Perang Pengendali Iblis
Di sudut kota Libbam milik Kerajaan Hervarar, terdapat sebuah keluarga budak yang berisi lima anggota keluarga. Seorang ayah, seorang ibu, seorang anak tertua bernama Daedalus (dibaca; Daidalus), adik laki-laki bernama Tael dan seorang adik perempuan yang baru beranjak remaja bernama Riel.
Setiap harinya mereka bekerja membersihkan Istal (kandang kuda), memberi makan kuda serta membuang kotoran dari apa yang telah kuda itu makan. Bau tubuh mereka tak ada bedanya dengan kotoran, pakaian kumuh mereka juga dapat disamakan dengan kain kotor yang terinjak di pasar dini hari, tapi senyuman yang terpancar dari keluarga itu bersinar terang layaknya mentari pagi.
Daep, ayah Daedalus menyebarkan rumput kering pada puluhan kuda di Istal ditemani oleh kedua anak laki-lakinya. Daep memandang postur anaknya yang sudah beranjak dewasa, perasaan bangga bercampur sedih bergejolak dalam dirinya.
“Badanmu bagus Daedalus, wajahmu juga tampan, andai budak tidak diharuskan botak, kau akan setampan pangeran Hervarar,” kata Daep memantapkan fakta kewajiban bahwa semua budak harus botak, termasuk dirinya, istrinya bahkan anak perempuannya serta seluruh gadis budak. “kau sudah mempunyai pacar, eh?”
Daedalus mengernyit, adiknya Tael terkekeh pelan mendengarnya.
“Apa-apaan, Ayah,” kata Daedalus. “dengan banyaknya kuda serta rumput kering yang harus kukerjakan setiap hari, aku tak sempat memikirkan wanita.”
Tael sambil menggendong rumput keringnya mendekat pada Daedalus. “Bagaimana dengan Yvonne?” kata Tael. Daedalus dibuat terkejut mendengarnya. “Kulihat kalian dekat?”
“Yvonne? Gadis yatim piatu itu?” Daep, ayahnya, berpikir keras. “Ya, dia manis, tapi dia gagah dan sedikit tomboi. Kau harusnya mencari gadis feminim seperti ibumu, Daedalus. Gadis feminim adalah yang terbaik!”
“Benar!” Aurie ibunya Daedalus menyambut dari pojok. Dia sedang memandikan kuda ditemani Riel—adik perempuan Daedalus—sabun dan busa menyelimuti pakaiannya saat dia menampakkan diri. “Kau harus memilh gadis cantik seperti ibumu ini, hihi.”
Tael menggerutu. “Apa salahnya dengan gadis tomboi! Mereka lebih baik daripada gadis yang harus dimanja, cengeng dan selalu menyulitkan seperti Riel!”
Riel menjawab. “Wlee! Aku juga tidak suka dengan bang Tael jelek!” gadis baru beranjak remaja itu mengejek menjulurkan lidah, Tael membalasnya sama.
“Gadis tomboi atau bukan, aku tidak merasa tertarik dengan Yvonne, Ayah, Ibu.” Daedalus meluruskan. “Dan Tael, kau abang besar Riel. Sudah sepantasnya dia menyulitkanmu.”
Tael melempar rumput kering ke kandang kuda terakhir. “Ya, ya, ya. Tapi itu berarti kau tidak tertarik dengan Yvonne, ‘kan, Bang?”
Daedealus mengangguk, Tael menyambutnya dengan senyuman senang yang dia tak tau artinya. Sejujurnya perbedaan umur Yvonne dan Tael hanya terpaut satu-dua tahun, pikiran aneh melewati kepala Daedalus tapi dia menggeleng dan membuangnya jauh-jauh.
Pembicaraan hening dan keluarga itu melanjutkan pekerjaan mereka selama beberapa waktu. Tawa dan candaan memenuhi Istal tempat keluarga budak itu hidup dan bekerja. Namun, tawa itu berhenti saat seseorang terburu-buru memasuki Istal. Itu adalah Yvonne, gadis budak yang baru mereka bicarakan.
“Hai, Yvonne!” sapa Tael.
Yvonne mengangguk tanpa memperhatikan Tael dan mulai bicara. “Sialan, kita tamat. Kita benar-benar tamat, Pak Daep.”
Sekarang Daedalus menyadari kepanikan tergambar begitu jelas di wajah Yvonne. Keringat membasahi keningnya dan dia mengunyah giginya sendiri. Matanya tajam, tapi sekaligus memancarkan rasa takut.
Daep, ayahnya Daedalus, meletakkan rumput kering dan mendekati Yvonne. “Pelan-pelan, Yvonne, pelan-pelan. Apa yang tamat?”
“Serius kalian lupa atau benar-benar tidak peduli?” maki Yvonne. Keluarga Daedalus menatap satu sama lain dan semuanya tidak tahu apa yang dimaksud. “Besok adalah hari ulang tahun Lord Puqress! Nah, sekarang baru kalian ingat, ya!”
Jantung Daedalus berhenti sekejap, Ibunya Aurie mendekap erat Riel.
Lord Puqress, salah satu Lord berpengaruh di Kota Libbam dan sekaligus majikan yang memegang hak atas mereka. Bukan rahasia umum lagi bahwa Lord Puqress adalah sosok yang memperlakukan budak seperti mereka layaknya binatang. Dan bukan rahasia juga bahwa Lord Puqress memiliki kebiasaan buruk dan kotor di setiap perayaan ulang tahunnya.
Di pertengahan tahun dan juga di pertengahan bulan, di bawah angkasa langit Hervarar Lord Puqress akan merayakan ulang tahunnya. Bersamaan dengan itu, dia senang ‘menghadiahi dirinya’ dengan dua gadis perawan remaja dari budak miliknya dan pada perayaan ulang tahunnya, membuat semua budaknya menyaksikan dia melancarkan aksi kotornya.
“Kita harus menyembunyikan Riel,” kata Daedalus. Keluarganya jelas-jelas mendengarnya, tapi mereka hanya mematung di tempat. “Ayah dan Ibu dengar ‘kan apa yang dikatakan Yvonne? Lalu tunggu apalagi, sembunyikan Riel sebelum semuanya terlambat.”
Keluarganya tetap mematung. Daedalus muak dan menyegerakan diri untuk menyembunyikan Riel. Dia tak akan membiarkan Riel dikotori oleh majikannya sendiri. Tapi saat Daedalus hendak mengambil Riel dari tangan ibunya, ibunya menahan dengan kuat tak melepas.
“Seluruh budak berkumpul ke lapangan! Seluruh budak berkumpul ke lapangan!” Teriakan besar Prajurit terdengar dari luar. “Seluruh budak berkumpul ke lapangan atau akan diberikan ganjaran!”
“Sial, aku harus menyembunyikan adikku,” kata Yvonne. Kemudian dia berlari pergi dari Istal.
Daedalus kembali berhadapan dengan ibunya, tapi ibunya tak berkutik sedikitpun. “Apa yang ibu lakukan? Prajurit Kota akan mengecek Istal sebentar lagi. Kita harus cepat.”
Ibunya hanya menggeleng dan menolak.
Namun apa yang ditakutkan Daedalus akhirnya tiba juga. Prajurit kota menampakkan diri di gerbang Istal.
“Keluarga Budak! Sekarang juga ke lapangan!” bentak prajurit itu. Badannya tinggi dan matanya sipit menatap angkuh. Daedalus belum mengambil keputusan. Melihatnya, Prajurit itu mencabut pedang putihnya. “Atau kau akan menyesal, budak.”
Mau tak mau, keluarga budak tersebut berbondong-bondong keluar. Mereka dipaksa berkumpul ke tengah lapangan dimana puluhan budak dengan selusin Prajurit Kota menanti mereka. Disana telah ada Lord Puqress yang menenteng dua gadis budak yang baru beranjak dewasa. Satunya adalah anak dari seorang budak bernama Lupan dan satunya adalah adik dari Yvonne. Kelegaan menghampiri dada Daedalus karena kuota ‘hadiah’ milik Lord Puqress telah tercapai.
Di bawah kaki Lord Puqress, telah menangis tersedu-sedu Yvonne, wanita gagah dan berani yang pernah diketahui Daedalus bersujud memohon-mohon. Dia tak sempat menyembunyikan adiknya dan sedang memohon demi kebebasannya.
“Kumohon, Lord Puqress, jangan adikku.” Yvonne menjilat-jilat kaki Lord Puqress, namun majikan mereka yang gemuk itu tak bergeming. Dia mengangkat kepala dengan angkuh dan membiarkan Yvonne dibawa menjauh oleh dua pengawal setianya; Rouf dan Touf. Mereka melempar Yvonne ke kerumunan dengan kasar.
“Halo budak-budak tersayangku sekalian!” Lord Puqress mulai berbicara. Tubuhnya adalah lemak berjalan, hingga bahkan kepala dan lehernya seolah menyatu, tapi tak ada seorang budakpun yang berani mengucapkan fakta itu. “Bergembiralah kalian karena aku! Bergembiralah kalian karena umur panjangku! Bergembiralah kalian karena aku berulang tahun!”
“Kami bergembira apabila Lord gembira!” seru seluruh budak.
“Bagus!” Lord Puqress melanjutkan. “Besok, umur Lord kalian ini akan genap tiga puluh tahun. Biasanya Lord kalian ini akan cukup puas dengan dua budak saja sebagai teman merayakan hari kelahiran! Tapi di umur tiga puluh tahun ini, Lord kalian merenung.” Daedalus berperasaan buruk tentang ini. “Umur kepala dua, Lord kalian cukup dengan dua hadiah. Bukankah masuk akal bila diumur kepala tiga, Lord kalian menerima tiga hadiah, ‘bukan? Prajurit-prajuritku, silahkan pilihkan aku satu hadiah lagi!”
Benar saja, Lord Puqress berniat menambah hadiahnya! Daedalus melihat ibunya semakin keras mendekap Riel. Lusinan prajurit mengelilingi puluhan budak mencari hadiah yang pantas bagi Lord Puqress. Saat prajurit bermata sipit berpatroli ke arah keluarga Daedalus, Daedalus berdiri menghalanginya.
“Budak, minggir.” Perintah Prajurit tersebut. Daedalus bergeming, dia tak akan biarkan Riel dibawa. Prajurit sipit itu melirik ke belakang Daedalus dimana ada ibunya yang memeluk Riel dan dia berteriak. “Disini ada satu hadiah yang pantas, Lord!”
Semua budak yang menghalangi pandangan Lord meminggir dan seluruh prajurit, termasuk Lord dan dua pengawalnya menengok Daedalus dan Prajurit sipit, lalu ke arah Riel yang sedang di dekap.
“Kalau begitu bawa kesini! Biarkan Lord kalian ini melihatnya dari dekat!” Lord Puqress bertitah.
Prajurit sipit itu mendekati Riel, tapi Daedalus bergerak menghalangi langkahnya. Dada Daedalus berbalut kain kotor menabrak dada Prajurit sipit itu yang terbalur pelindung kulit.
“Jangan sentuh dia, cari yang lain, kumohon” bisik Daedalus. Prajurit sipit itu tak peduli dan mendorong Daedalus, namun Daedalus tak goyah dan membalas dorong prajurit tersebut hingga termundur beberapa langkah kecil.
“Kenapa? Ada apa ini? Apa budak itu melawan?!” Lord Puqress menyuruh dua pengawal setianya untuk melihat. “Rouf, Touf, bawakan hadiah Lord kalian ke kemari!”
Rouf dan Touf bergerak. Zirah besi bergemerincing, tatapan mata yang dalam dan tajam serta pedang besar yang mereka bawa, serta rumor keterampilan mereka dalam memakai Permata Delima—ilmu mengendalikan iblis—membuat hati siapapun yang melihatnya dapat mati ketakutan. Daep dan Tael membujuk Daedalus untuk minggir, namun dia tidak memperdulikannya. Dia akan melawan Kaisar Iblis sendiri jika itu memang untuk melindungi adik kecilnya.
Tapi belum sempat Rouf dan Touf mendekati Daedalus, prajurit sipit itu menghentikan mereka. “Tidak perlu Ser Rouf dan Ser Touf yang turun tangan!” Prajurit tersebut memukul Daedalus kencang, membuatnya akhirnya bergeser dari tempat dia sebelumnya berdiri. “Aku Prajurit Gallam, Prajurit Kota Libbam Negeri Hervarar sendiri yang akan mendisiplinkan budak ini!”
Daedalus merasakan mulutnya berdarah. Dia menggenggam tangannya keras dan bangkit melawan. Dia tidak mundur. Dia tidak takut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments