Dalam Cengkeraman Vampir Kesepian
Elena tersenyum dan merapatkan jaket rajut ke seluruh tubuhnya seraya mendorong jendela kamar untuk menghirup udara musim semi pertengahan bulan Maret. Suhu mulai meningkat perlahan hingga suasana menjadi lebih hangat ketimbang musim dingin yang mengharuskannya banyak beristirahat di rumah.
Gadis berambut coklat kemerahan itu melangkah dengan semangat yang merekah kala perempuan yang telah melahirkannya dua puluh dua tahun yang lalu memanggilnya dari lantai bawah.
Aroma kue madu berpendar di udara. Gadis itu menghirupnya dalam-dalam dan tersenyum lebar.
"Mom, aku harus ke lapangan kampus untuk latihan berkuda. Minggu depan aku akan mengikuti turnamen pacuan kuda. Mom setuju?"
Julianne sama sekali tidak bisa melarang hobi putrinya berkuda, sejak kecil Elena sudah hidup di perkebunan milik keluarga mereka yang memiliki banyak hewan ternak. Termasuk kuda pacuan. Elena memiliki satu kuda bernama Hayley, kuda kesayangannya berjenis betina.
Julianne mengangguk dengan pasrah, ia langsung mendapatkan serangan dari Elena dengan pelukan hangat.
"I love you, mommy." serunya. Alih-alih merasa kesal putrinya masih seperti gadis remaja kejatuhan durian runtuh, Julianne mengangkat tubuh anaknya. Mereka berputar-putar seperti kompas.
"Temui daddy dan minta izinnya, kau harus bersahabat dengan dia Elena. Mark merindukanmu." kata Julianne. Mereka berhenti dengan napas terengah.
Elena mengangguk dengan lemah.
"Daddy pasti tidak setuju mom, dia trauma dulu pernah melihatmu jatuh dan kakimu patah. Dia takut hal itu terjadi padaku. Dia mengkhawatirkan aku begitu besar mungkin sama seperti waktu mengkhawatirkanmu dulu!" cerocos Elena sembari memotong kue madu yang masih hangat. Sementara Julianne mendesah, ingatan masa lalunya mendadak mengusiknya dengan ribut.
"Mom, kamu baik-baik saja?" tanya Elena.
Julianne mengusap wajahnya dengan serbet sambil memunggungi Elena.
Gadis itu mengedikkan bahu. "Mommy pasti kangen papa."
Elena mengunyahnya tanpa berselera hingga bunyi bip-bip di kantong celananya membuatnya menarik ponsel. Dengan setengah semangat pula dia mendengarkan seseorang yang bicara di telepon dan mengangguk.
"Mom, Reyand udah di luar. Aku pergi dulu." Tanpa menghabiskan kuenya, Elena beranjak, menjejalkan ponselnya ke celana seraya mencium pipi kiri Julianne.
"Sebaiknya mommy temui daddy!"
"Kau!" Julianne mendelik. "Hati-hati, Ela." jerit Julianne ketika putrinya berlari kecil dengan cepat menaiki anak tangga, tak lama, semerbak harum parfum lavender terendus di ruang makan. Elena mencium lagi pipi Julianne sebelum dengan langkah cepat ia mendatangi Reyand di bahu jalan.
Mereka tersenyum lebar, dua atlet equestrian itu saling meninju lengan sebagai sapa pertemuan sebelum masuk ke dalam mobil.
"Kita langsung ke istal kampus saja, Ela. Gimana menurutmu?" tanya Reyand sembari mengemudi.
"Hayley ada di sana, Rey. Jadi menurutku aku setuju aja sih. Aku merindukannya, satu Minggu dia tidak ada di rumah." aku Elena yang membuat si kekasih mengacak-acak rambutnya. Gemas sebenarnya Reyand kepada Elana, namun anak pastor dari sebuah katedral lawas itu selalu membuat jarak dengannya.
"Pak Robin pasti memberinya makan dengan baik, Ela. Kau tau, Robin slalu menyukai kuda-kuda titipan mahasiswa ketimbang harus berurusan dengan polisi atau rumah sakit hewan." Reyand mengingatkan dengan seloroh.
Elena terbahak, kemudian ia memilih menoleh setelah mobil Reyand melewati perkebunan dengan pepohonan lebat dan berbelok ke jalanan yang lebih besar dari pemukiman tempat Elena tinggal.
Selang lima belas menit, bangunan-bangunan rendah ala negeri victorian tergantikan dengan bangunan gotik yang tinggi dan mewah. Katedral dimana Mark tinggal.
"Setelah pulang latihan nanti, aku mau ketemu papa Rey." ucap Elena, memecah hening.
