai tidak bisa menatap Leo.
Lalu sesaat kemudian Leo berhenti, menoleh kearah gadis di belakang nya itu, "Mana tas mu? Apa kau tidak membawa pakaian kemari?" tanya nya.
Sarah membulatkan mata nya, "Tas? Saya tidak membawa tas maupun baju ganti." jawab gadis itu.
Kepala Leo serasa mendidih hanya karena perbuatan Harry yang terus membuatnya kesal, "Baj*ingan si Harry! Bisa-bisanya dia memberikan anak nya padaku begitu saja tanpa dibekali apapun."
Sarah tersenyum ramah seraya berkata, "Tidak apa-apa, saya sudah terbiasa diperlakukan seperti ini." dirinya terlalu percaya diri sehingga mengira Leo mengumpat karena kasihan padanya.
"Terbiasa apanya yang kau maksud? Aku yang tidak akan terbiasa! Melihat penampilan mu sekarang ini benar-benar membuat mata ku sakit dan pusing kepala. Ikuti aku." Leo menarik tangan Sarah untuk ikut ke kamar nya.
Akhirnya Sarah mengikuti kemauan Leo dan mengekor dibelakang pria itu dengan tergesa-gesa karena perbedaan langkah kaki mereka.
Mata Sarah tak bisa berhenti kagum ketika melihat mansion ini, setiap sudutnya pun sangat diperhatikan hingga tidak ada perabotan yang kotor. Hingga ia lebih dikejutkan lagi ketika memasuki kamar pribadi si pemilik mansion ini yang sangat luas, jika dibandingkan dengan ruang keluarga dirumahnya pun tak ada apa-apanya.
"Pakai ini." Leo memberikan baju miliknya kepada Sarah, "Untuk malam ini saja, besok jika semua sudah pasti aku akan membelikan semua keperluan mu."
Sarah celingukan, "Dimana kamar mandinya?" tanya nya kemudian.
Leo menunjuk sebuah ruangan di pojok kanan, yang sempat Sarah kira ruang belajar atau semacamnya.
Sarah melihat dirinya di dalam cermin, "Memang ya, sebuah baju saja bisa sedikit merubah penampilan seseorang." gumam nya ketika melihat pantulan dirinya di dalam cermin yang tengah mengenakan baju milik Leo. Walau baju ini juga terbilang bekas seperti yang biasa dia dapat dari Sven ataupun Erick, ini sungguh berbeda. Meski sama-sama baju bekas, memang baju mahal tetap terlihat bagus walau sudah sempat dipakai.
"Apa kau tertidur di dalam? Cepatlah, aku mengantuk!" teriak Leo dari luar, membuat Sarah bergegas untuk keluar.
Sarah merapikan baju yang ia kenakan. Perbedaan tinggi dan postur tubuh diantara mereka berdua membuat kaos putih milik Leo itu menjadi kaos oversize ketika Sarah yang memakainya.
Leo tak menyangka jika baju miliknya akan membuat Sarah terlihat imut seperti itu. Pikiran-pikiran nakal mulai membisiki telinga nya, sehingga membuatnya buru-buru mengusir Sarah keluar dari kamar, sebelum Leo mulai melakukan hal yang buruk pada gadis yang lebih mirip kelinci kecil itu sekarang.
Sarah terus saja memegangi baju yang kebesaran itu ditubuhnya, "Apa tidak apa-apa aku memakai ini? Sepertinya ini terlalu besar untukku." tanya nya berharap ada baju yang sedikit lebih mendekati ukuran tubuhnya.
Namun Leo tak berniat untuk membiarkan Sarah lebih lama lagi di kamar nya, "Berhenti mengoceh dan pergilah ke kamar tamu." titahnya agar Sarah segera pergi dari situ.
Tak semudah itu, rupanya Leo lupa jika ia belum menunjukkan dimana kamar Sarah tidur untuk malam ini, "Tapi, dimana kamar nya?" tanya Sarah yang kebingungan.
Leo mendengus kesal sebab ia masih harus melihat Sarah yang menggugah gairah nya sedikit lebih lama lagi, "Ck! Benar-benar merepotkan, ikuti aku!" gerutu Leo tetapi walau kesal ia harus tetap mengantar Sarah.
Sekuat tenaga Leo menahan bagian bawah tubuhnya yang sudah mengeras itu dengan susah payah. Hingga sesampainya dikamar tamu ia buru-buru untuk menyuruh Sarah bersembunyi dari nya.
"Tidur sana!"
Bruakk!!
Tanpa sadar Leo menutup pintu kamar Sarah dengan kencang. Hingga Sarah salah mengira jika dia telah membuat marah Leo lagi. Namun ia tak begitu menghiraukannya karena terlalu sibuk menikmati kamar yang bagus ini walau tak semewah kamar Leo, tapi ini berkali-kali lipat lebih baik daripada tidurdi ruang bawah tanah rumah nya.
Tuingg~
Sarah melemparkan dirinya kedalam pelukan spring bed berukuran king didepannya itu.
"Ini kasur apa kapas ya? Empuk, lembut banget pula." katanya kegirangan, karena seumur hidupnya ia hanya tidur dengan kasur lipat yang bahkan tidak pernah di jemur dan di ganti sprei nya.
Dia terbaring sembari menatap ke arah langit-langit kamar itu sembari meneteskan air mata, ia tak menyesali langkah yang sudah ia ambil saat ini. Kalau saja ia tetap tinggal bersama ayah, kedua kakak serta ibu tiri nya, sudah pasti tidak akan pernah ada yang berubah.
"Setidaknya ini jauh seribu kali lipat lebih baik daripada harus mendapat 'pelajaran' dari kak Sven dan kak
Erick. Aku akan bertahan selama 3 tahun kedepan, harus!!" ucapnya dengan yakin.
Suasana sunyi, kasur yang empuk dan bersih, serta kamar yang luas itu, terasa sangat nyaman. Hingga membuat mata nya menjadi berat dan ia pun tertidur dengan pulas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments