NovelToon NovelToon

Perang Pengendali Iblis

Pre-Arc Keluarga Budak

Di sudut kota Libbam milik Kerajaan Hervarar, terdapat sebuah keluarga budak yang berisi lima anggota keluarga. Seorang ayah, seorang ibu, seorang anak tertua bernama Daedalus (dibaca; Daidalus), adik laki-laki bernama Tael dan seorang adik perempuan yang baru beranjak remaja bernama Riel.

Setiap harinya mereka bekerja membersihkan Istal (kandang kuda), memberi makan kuda serta membuang kotoran dari apa yang telah kuda itu makan. Bau tubuh mereka tak ada bedanya dengan kotoran, pakaian kumuh mereka juga dapat disamakan dengan kain kotor yang terinjak di pasar dini hari, tapi senyuman yang terpancar dari keluarga itu bersinar terang layaknya mentari pagi.

Daep, ayah Daedalus menyebarkan rumput kering pada puluhan kuda di Istal ditemani oleh kedua anak laki-lakinya. Daep memandang postur anaknya yang sudah beranjak dewasa, perasaan bangga bercampur sedih bergejolak dalam dirinya.

“Badanmu bagus Daedalus, wajahmu juga tampan, andai budak tidak diharuskan botak, kau akan setampan pangeran Hervarar,” kata Daep memantapkan fakta kewajiban bahwa semua budak harus botak, termasuk dirinya, istrinya bahkan anak perempuannya serta seluruh gadis budak. “kau sudah mempunyai pacar, eh?”

Daedalus mengernyit, adiknya Tael terkekeh pelan mendengarnya.

“Apa-apaan, Ayah,” kata Daedalus. “dengan banyaknya kuda serta rumput kering yang harus kukerjakan setiap hari, aku tak sempat memikirkan wanita.”

Tael sambil menggendong rumput keringnya mendekat pada Daedalus. “Bagaimana dengan Yvonne?” kata Tael. Daedalus dibuat terkejut mendengarnya. “Kulihat kalian dekat?”

“Yvonne? Gadis yatim piatu itu?” Daep, ayahnya, berpikir keras. “Ya, dia manis, tapi dia gagah dan sedikit tomboi. Kau harusnya mencari gadis feminim seperti ibumu, Daedalus. Gadis feminim adalah yang terbaik!”

“Benar!” Aurie ibunya Daedalus menyambut dari pojok. Dia sedang memandikan kuda ditemani Riel—adik perempuan Daedalus—sabun dan busa menyelimuti pakaiannya saat dia menampakkan diri. “Kau harus memilh gadis cantik seperti ibumu ini, hihi.”

Tael menggerutu. “Apa salahnya dengan gadis tomboi! Mereka lebih baik daripada gadis yang harus dimanja, cengeng dan selalu menyulitkan seperti Riel!”

Riel menjawab. “Wlee! Aku juga tidak suka dengan bang Tael jelek!” gadis baru beranjak remaja itu mengejek menjulurkan lidah, Tael membalasnya sama.

“Gadis tomboi atau bukan, aku tidak merasa tertarik dengan Yvonne, Ayah, Ibu.” Daedalus meluruskan. “Dan Tael, kau abang besar Riel. Sudah sepantasnya dia menyulitkanmu.”

Tael melempar rumput kering ke kandang kuda terakhir. “Ya, ya, ya. Tapi itu berarti kau tidak tertarik dengan Yvonne, ‘kan, Bang?”

Daedealus mengangguk, Tael menyambutnya dengan senyuman senang yang dia tak tau artinya. Sejujurnya perbedaan umur Yvonne dan Tael hanya terpaut satu-dua tahun, pikiran aneh melewati kepala Daedalus tapi dia menggeleng dan membuangnya jauh-jauh.

Pembicaraan hening dan keluarga itu melanjutkan pekerjaan mereka selama beberapa waktu. Tawa dan candaan memenuhi Istal tempat keluarga budak itu hidup dan bekerja. Namun, tawa itu berhenti saat seseorang terburu-buru memasuki Istal. Itu adalah Yvonne, gadis budak yang baru mereka bicarakan.

“Hai, Yvonne!” sapa Tael.

Yvonne mengangguk tanpa memperhatikan Tael dan mulai bicara. “Sialan, kita tamat. Kita benar-benar tamat, Pak Daep.”

Sekarang Daedalus menyadari kepanikan tergambar begitu jelas di wajah Yvonne. Keringat membasahi keningnya dan dia mengunyah giginya sendiri. Matanya tajam, tapi sekaligus memancarkan rasa takut.

Daep, ayahnya Daedalus, meletakkan rumput kering dan mendekati Yvonne. “Pelan-pelan, Yvonne, pelan-pelan. Apa yang tamat?”

“Serius kalian lupa atau benar-benar tidak peduli?” maki Yvonne. Keluarga Daedalus menatap satu sama lain dan semuanya tidak tahu apa yang dimaksud. “Besok adalah hari ulang tahun Lord Puqress! Nah, sekarang baru kalian ingat, ya!”

Jantung Daedalus berhenti sekejap, Ibunya Aurie mendekap erat Riel.

Lord Puqress, salah satu Lord berpengaruh di Kota Libbam dan sekaligus majikan yang memegang hak atas mereka. Bukan rahasia umum lagi bahwa Lord Puqress adalah sosok yang memperlakukan budak seperti mereka layaknya binatang. Dan bukan rahasia juga bahwa Lord Puqress memiliki kebiasaan buruk dan kotor di setiap perayaan ulang tahunnya.

Di pertengahan tahun dan juga di pertengahan bulan, di bawah angkasa langit Hervarar Lord Puqress akan merayakan ulang tahunnya. Bersamaan dengan itu, dia senang ‘menghadiahi dirinya’ dengan dua gadis perawan remaja dari budak miliknya dan pada perayaan ulang tahunnya, membuat semua budaknya menyaksikan dia melancarkan aksi kotornya.

“Kita harus menyembunyikan Riel,” kata Daedalus. Keluarganya jelas-jelas mendengarnya, tapi mereka hanya mematung di tempat. “Ayah dan Ibu dengar ‘kan apa yang dikatakan Yvonne? Lalu tunggu apalagi, sembunyikan Riel sebelum semuanya terlambat.”

Keluarganya tetap mematung. Daedalus muak dan menyegerakan diri untuk menyembunyikan Riel. Dia tak akan membiarkan Riel dikotori oleh majikannya sendiri. Tapi saat Daedalus hendak mengambil Riel dari tangan ibunya, ibunya menahan dengan kuat tak melepas.

“Seluruh budak berkumpul ke lapangan! Seluruh budak berkumpul ke lapangan!” Teriakan besar Prajurit terdengar dari luar. “Seluruh budak berkumpul ke lapangan atau akan diberikan ganjaran!”

“Sial, aku harus menyembunyikan adikku,” kata Yvonne. Kemudian dia berlari pergi dari Istal.

Daedalus kembali berhadapan dengan ibunya, tapi ibunya tak berkutik sedikitpun. “Apa yang ibu lakukan? Prajurit Kota akan mengecek Istal sebentar lagi. Kita harus cepat.”

Ibunya hanya menggeleng dan menolak.

Namun apa yang ditakutkan Daedalus akhirnya tiba juga. Prajurit kota menampakkan diri di gerbang Istal.

“Keluarga Budak! Sekarang juga ke lapangan!” bentak prajurit itu. Badannya tinggi dan matanya sipit menatap angkuh. Daedalus belum mengambil keputusan. Melihatnya, Prajurit itu mencabut pedang putihnya. “Atau kau akan menyesal, budak.”

Mau tak mau, keluarga budak tersebut berbondong-bondong keluar. Mereka dipaksa berkumpul ke tengah lapangan dimana puluhan budak dengan selusin Prajurit Kota menanti mereka. Disana telah ada Lord Puqress yang menenteng dua gadis budak yang baru beranjak dewasa. Satunya adalah anak dari seorang budak bernama Lupan dan satunya adalah adik dari Yvonne. Kelegaan menghampiri dada Daedalus karena kuota ‘hadiah’ milik Lord Puqress telah tercapai.

Di bawah kaki Lord Puqress, telah menangis tersedu-sedu Yvonne, wanita gagah dan berani yang pernah diketahui Daedalus bersujud memohon-mohon. Dia tak sempat menyembunyikan adiknya dan sedang memohon demi kebebasannya.

“Kumohon, Lord Puqress, jangan adikku.” Yvonne menjilat-jilat kaki Lord Puqress, namun majikan mereka yang gemuk itu tak bergeming. Dia mengangkat kepala dengan angkuh dan membiarkan Yvonne dibawa menjauh oleh dua pengawal setianya; Rouf dan Touf. Mereka melempar Yvonne ke kerumunan dengan kasar.

“Halo budak-budak tersayangku sekalian!” Lord Puqress mulai berbicara. Tubuhnya adalah lemak berjalan, hingga bahkan kepala dan lehernya seolah menyatu, tapi tak ada seorang budakpun yang berani mengucapkan fakta itu. “Bergembiralah kalian karena aku! Bergembiralah kalian karena umur panjangku! Bergembiralah kalian karena aku berulang tahun!”

“Kami bergembira apabila Lord gembira!” seru seluruh budak.

“Bagus!” Lord Puqress melanjutkan. “Besok, umur Lord kalian ini akan genap tiga puluh tahun. Biasanya Lord kalian ini akan cukup puas dengan dua budak saja sebagai teman merayakan hari kelahiran! Tapi di umur tiga puluh tahun ini, Lord kalian merenung.” Daedalus berperasaan buruk tentang ini. “Umur kepala dua, Lord kalian cukup dengan dua hadiah. Bukankah masuk akal bila diumur kepala tiga, Lord kalian menerima tiga hadiah, ‘bukan? Prajurit-prajuritku, silahkan pilihkan aku satu hadiah lagi!”

Benar saja, Lord Puqress berniat menambah hadiahnya! Daedalus melihat ibunya semakin keras mendekap Riel. Lusinan prajurit mengelilingi puluhan budak mencari hadiah yang pantas bagi Lord Puqress. Saat prajurit bermata sipit berpatroli ke arah keluarga Daedalus, Daedalus berdiri menghalanginya.

“Budak, minggir.” Perintah Prajurit tersebut. Daedalus bergeming, dia tak akan biarkan Riel dibawa. Prajurit sipit itu melirik ke belakang Daedalus dimana ada ibunya yang memeluk Riel dan dia berteriak. “Disini ada satu hadiah yang pantas, Lord!”

Semua budak yang menghalangi pandangan Lord meminggir dan seluruh prajurit, termasuk Lord dan dua pengawalnya menengok Daedalus dan Prajurit sipit, lalu ke arah Riel yang sedang di dekap.

“Kalau begitu bawa kesini! Biarkan Lord kalian ini melihatnya dari dekat!” Lord Puqress bertitah.

Prajurit sipit itu mendekati Riel, tapi Daedalus bergerak menghalangi langkahnya. Dada Daedalus berbalut kain kotor menabrak dada Prajurit sipit itu yang terbalur pelindung kulit.

“Jangan sentuh dia, cari yang lain, kumohon” bisik Daedalus. Prajurit sipit itu tak peduli dan mendorong Daedalus, namun Daedalus tak goyah dan membalas dorong prajurit tersebut hingga termundur beberapa langkah kecil.

“Kenapa? Ada apa ini? Apa budak itu melawan?!” Lord Puqress menyuruh dua pengawal setianya untuk melihat. “Rouf, Touf, bawakan hadiah Lord kalian ke kemari!”

Rouf dan Touf bergerak. Zirah besi bergemerincing, tatapan mata yang dalam dan tajam serta pedang besar yang mereka bawa, serta rumor keterampilan mereka dalam memakai Permata Delima—ilmu mengendalikan iblis—membuat hati siapapun yang melihatnya dapat mati ketakutan. Daep dan Tael membujuk Daedalus untuk minggir, namun dia tidak memperdulikannya. Dia akan melawan Kaisar Iblis sendiri jika itu memang untuk melindungi adik kecilnya.

Tapi belum sempat Rouf dan Touf mendekati Daedalus, prajurit sipit itu menghentikan mereka. “Tidak perlu Ser Rouf dan Ser Touf yang turun tangan!” Prajurit tersebut memukul Daedalus kencang, membuatnya akhirnya bergeser dari tempat dia sebelumnya berdiri. “Aku Prajurit Gallam, Prajurit Kota Libbam Negeri Hervarar sendiri yang akan mendisiplinkan budak ini!”

Daedalus merasakan mulutnya berdarah. Dia menggenggam tangannya keras dan bangkit melawan. Dia tidak mundur. Dia tidak takut.

Arc 1 Menyelamatkan Riel

Burung-burung bertengger di atas pohon. Kucing mengejar tikus berhenti sejenak. Seluruh budak terdiam mematung. Lord ditemani dua pengawal setianya memandang seksama. Semua perhatian terfokus kepada seorang budak yang menantang Prajurit terlatih kerajaan Hervarar.

“Prajurit Gallam aku mohon dengan penuh hormat,” ucap Daedalus. “adikku baru saja beranjak remaja, baru memulai masa keremajaannya. Kumohon, jangan dia.”

Prajurit Gallam meregangkan tubuh, mata sipitnya semakin sipit menandakan dia tak peduli. “Semua itu keputusan Lord. Aku adalah pion yang menjalankan perintah beliau.”

Daedalus memindahkan perhatiannya kepada Lord Puqress. “Kumohon, Lord.” Dia memelas. “Riel, adikku, masih terlalu muda, masih terlalu belia untuk melakukan hubungan ‘itu’. Aku rela melakukan apa saja jika Anda mengubah keputusan Anda, Lord.”

Lord Puqress terkekeh dan menepuk-nepuk tangannya. “Hehe, hehe, Lord kalian suka ini.” Dia menunjuk Gallam dan Daedalus. “Keputusan ada ditangan kalian, siapa yang memenangkan pertarungan tangan kosong satu lawan satu. Pria dengan pria, akan mendapatkan apa yang dia inginkan!”

“Baik, Lord.” Gallam memberikan pedangnya ke prajurit lain. Dia menyiapkan kuda-kuda. “Ayo, budak, akan kuperlihatkan alasan kau layak dipanggil budak.”

Daedalus mempersiapkan diri. Apabila dia memenangkan duel ini, maka dia akan meminta Riel untuk tak dijadikan hadiah bagi Lord. Dia akan memenangkan duel ini. Dia harus.

Daedalus menyerang duluan, pukulannya lebar namun terasa kuat. Gallam tahu jika pukulan itu mengenainya, maka dia mungkin saja akan tumbang. Tapi pukulan tak berpengalaman Daedalus yang lebar dihindari Gallam dengan mudah. Gallam menunduk, lalu segera melayangkan tinjuan ke perut. Daedalus berlutut kesakitan.

“Ayo, budak! Memohonlah dan katakanlah bahwa adikmu terlalu muda, terlalu belia, terlalu dini atau apalah itu!” ejek Gallam. “Lihatlah budak tak tahu malu sepertimu yang hanya bisa memohon dan memohon. Itulah kenapa kau pantas disebut budak.”

Daedalus merasakan perutnya menahan napas tak dapat keluar, tapi dia terus bangkit dan dia akan memenangkan duel ini. Gallam mencengkram kepala botak Daedalus dan menghempaskannya ke tanah, turut menghempaskan harapan Daedalus untuk memenangkan duel.

“Kau punya adik?” erang Daedalus mencoba berbicara di posisi seperti itu.

“Punya, adikku cantik bak seorang putri bangsawan dan bersikap selayaknya bagaimana putri bangsawan bersikap.”

“Kalau begitu kau tahu perasaan menjadi abang, perasaan melindungi adikmu dari kehilangan harga dirinya.” Daedalus merasakan kepalanya semakin ditekan ke lantai jalan, dia mulai merasakan nyeri.

“Lancang sekali mulutmu menyamakan adikku yang seorang manusia dengan adikmu yang seorang budak!” Gallam berbisik di telinga Daedalus. “Kau bahkan tak ada bedanya dengan binatang.”

“Aku manusia sama sepertimu!” Emosi Daedalus bergejolak. Dia memberontak bangkit dan berhasil mendorong Gallam menjauh. Dia kembali berdiri. “Aku juga punya hak seperti kalian!”

Gallam tertawa. “Kau tuli atau bodoh? Kau itu budak. B-u-d-a-k. Kau tidak mempunyai keistimewaan hak itu, ah dasar. Kau harusnya merasa bersyukur Prajurit sepertiku mau berbicara pada budak sepertimu.”

Kali ini Gallam yang maju duluan. Dia melempar pukulan kecil, Daedalus bergerak lebar menghindarinya. Pukulan kecil itu adalah pukulan tipuan, yang kemudian dilanjutkan dengan pukulan sebenarnya dan mendarat tepat di dagu Daedalus. Menampakkan sebuah perbedaan pengalaman. Daedalus terhempas ke tanah.

“Kau akan mati! Mati!” Gallam menginjak-injak Daedalus tanpa henti.

Seorang anak kecil berteriak kencang. “Hentikan!” Yang berteriak adalah Riel, dia kini telah berada di sisi Lord Puqress. Ayah, Ibu dan abangnya Tael tersedu melihatnya. “Lordku, kumohon ampuni abangku, kasihani dia. Aku bersedia menjadi ‘hadiahmu’ wahai Lordku.”

Lord Puqress mendekatkan wajahnya pelan-pelan. “Buktikan, beri aku ciuman.”

“J-jangan ...,” ringis Daedalus dalam keadaan wajahnya berlumur darah.

Riel awalnya ragu tapi dia menengok keadaan Daedalus dan dia memutuskan untuk mencium Lord Puqress. Lord Puqress terperanjat girang dan menggendong Riel tinggi-tinggi.

“Prajurit! Biarkan budak itu hidup!” titah Lord Puqress. Dia melempar-lempar Riel ke udara. Riel menutup mata, menahan rasa takut dan malu. “Haha, ini mungkin hadiah ulang tahun terbaikku!”

Lord Puqress dan dua pengawal setianya; Rouf dan Touf, pergi meninggalkan area membawa Riel. Sementara itu Gallam membereskan dirinya dan juga meninggalkan tempat tersebut bersama prajurit lain dan membawa sisa hadiah , meninggalkan Daedalus yang terluka di lantai jalan.

“Dasar sampah!” maki Gallam sebelum pergi.

Tael datang membantu Daedalus berdiri. Daedalus memperhatikan seluruh budak yang menatapnya kasihan. Dia memperhatikan ayahnya dan ibunya berpelukan menahan sedih. Dia juga memperhatikan Lupan dan Yvonne yang bertakdir sama seperti dirinya. Dia melihat mereka semua menangis.

“Sampai kapan kita akan diperlakukan seperti ini!” seru Daedalus. Dia muak, dia ingin perubahan. “Kalian bersedih, kalian mengeluarkan air mata, kalian memaki mereka dalam hati, diri kalian begitu ingin perubahan. Tapi kalian bahkan tidak mencoba melawan!”

“Kau melawan dan lihat dirimu, Daedalus!” Lupan membalas. Anaknya juga menjadi hadiah bagi Lord Puqress. “Jangan kau pikir hanya kau saja yang merasa kehilangan dan menderita.”

“Makanya melawan!” balas Daedalus lagi.

Tapi kali ini Lupan tidak membalas, dia memilih untuk tidak membuang waktunya. Lupan membalikkan badan dan membawa sisa anggota keluarganya yang masih tersisa untuk melanjutkan pekerjaan mereka sebagai budak. Yvonne juga berangsut-angsut pergi dengan lemah diikuti oleh seluruh budak yang lain termasuk ayah dan ibunya. Terakhir Tael menepuk-nepuk pundaknya sebelum kembali masuk ke Istal mengikuti ayah dan ibunya.

Sekarang tersisa Daedalus seorang diri termenung. Dulu semasa kecil, semasa dia masih bisa berlari kesana-kemari memutari Kota Libbam. Dia sering singgah ke Kedai Minum dan mendengar kisah-kisah pahlawan dari pemabuk disana.

Dikisahkan pahlawan tersebut adalah sosok gagah yang perkasa yang melindungi adiknya, ibunya, bahkan istrinya dari kekuatan iblis yang mengintai di balik gelap malam. Tapi itu adalah kisah pahlawan yang dia dengar. Itu bukan kisah seorang budak seperti dirinya. Mengingat kata budak, Daedalus menggumam. Apakah dia akan tetap menjadi seorang budak sampai dia mati?

“Bangkitlah, nak.” Sebuah suara mengambil perhatiannya. Lapangan telah kosong dan tersisa Daedalus dan seorang pria paruh baya, sebaya ayahnya namun tampak lesu dan pucat. “Aku bisa menolongmu.”

“Kau siapa?” tanya Daedalus bingung.

Pria itu walau sebaya ayah Daedalus, namun rambut dan janggutnya yang lebat telah memutih. Daedalus yakin pria itu melemparkan senyuman dari balik janggutnya. “Aku teman, rekan, dan penyelamat yang akan menolongmu menyelamatkan adikmu dari tangan tirani.”

Daedalus ragu melihat penampilan pria tersebut. Tapi keraguan Daedalus segera terbayarkan saat pria itu mengeluarkan sebuah permata merah cantik dan berbuat sesuatu yang menakjubkan.

“Ini adalah Permata Delima yang menyimpan iblis di dalamnya,” kata pria tua itu. Dia menggenggam Permata tersebut dan memejamkan mata sekejap. Sedetik kemudian, api merah membara menyelimuti dirinya dari ujung kaki hingga ujung rambut. “dan aku akan membantumu mengalahkan tirani dengan kekuatan ini, Daedalus.”

Itu menakjubkan bagi Daedalus, sosok di depannya memiliki kekuatan yang sama dengan Rouf dan Touf. “Apa aku benar-benar bisa?”

Pria itu diam sekejap sebelum berbicara. “Tirani akan hancur di tangan kita berdua, Daedalus. Kau dan aku, bersama, kita akan menjadi pahlawan yang akan dinyanyikan kisahnya hingga seribu tahun ke depan.”

Pertemuan itu adalah pertemuan penuh takdir yang mengubah kehidupan Daedalus ke depannya. Pertemuan yang memulai kisah tragis dipenuhi kematian dan pengorbanan serta awal dimulainya Perang Pengendali Iblis yang akan menceritakan Legenda dari seorang Pengendali Iblis terkuat.

Arc 1 Menyelamatkan Riel

Pertemuannya dengan orang asing itu mengembalikan semangat dan kepercayaan dirinya yang telah hilang. Toras, begitu orang asing itu ingin dipanggil olehnya. Daedalus membawa Toras ke Istal dan tak sabar membawakan kabar menggembirakan pada keluarganya.

“Ayah, Ibu!” Daedalus berseru senang saat memasuki Istal, luka dan pegal yang dia derita dia lupakan sejenak. Ayah dan ibunya, serta Tael yang sedang memberi rumput kering berhenti. “Aku punya cara untuk menyelamatkan Riel. Kita bisa menyelamatkan Riel!”

Daep menatap istrinya kebingungan. Mereka seolah-olah melihat anaknya telah jatuh dalam kegilaan akibat kepalanya dibentur.

Tael menyela. “Bagaimana caranaya?”

Toras akhirnya memasuki Istal, dia tampak tak nyaman dengan bau tempat itu namun bersikap sopan menahan baunya. Daedalus memperkenalkannya kepada keluarganya.

“Namanya, Toras,” kata Daedalus, “walau rambut dan janggutnya telah memutih, percayalah dia seumuran denganmu, Ayah. Dan walau tubuhnya kecil percayalah, dia setangguh Rouf dan Touf.”

“Jangan berlebihan,” ujar Toras pelan.

“Tunjukkan, Toras, bakar tubuhmu dengan api seperti tadi.” Daedalus menanti dengan antusias.

Toras bersedia menunjukkannya. “Ini bukan membakar tubuh dengan api, Daedalus,” koreksi Toras. Dia menunjukkan batu merah miliknya. “Ini adalah Permata Delima, Permata yang membuatmu bisa meminjam kekuatan iblis dari Neraka.” Toras memejamkan mata dan api merah kembali menyelimuti tubuhnya seperti sebelumnya. Panasnya membuat keluarga Daedalus melangkah mundur. Toras memilih untuk memadamkannya.

“Lihat! Dengan itu kita bisa menolong Riel.” teriak Daedalus.

“Orang-orang yang menggunakan kekuatan Permata Delima dipanggil sebagai Peminjam Iblis atau pendeknya Peminjam.” Toras melanjutkan. “Mereka meminjam kekuatan iblis dari Neraka, yang telah terikat kontrak langsung dengan Permata Delima ini. Aku dapat menjamin satu dari Peminjam Iblis baru setara dengan selusin prajurit rendahan kerajaan.”

“Itu kekuatan terkutuk,” ujar Daep merendahkan. “kau pasti membunuh banyak orang demi memilikinya.”

Toras menggeleng tak setuju. “Ada perbedaan diantara Peminjam Iblis dan Pengendali Iblis, tuan. Walau sama-sama menggunakan Permata Delima sebagai perantara, Peminjam hanya meminjam kekuatan dan elemen dari iblis neraka dengan tukaran energi dan fokus dalam diri. Yang berbeda begitu jelas dengan para Pengendali Iblis yang memanggil iblis untuk bertarung disisinya dengan bayaran darah pengguna ataupun tumbal manusia. Itu adalah perbedaan yang signifikan.”

Daep dibuat terdiam, wajahnya menukik tak senang. Tael antusias memperhatikan sedangkan Daedalus langsung menampakkannya.

“Ajarkan aku melakukan hal serupa, Toras,” kata Daedalus. “lalu ajarkan ayahku, ibuku dan adikku. Aku yakin kita akan menyelamatkan Riel dengan sukses.”

Toras merogoh saku jubahnya—tubuhnya diselimuti jubah hitam lebar. Dia mengeluarkan Permata Delima yang tampak baru. “Bahkan pada Iblis terdapat perbedaan kekuatan yang mendasar. Mencoba meminjam kekuatan Iblis Tertinggi akan membuatmu diacuhkan olehnya. Kau harus mulai menggunakan Iblis Rendah dulu, sebuah slime, dan membuat tubuhmu terbiasa terlebih dahulu.”

Daedalus sudah berharap akan mendapatkan kekuatan api yang besar, namun dia tetap menerima Permata Delima dari Toras. Saat tangannya menyentuh Permata tersebut, pikirannya terlempar ke sebuah ruang kosong dan hampa. Di hadapannya telah bersujud sebuah manusia merah yang terbentuk dari slime. Makhluk tersebut tidak mengucapkan sepatah katapun, namun tanpa mengucapkan kata-kata apapun Daedalus yakin makhluk tersebut sedang menyembahnya.

“Daedalus kau disana?”

Suara Toras membawa Daedalus kembali.

“Manusia Slime merah ...,” gumam Daedalus. “Di ruang hitam yang kosong, dia bersujud menyembahku.”

“Itu ... tidak biasa,” ujar Toras bingung. “Tapi kita akan pergi ke intinya. Iblis Slimonoid, itu adalah iblis yang terikat kontrak pada Permata Delima di tanganmu. Tidak semua Iblis Slime berwujud manusia, Iblis itu telah kubuat berevolusi sebelumnya. Sekarang, kau harus memfokuskan diri untuk ‘meminta’ Iblis Slimonoid itu membalur tanganmu dengan slime elastis miliknya. Tidak perlu tergesa-gesa karena pemula biasanya harus mencoba beberapa kali sebelum iblis menurutinya.”

Daedalus melakukan apa yang diminta Toras, dia meminta kepada Iblis Slimonoid menyelimuti tangannya dengan slime dan kemudian, sebelah tangannya diselimuti slime merah.

“Keberuntungan pemula yang bagus,” kata Toras. Tapi tindakan Daedalus berikutnya kembali mengejutkannya.

Daedalus kembali meminta dan meminta Iblis Slimonoid meminjamkan kekuatannya. Pertama kedua tangan Daedalus diselimuti Slime, kemudian kedua kakinya hingga terakhir seluruh tubuhnya diselimuti Slime merah elastis. Dia seperti Toras saat tubuhnya diselimuti api, namun bagi Daedalus miliknya adalah Slime.

“Aku sepertimu, Toras!” seru Daedalus terkejut girang.

“Bagaimana kau melakukannya, itu mustahil.” Toras sama terkejutnya dengan Daedalus.

“Aku melakukan apa yang kau suruh dan Iblis Slimonoid ini memberikan apa yang kuminta padanya.”

“Seperti itu saja?” tanya Toras tak percaya.

“Seperti itu saja!” Daedalus mendekat ke ayahnya. “Lihat Ayah, dengan ini Rouf dan Touf atau Gallam atau bahkan Lord itu sendiri bisa kita kalahkan!”

“Berhentilah bermain-main dan mulailah memberi kuda-kuda makan,” balas Daep dingin.

“Apa?” Slime pada tubuh Daedalus menyusut perlahan dan menghilang dengan sekejap, fokusnya hilang.

“Lupakan Riel, lupakan Iblis dan Permata dan mulailah beri makan kuda, mandikan mereka dan seminggu kemudian Riel akan kembali bersama kita.”

Tentu saja Riel akan kembali bersama mereka seminggu kemudian setelah perayaan ulang tahun Lord Puqress. Tapi mereka yang kembali jiwanya tak pernah kembali utuh. “Dan apa? Dan melihat Riel, adikku, kembali bersama kita dan hanya bisa duduk termenung, murung dan hancur hidupnya? Atau bahkan lebih parah, saat dia kembali dia akan mengakhiri hidupnya dengan membuat kuda di Istal menendang kepalanya. Kau mau Riel seperti itu?”

“Riel juga anakku!” Daep membentak pada Daedalus. Kepala kedua ayah dan anak itu sama panasnya. “Aku tak ingin dia mati, aku juga tak ingin dia menjadi hadiah Lord. Tapi apa yang terjadi pada kita ini sudah takdir dan nasib, Daedalus. Terkadang kita lupa siapa diri kita.”

“Memangnya siapa kita?”

“Kita adalah budak,” jawab Daep cepat.

“Dengarkan ayahmu, Daedalus.” Aurie, ibunya menambahkan. “Mungkin saja Lord menyukai Riel dan dia menjadikannya selir budak. Kita sering bicara tentang Riel hidup bersama dengan bangsawan, bukan? Bayangkan Riel hidup diantara bangsawan-bangsawan Lord dan menjalani kehidupan yang menyenangkan. Dia tak perlu lagi mengurus kuda dan istal yang kotor ini.”

Daeadalus tak percaya dengan kata-kata yang keluar dari mulut ayah dan ibunya ini. Dia menyadari Tael-pun hanya diam saja tak membela atau mendukungnya. Keluarga macam apa ini, dia menanyakan pada dirinya.

“Kau hanya takut, ya kau hanya takut!” Daedalus menunjuk-nunjuk wajah Ayahnya. “Kau takut kalau penyelamatan Riel gagal kau akan dieksekusi dan kehilangan nyawamu. Atau bahkan lebih parah, kau takut Lord Puqress mengusirmu dari Istal dan menyuruhmu membersihkan jalanan karena hanya Istal-lah yang bisa kau banggakan.”

“Jaga mulutmu, Daedalus,” ancam Daep. “terkadang dalam hidup pilihan sulit harus diambil.”

“Aku tidak melihat tidak menyelamatkan Riel adalah sebuah pilihan. Dia bisa saja menangis sekarang entah dimana dia disekap!”

Daedalus menatap wajah ayahnya dalam-dalam, kemudian wajah ibunya dan kembali lagi ke ayahnya. Wajah mereka adalah wajah yang telah membulatkan tekadnya. Dia menyerah.

“Dasar penakut,” ejek Daedalus. Dia berbalik pergi ke gerbang Istal. “ayo kita pergi Toras, kita berdua juga cukup untuk menyelamatkan Riel.”

“Berhenti ditempat, Daedalus!” Suara Daep tua menggelegar bak guntur di langit badai.

Daedalus menghentikan langkah dan menoleh pada ayahnya. “Atau apa? Ayah akan menghentikanku? Dasar Ayah penakut!”

Mendengar itu, Daep kehilangan emosinya dan berlari menerjang Daedalus. Daep mencekik anaknya dan mencoba melemparnya tumbang, tapi perbedaan fisik Daedalus yang prima dengan tubuh kurus ayahnya adalah perbedaan yang begitu jauh.

”Seandainya kau sesemangat ini menghentikan Riel saat dia dibawa oleh Lord, mungkin semua budak akan mengikutimu.” Daedalus mendorong ayahnya jatuh ke tanah. “Tapi kau orang tua yang egois, yang hanya memikirkan keselamatanmu.”

Daep terdiam mendengarnya.

“Kau yang egois, Daedalus!” Aurie berteriak. Dia datang ke sisi Daep dan membantunya berdiri. “Kau akan membuat kita sekeluarga di eksekusi mati dengan tindakanmu!”

“Yang akan terjadi adalah aku akan menyelamatkan Riel dan pergi dari kota busuk ini. Aku akan merubah hidupku dan berhenti menjadi seorang budak!”

Daedalus keluar dari Istal dan Toras mengikuti langkah kakinya. Mereka menuju penyelamatan Riel.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!