"Untuk?" Reyand melirik.
"Tiba-tiba aku rindu padanya." gumam Elena.
Sekali lagi dengan perasaan gemas yang meningkat, tangan Reyand mengusap dengan lembut kepala Elena, lalu mengacak-acak rambut merah kecoklatan Elena dengan santai.
"Pasti aku antar."
***
Di istal kampus—bangunan yang digunakan sebagai kandang kuda— sembilan atlet seperjuangan Elena sudah berada di parkiran sambil menyesap minuman bersoda.
Elena dan Reyand menghampiri mereka sembari tersenyum. Tak lama, pelatih yang keluar dari istal dengan menunggangi kuda melambai sembari membunyikan peluit.
Dengan gegas, sembilan atlet equestrian itu membuang sisa minuman bersoda ke tempat sampah. Bunyi klontang terdengar bersahutan sebelum derap langkah kaki terdengar ribut.
"Yes, sir."
Sir Thomas menunjuk ke arah dalam, menyuruh anak didiknya mengambil kuda masing-masing.
Buru-buru Elena dengan bahagia bersiul kencang ke depan kandang nomor lima, Hayley yang berkulit coklat gelap meringkik, kakinya ber depak-depak dengan setumpuk jerami kering dan kotorannya.
Ringkikan Hayley terus melejit setelah menyaksikan pemiliknya ada di depan matanya.
"Berisik tau." ledek Sophia dari kandang sebelah seakan iri kudanya hanya menyambutnya dengan muka malas.
Elena mencebikkan bibir, ia berusaha meredam kegembiraan kudanya dengan memberinya jerami baru yang tertumpuk di atas gerobak di dekat tembok dan tempat pelana kuda terpajang di palang besi. Elena tersenyum, dia mengelus kening Hayley setelah ringkikan kuda itu reda.
Setengah jam kemudian, setelah berhasil memasang pelana dan membekali diri dengan alat pelindung. Sebelas atlet dan sir Thomas menuju lapangan pacuan kuda. Wilayah datar yang membentang luas di dekat rangkaian bukit-bukit hijau berudara sejuk.
Elena memacu kudanya, melewati halang rintang dengan tinggi yang berbeda-beda. Sesekali pula gadis itu melempar senyum pada Reyand yang menunggu giliran di pinggir lapangan.
Adrenalinnya terpacu di atas Hayley yang tidak keberatan membawa beban sebanyak empat puluh lima kilogram itu. Setelah menyelesaikan latihannya tak kurang dari setengah jam, gadis itu membawa Hayley ke kandang khusus.
Elena tersenyum bangga sambil menepuk-nepuk badan kuda dengan tangan mungilnya.
"Kau masih hebat, Hayley. Ayo kita istirahat."
Seperti hafal dengan rutinitas pasca latihan, Hayley menunggu Elena menyiapkan seember air dan rumput pinacium maximum dengan mulut terbuka, membuang panas tubuhnya.
Elena mengelus kening Hayley sebelum bergabung dengan teman-temannya di mimbar penonton.
"Sir Thomas ngasih saran buat kita coba track baru sebelum pertandingan besok, pria tua itu bilang. Kuda kita harus refreshing." ucap Sophia pelan di kalimat akhirnya. "Jadi kita mau latihan dimana?"
"Deep forest Delucia!" seru Andrew. Tangannya terangkat, mengumpulkan polling suara dari semua teman-temannya.
Elena yang keberatan dengan pemilihan tempat itu sungkan mengangkat tangannya.
Deep forest? Siapa yang mau ke sana setelah musim hibernasi?
Namun mau tak mau Elena harus setuju, atlet junior itu terpaksa mengangkat tangannya setelah Reyand yang baru turun dari pelana kuda ikut mengangkat tangan tanpa mengetahui sebab musabab.
"Dasar!" Mendadak Elena menjadi kacau, ia merasa kakinya jadi berat melangkah dan izin dari ayahnya akan semakin sulit jika harus berlatih di hutan lebat Delucia.
"Aku yakin papa pasti nggak setuju. Huh."
...ΩΩΩΩΩΩΩ...
Hallo dear reader, ini novel pertama Skavivi Selfish dengan genre fantasi. Novel ini akan mengikuti lomba Percintaan Non Human. Semoga kalian suka dan mohon dukungan.
Salam sayang. Vivi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Umine LulubagirAwi
maaf baru bisa baca.
cerita yg beda nh.🤭
2022-12-19
0
🌹glory🌹
kak vi aku mampir seru ceritanya kak
2022-12-16
4
Rafa Retha
👍🌹💐
2022-12-12
0